Kasus Mutilasi Hong Kong: Selama Dia WNI, Perlindungan Harus Diutamakan
Unknown
02:20
0
Korban Kriminal Mutilasi di Hongkong |
"Kami ingin pelaku dihukum mati," ungkap Ahmad Kaliman, ayah Ningsih kepada media (4/11).
Dihubungi di sekretariatnya bilangan Pondok Kopi, Nisma Abdullah, Ketua Umum SBMI, mengatakan pemerintah Indonesia harus sigap merespon masalah perlindungan warganya di luar negeri.
"Kemenlu harus menindaklanjuti kasus kriminal ini dan mendesak kepolisian Hong Kong agar segera menuntaskan kasus tragis ini," ujar Nisma.
Pembunuhan Ningsih, mengejutkan warga Hong Kong. Wilayah otonomi Tiongkok ini memang jarang diterpa peristiwa pembunuhan, apalagi yang melibatkan kaum "kelas atas".
Disayangkan banyak media menyebutkan dugaan status pekerjaan korban yang mengarah sebagai PSK.
Dari beberapa sumber diketahui bahwa Ningsih datang ke Hong Kong untuk bertemu sahabatnya.
"Seorang sahabat Ningsih mengatakan pada saya bahwa dia bukan PSK, tapi berkunjung ke Hong Kong. Mereka tidak terima jika Ningsih dikatakan PSK," kata Eni.
Bahkan akibat pemberitaan yang melenceng ini, banyak aktifis buruh migran yang berang dan tidak terima dengan pemberitaan kasus ini. Seharusnya pemerintah RI dan media lebih fokus pada fakta bahwa ini adalah tindak kriminal, bukan mengumbar dugaan pekerjaan korban.
"Ini adalah peristiwa kriminal dan WNI yang menjadi korban. Tindakan kriminal ini jika berhubungan dengan pekerjaan, maka jelas membuktikan tidak adanya perlindungan. Sekarang pemerintah harus mendesak langkah hukum secepatnya," kata Nisma Berang.Setelah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian, KJRI Hong Kong memastikan korban kedua adalah WNI, bernama Seneng Mujiasih, kelahiran 10 September 1985.
Menurut Wakil Konsulat Jenderal RI Hong Kong, Rafail Walangitan menjelaskan bahwa Mujiasih berasal dari Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, dan masuk ke Hong Kong pada tahun 2010 bekerja sebagai buruh migran atau pekerja domestik.
"Mengingat dokumen yang dia miliki kedaluwarsa tahun 2013 dan tidak ada pembaruan paspor. Sejak 2011 tercatat belum memiliki pekerjaan tetap, artinya dia overstayer," jelas Rafail.
Rafail juga mengatakan bahwa pihak Konsulat Jenderal telah menghubungi keluarga Mujiasih di Sulawesi Tenggara. Pihak keluarga menginginkan agar jenazah dipulangkan ke tanah air.
"Saat ini jenazah sudah ditempatkan di rumah jenazah, kami hanya tinggal menunggu hasil otopsi penyebab kematian untuk kemudian memulangkannya pada keluarga," kata Rafail.
Untuk jasad korban pertama, Sumarti Ningsih, Rafail mengatakan pihak rumah jenazah menyarankan untuk dikremasi karena jenazah sudah membusuk.
"Tetapi kami menunggu kepastian dari pihak keluarga yang menurut informasi meminta jenazah dipulangkan. Kami meminta jenazah itu disimpah," tutur Rafail.
Namun tahun 2011, dia di PHK dari pekerjaannya dan sejak itu tidak tercatat lagi.
Perlindungan WNI merupakan salah satu prioritas utama Kemenlu di bawah Menteri Luar Negeri yang baru, Retno Marsudi.
"Perlindungan WNI dengan melakukan pencegahan, deteksi dini dan perlindungan secara tepat," ujar Retno pada konferensi pers di kantor Kemenlu pada Rabu (29/10) lalu.
Namun lambannya identifikasi korban pada kasus yang menimpa Ningsih menunjukkan bahwa sistem perlindungan WNI oleh Kemenlu belum teruji.(cnn)
No comments