Pidato Pembukaan Prof Jose Maria Sison*
Unknown
00:29
0
*Ketua Liga Internasional Perjuangan Rakyat
Disampaikan dalam Forum Publik “Perlawanan Rakyat terhadap WTO dan Globalisasi Imperialis” yang diorganisasi oleh ILPS, 5 Desember 2013
Rekan-rekan sekerja dan teman-teman sekalian yang saya hormati,
Saya sangat gembira dapat membuka forum ILPS ini dalam rangka perlawanan rakyat terhadap WTO dan Globalisasi Imperialis . Saya menyambut seluruh peserta forum ini. Dan saya mengucapkan selamat kepada ILPS Indonesia dan perwakilan ILPS dari negara-negara lain serta seluruh jajaran pimpinan terkait dari Komite Koordinasi Internasional ILPS yang menyelenggarakan forum ini .
Atas nama ILPS, saya telah membuat pernyataan komprehensif dalam pesan saya kepada Satuan-Gugus Rakyat Sedunia serta dalam pidato saya pada Sidang Pleno Satuan-Gugus Rakyat Sedunia ini. Dalam pesan tersebut , saya membahas isu utama dalam perjuangan rakyat melawan WTO dan globalisasi imperialis dan mendesak orang-orang untuk mengintensipkan perlawanan yang ada. Dalam pidato tersebut pada sidang pleno Satuan-Gugus Rakyat Sedunia itu, saya juga menyampaikan tinjauan umum sejarah pelbagai masalah dan perkembangan perlawanan rakyat terhadap WTO dan pendahulunya yakni GATT, serta lembaga-lembaga imperialis lainnya seperti IMF dan Bank Dunia .
Sehubungan dengan tujuan forum ini, saya disarankan untuk memusatkan perhatian pada hubungan WTO dengan dorongan berkelanjutan dari AS untuk mendesakkan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik (TPPA) serta untuk membangun kembali keseimbangan militer atau kekuatan poros AS untuk Asia Timur. Saya setuju bahwa perhatian setajam-tajamnya harus diletakkan pada perkembangan terakhir ini, karena pelbagai hal itu sangat lah penting bagi sebagian terbesar rakyat dunia yang berada di wilayah termaksud, karena, ini semua secara tepat merupakan sasaran perhatian yang sungguh-sungguh dibutuhkan dan kepada kaum oposisi militan saat ini dan tahun-tahun mendatang .
WTO merupakan kerangka kerja menyeluruh dari kekuatan imperialis yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mengatur perdagangan barang dan jasa, untuk mempromosikan perjanjian perdagangan pada berbagai skala, untuk memastikan dominasi negara-negara maju, untuk menyelesaikan perbedaan di antara mereka dalam bidang perdagangan serta hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan, serta untuk mengabadikan ketimpangan hubungan perdagangan antara negara-negara imperialis dan negara-negara terbelakang.
Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik berada dalam lingkup WTO. Ini adalah perjanjian perdagangan negara yang dihubungkan oleh Samudra Pasifik, meski secara mencolok belum mencolok tidak mencakup China. Sudah menjadi rahasia umum bahwa AS membayangkan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik sebagai cara untuk menjamin dominasi perdagangan oleh AS dan menekan China untuk melakukan swastanisasi BUMN yang tersisa, dan memungkinkan penetrasi ekonomi AS lebih lanjut, atau mengalami pukulan ketika terisolasi dari, atau tidak berada dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik. Perjanjian Kemitraan ini juga dapat berfungsi sebagai bentuk pengaruh dalam pembicaraan WTO, sehingga AS dapat meraih konsesi-konsesi secara maksimal dari negara-negara terbelakang serta negara-negara kapitalis.
Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik peroleh dukungan strategis dalam rangka membangun kembali keseimbangan militer AS atau poros AS untuk Asia Timur, yang mencakup penempatan pasukan militer AS berjangka panjang, termasuk 60 persen kekuatan angkatan laut AS, di kawasan Asia – Pasifik. Tujuan mencolok AS adalah untuk memukul China dan mempengaruhi perkembangan ekonomi , politik dan budaya di China, serta untuk mengendalikan negara-negara ASEAN dan negara-negara Asia – Pasifik lainnya untuk mewujudkan tujuan termaksud.
