SBMI: Menolak Penghisapan WTO, Menolak Pemiskinan
Unknown
11:15
0
SBMI, Denpasar - Sejumlah organisasi massa rakyat dunia yang tergabung dalam International People's Alliance (IPA) melakukan aksi penolakan Konferensi Tingkat Menteri ke-9 World Trade Organization
(WTO) di Bali yang berlangsung dari tanggal 2 – 6 Desember 2013. Aksi
penolakan WTO ini dilakukan lewat pertemuan kemah rakyat sedunia lewat People's Global Camp sejak tanggal
3-6 Desember 2013. SBMI
ikut tergabung dalam IPA sebagai bagian dari Gerakan Perjuangan Rakyat bersama sejumlah organisasi
pergerakan lainnya dari berbagai dunia international.
Massa aksi yang berkumpul bersama dalam Perkemahan Rakyat Dunia tersebut menolak pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO karena dinilai merugikan pihak Negara Dunia ketiga. Konferensi WTO dianggap sebagai upaya penipuan dan manuver baru terhadap kehidupan rakyat di dunia termasuk Indonesia selaku negara yang dimiskinkan.
“Konferensi WTO di Bali merupakan siasat busuk neoliberalisme untuk membangun kembali paradigma baru neoliberal yang telah terbukti gagal. Seiring dengan krisis yang terus bergema hampir di seluruh belahan dunia telah nampak pada kehidupan rakyat miskin. Pertemuan ini didalangi oleh kekuatan imperalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang frustasi dengan globalisasi neoliberalismenya melalui apa yang disebut Paket Bali”, tegas Ramses dari SBMI disela-sela aksi di depan kunsulat Amerika Serikat di Bali .
Massa aksi yang berkumpul bersama dalam Perkemahan Rakyat Dunia tersebut menolak pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO karena dinilai merugikan pihak Negara Dunia ketiga. Konferensi WTO dianggap sebagai upaya penipuan dan manuver baru terhadap kehidupan rakyat di dunia termasuk Indonesia selaku negara yang dimiskinkan.
“Konferensi WTO di Bali merupakan siasat busuk neoliberalisme untuk membangun kembali paradigma baru neoliberal yang telah terbukti gagal. Seiring dengan krisis yang terus bergema hampir di seluruh belahan dunia telah nampak pada kehidupan rakyat miskin. Pertemuan ini didalangi oleh kekuatan imperalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang frustasi dengan globalisasi neoliberalismenya melalui apa yang disebut Paket Bali”, tegas Ramses dari SBMI disela-sela aksi di depan kunsulat Amerika Serikat di Bali .
"Buruh
migran terpaksa bermigrasi karena kemiskinan kronis di Indonesia,
sebagai imbas dari penghisapan panjang negara-negara adikuasa
(imperialis) terhadap alam dan rakyat. Penghisapan inilah yang kemudian
perlahan melahirkan gelombang kemiskinan yang kian melebar. Kelaparan,
buta huruf, penyakit menular, tingginya tingkat kematian menjadi
konsekwensi yang tidak terhindarkan. Akhirnya, rakyat yang menanggung
semua konsekwensinya perlahan meninggalkan kampung halaman untuk bekerja
ke kota, pulau lain dan luar negeri sebagai buruh murah. Penghisapan
ini yang menghancurkan masyarakat kita dan menggusur kita dari tanah
kita sendiri", tambah Sam dari SBMI Sumbawa.
Di tengah krisis global, pemerintah menciptakan ilusi bahwa program pengiriman tenaga kerja bisa bermanfaat untuk pembangunan. Tetapi siapa yang diuntungkan dari program ini? Tentunya segelintir para pemodal dunia termasuk WTO dan para pejabat negara pengikutnya yang sedang berusaha menghidupkan kembali sistem globalisasi neoliberal. Sebuah skema yang dilegalisasikan melalui Global Forum on Migration and Development (GFMD).
Akibat dari krisis yang semakin akut, kondisi rakyat Indonesia akan semakin buruk, terlebih rezim SBY - Boediono telah berhasil menggolkan paket Bali (WTO) melalui menteri perdagangan Gita Wiryawan. Kemiskinan, penghisapan, penggusuran/perampasan tanah, dan represi terhadap rakyat semakin merajalela. PHK masal akan terjadi, dikarenakan adanya penggantian tenaga manusia dengan mesin akibat dari over produksi mesin-mesin.
Pemilik modal besar asing sengaja menciptakan Ekspor Buruh Migran untuk menghadapi krisis, dengan menciptakan buruh murah dan sistim kontrak agar laba yang diterima terus bertambah. Indonesia sebagai negara anggota WTO dan juga sekaligus sebagai boneka negara adikuasa juga menerapkan kebijakan yang diiginkan oleh tuannya negara adikuasa pimpinan Amerika Serikat. WTO merampasi sumber hidup dan merendahkan martabat rakyat dunia.
Di tengah krisis global, pemerintah menciptakan ilusi bahwa program pengiriman tenaga kerja bisa bermanfaat untuk pembangunan. Tetapi siapa yang diuntungkan dari program ini? Tentunya segelintir para pemodal dunia termasuk WTO dan para pejabat negara pengikutnya yang sedang berusaha menghidupkan kembali sistem globalisasi neoliberal. Sebuah skema yang dilegalisasikan melalui Global Forum on Migration and Development (GFMD).
Akibat dari krisis yang semakin akut, kondisi rakyat Indonesia akan semakin buruk, terlebih rezim SBY - Boediono telah berhasil menggolkan paket Bali (WTO) melalui menteri perdagangan Gita Wiryawan. Kemiskinan, penghisapan, penggusuran/perampasan tanah, dan represi terhadap rakyat semakin merajalela. PHK masal akan terjadi, dikarenakan adanya penggantian tenaga manusia dengan mesin akibat dari over produksi mesin-mesin.
Pemilik modal besar asing sengaja menciptakan Ekspor Buruh Migran untuk menghadapi krisis, dengan menciptakan buruh murah dan sistim kontrak agar laba yang diterima terus bertambah. Indonesia sebagai negara anggota WTO dan juga sekaligus sebagai boneka negara adikuasa juga menerapkan kebijakan yang diiginkan oleh tuannya negara adikuasa pimpinan Amerika Serikat. WTO merampasi sumber hidup dan merendahkan martabat rakyat dunia.
Selain menolak WTO, SBMI juga menuntut untuk segera Memberikan Perlindungan Sejati Bagi Buruh Migran Indonesia & Keluarganya, Tolak Segala Bentuk Pemerasan dan Penindasan Mengatasnamakan Perlindungan, Bongkar dan Lawan Skema Kebijakan Ekspor Tenaga Kerja Mengatasnamakan Pembangunan, Bangun Lapangan Pekerjaan dengan Industrialisasi Nasional.
No comments