China hari ini memiliki PDB terbesar kedua (dengan 9 triliun dollar Amerika , di samping 16.2 2 trilyun dolar Amerika yang dimiliki AS ) di dunia karena penduduknya yang besar sekali, dengan gedung-gedung raksasa yang berfungsi publik maupun swasta dan gelembung-gelembung keuangan yang dihasilkan oleh kebijakan ekonomi neoliberal. Namun demikian, China masih merupakan negara miskin karena kekayaan masyarakat disedot oleh kaum borjuasi besar asing serta lokal.
Di dalam masyarakat China terdapat pertentangan yang sangat mencolok. China secara tajam terbagi antara borjuasi besar yang telah mengumpulkan kekayaan sangat besar dan rakyat pekerja buruh dan petani yang telah dihisap dan ditindas secara dahsyat. Massa buruh dan tani sangat menderita akibat pengangguran, inflasi, kurangnya pelayanan sosial, serta akibat semakin meluasnya kemiskinan, polusi serta berbagai penyakit sosial lainnya, terutama ketika krisis ekonomi dan sosial semakin memburuk.
Di kalangan borjuis China, kaum kapitalis birokrat memiliki kecenderungan untuk mempertahankan BUMN karena hendak memastikan penerimaan negara serta menguatkan kemampuannya untuk penugasan yang bertujuan membangun kekuatan militer dan melakukan investasi asing; dengan demikian menjamin kebangkitan China sebagai kekuatan imperialis . Mereka terus mengibarkan bendera komunis untuk rasa kenyamanan semata . Tapi mereka didorong oleh nasionalisme serta ultra- nasionalisme .
Meski telah mampu menggunakan BUMN sebagai mitra dan sapi perahan , kaum borjuis swasta tertarik untuk lebih lanjut melakukan swastanisasi dan di bawah panji demokrasi memperoleh kekuasaan politik dari partai pseudo-komunis. Dengan melaksanakan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik dan membangun poros di Asia Timur, AS berusaha untuk menguatkan ekonomi swasta dan apa yang disebut gerakan demokrasi di China demi menuntut privatisasi lebih lanjut dan demokratisasi .
Dalam rangka penempatan strategis kekuatan militer AS di Asia Timur, yang menjadi busur pertama serangan terhadap China dan juga Republik Rakyat Demokratik Korea adalah kekuatan militer AS di Jepang , Korea Selatan , Okinawa , Filipina dan negara-negara Asia Tenggara lainnya dan busur kedua serangan adalah kekuatan-kekuatan militer AS di Guam dan di kepulauan Pasifik dan Australia . Pelbagai kekuatan ini dikendalikan serta dikoordinasi oleh Komando Pasifik AS yang berbasis di Hawaii, yang dilakukan dalam kerangka perjanjian operasional dengan pemerintah di kawasan Asia – Pasifik, terutama negara-negara di mana ditempatkan pasukan militer AS.
Penempatan pasukan militer AS untuk menyerang China sebagaimana disebutkan di atas, pada hakekatnya merupakan sebuah tindakan yang bersifat memulai, berlaku untuk waktu yang tidak terbatas, dan secara langsung bermaksud mengkonsolidasikan dan mengukuhkan lebih lanjut kepentingan-kepentingan AS di berbagai negara di wilayah ini. Untuk waktu yang lama AS dan China akan mempertahankan pertentangan dan benturan dalam hubungan di antara mereka, untuk mempromosikan kepentingan masing-masing bersama, serta untuk menstabilkan benturan mereka dengan mengorbankan negara-negara lain di wilayah ini.
Demi kepentingan AS, China bukan lah obyek yang pasip. Kaum kapitalis birokrat telah menyelaraskan kedaulatan nasional sebagaimana dipegang oleh orang-orang China, melalui tahapan baru revolusi China terdahulu, secara demokratis dan sosialis, serta melalui modal sosial yang dicapai di bawah sosialisme. Negara digunakan mereka untuk menarik keuntungan tertentu dengan cara memaksa rakyat untuk berdisiplin kerja serta patuh. Mereka tidak tidak lagi melayani rakyat China, tapi mengabdi kepada pemodal China dan melindunginya dari tekanan terburuk oleh kekuatan asing.
China adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memiliki hak veto. Ia merupakan anggota utama IMF, Bank Dunia dan WTO dan merupakan anggota yang lebih berbobot dalam Kelompok 20 yang muncul sebagai akibat dari memburuknya krisis kapitalis dunia hari ini. Untuk dunia China telah menjadikan negeri sebagai tempat di mana buruh boleh diperas lewat upah murah dan jam kerja panjang, sesuai dengan kebijakan AS di bidang outsourcing manufaktu. Dengan begitu, China berhasil meraup dolar dalam jumlah besar, agar mampu membeli pelbagai bentuk keamanan AS, menjadi kreditor terbesar AS, serta dapat menanam modal dalam skala global.
China terus menerus mengasosiasikan diri sebagai negara dunia ketiga, ketika memfasilitasi investasi asing ke dalam negeri serta melakukan perdagangan. Untuk menegaskan kemerdekaan dari kekuatan imperialis tradisional di bawah pimpinan AS, China memainkan peran luar biasa sebagai anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan). Ini merupakan blok [kekuatan] ekonomi yang memiliki berbagai produk serta kapasitas ekonomi yang cukup komprehensif untuk menangkis akibat terburuk yang didesakkan oleh kekuatan imperialis tradisional, dan, dalam hal-hal tertentu, dapat menegaskan kemandirian ekonomi dari mereka. Misalnya, dapat memulai proyek-proyek ekonomi bersama tanpa AS serta tanpa menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan di antara mereka.
Setelah mendukung AS dalam perang agresi terhadap Irak, China dan Rusia menjadi lebih waspada ketika harus membiayai skema strategis Amerika Serikat untuk memperluas kepentingan AS. Syahdan, mereka menggunakan Shanghai Cooperation Organization sebagai bentuk perlawanan keamanan ketika menghadapi polah manuver agresi mencolok oleh AS dan mitra NATO-nya di Asia Tengah, Asia Barat dan Afrika. China dan Rusia juga telah terlibat dalam latihan militer bersama di Asia Timur Laut dalam rangka untuk melawan latihan militer yang dilancarkan AS di seluruh Asia Timur. Di Dewan Keamanan PBB, mereka telah mengambil posisi melawan AS dan sekutu tradisionalnya berkaitan dengan Libya, Suriah dan Iran dan menindak-lanjuti hasil kompromi.
AS sedang mencoba untuk meraih keuntungan dari berbagai ketegangan antara China dengan negara-negara tetangga, yang muncul dari konflik akibat klaim atas pelbagai wilayah di laut bebas. Sikap netral AS atau pun yang secara terbuka berpihak ke satu sisi, senantiasa disesuaikan dengan kepentingan AS sendiri. Kasus pulau Diaoyu menunjukkan dukungan AS atas klaim Jepang yang didasarkan pada premis bahwa pulau itu merupakan rampasan perang. Tampak lebih mengesankan ketika tampil bersikap relatip netral sehubungan dengan sengketa wilayah yang melibatkan China dan negara-negara Asia Tenggara di perairan mereka, meskipun fakta bahwa pulau-pulau yang dipersengketakan, bagai terumbu karang dan beting yang tak dapat disangkal berada dalam zona 200 mil ekonomi eksklusif suatu negara, yang dilindungi oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Populasi ASEAN besar dan wilayahnya pun luas serta kaya akan sumber daya alam. Ini memiliki potensi tinggi sebagai pasar bersama bagi negara-anggota. Tapi secara umum, tingkat perkembangan mereka dalam hal industrialisasi yang menyeluruh, masih lah rendah, meskipun pada masa sebelumnya pernah disebut sebagai mukjizat macan Asia Tenggara sehubungan dengan meledaknya sektor semi-manufaktur dan bangunan, serta hype terus-menerus tentang pertumbuhan cepat yang kebal terhadap krisis kapitalisme global. Pada umumnya, mereka disandera secara ekonomi dan finansial oleh kekuatan-kekuatan imperialis. Setidaknya empat di antara mereka telah terjebak dalam pembicaraan dalam rangka Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik (TPPA). Pada saat yang sama, China memperkarakan ASEAN dalam kerangka sistem kapitalis dunia dan kebijakan ekonomi neoliberal.
Saya telah diberitahu bahwa Kelompok 33 (G33) negara-negara berkembang, yang meliputi Filipina dan Indonesia serta China dan India, telah mendorong untuk menyurutkan liberalisasi pertanian dalam pembicaraan WTO di Bali, sembari berharap, dengan cara apa pun, mampu menghadapi serangan neoliberal. Sementara setiap konsesi dimenangkan oleh negara-negara dunia ketiga yang memiliki nilai positif, mereka jelas terlalu lemah sekali untuk mematahkan cengkraman imperialis.
Sementara Indonesia dan Filipina sering diangkat-angkat sebagai generasi penerus atau bahkan sebagai model “kebangkitan” ekonomi bagi negara-negara terbelakang untuk ditiru, jalur untuk pembangunan yang sejati dihadang di tiap langkah oleh imperialisme. Semua negara-negara terbelakang di Asia Tenggara dan daerah lainnya harus menegaskan kemerdekaan nasional dan melaksanakan pembangunan ekonomi riil melalui reformasi industrialisasi dan reformasi agraria, jika mereka ingin lolos dari cengkeraman raksasa seperti Amerika Serikat dan China melalui pelbagai benturan dan pertengkaran mereka. Tidak ada cara lain. Tapi negara-negara terbelakang seperti Filipina dan Indonesia yang tunduk di bawah kebijakan imperialisme AS, yang melanggengkan keterbelakangan, sehingga perusahaan monopoli asing dan bank-bank AS dapat mengambil keuntungan besar [superprofits] dari pengurasan sumber daya alam, perdagangan timpang dan riba internasional. Pengabdian neokolonial selanjutnya dimanifestasikan oleh negara-negara ini dengan cara membuka lebih lanjut tanah lahan mereka, perairan dan ruang udara telah disediakan untuk mendirikan pangkalan militer AS yang baru dan melanjutkan pengembangan berbagai pangkalan, perluasan atau pengaktipan-kembali yang lama, serta kebebasan bergerak yang lebih luas bagi angkatan bersenjata AS dalam konteks berancang-ancang membangun keseimbangan kekuatan militer AS.
Seperti di semua negara terbelakang , massa rakyat yang luas, terutama buruh serta petani yang sudah bekerja keras itu, harus berjuang demi kemerdekaan nasional, demokrasi, pembangunan ekonomi riil, keadilan sosial dan solidaritas internasional melawan imperialisme dan kaum reaksioner. Hanya mereka sendiri, bukan negara boneka reaksioner yang ada, dapat memperjuangkan hak-hak dan kepentingan mereka sendiri untuk akhirnya mendirikan negara demokrasi rakyat yang berfungsi sebagai benteng pembebasan dan pembangunan nasional dan sosial.
Dalam konteks ini, ILPS selalu berkomitmen penuh untuk membangkitkan, mengorganisasi dan memobilisasi rakyat untuk melawan imperialisme dan reaksi, serta untuk menegakkan hak-hak dan kepentingan nasional dan demokratis mereka. Sebagai catatan, kami menegaskan kembali dukungan penuh kami untuk melanjutkan perjuangan rakyat melawan WTO dan globalisasi imperialis, serta untuk Satuan-Gugus Rakyat Sedunia yang diselenggarakan untuk melawan KTT [Konperensi Tingkat Tinggi] WTO yang ke-9. Kami berterima kasih kepada Anda semua yang telah berpartisipasi dalam forum ini. Kami berharap Anda meraih kemenangan besar dalam perjuangan anti-imperialis dan demokratis rakyat Anda .
Disampaikan dalam Forum Publik “Perlawanan Rakyat terhadap WTO dan Globalisasi Imperialis” yang diorganisasi oleh ILPS, 5 Desember 2013
Rekan-rekan sekerja dan teman-teman sekalian yang saya hormati,
Saya sangat gembira dapat membuka forum ILPS ini dalam rangka perlawanan rakyat terhadap WTO dan Globalisasi Imperialis . Saya menyambut seluruh peserta forum ini. Dan saya mengucapkan selamat kepada ILPS Indonesia dan perwakilan ILPS dari negara-negara lain serta seluruh jajaran pimpinan terkait dari Komite Koordinasi Internasional ILPS yang menyelenggarakan forum ini .
Atas nama ILPS, saya telah membuat pernyataan komprehensif dalam pesan saya kepada Satuan-Gugus Rakyat Sedunia serta dalam pidato saya pada Sidang Pleno Satuan-Gugus Rakyat Sedunia ini. Dalam pesan tersebut , saya membahas isu utama dalam perjuangan rakyat melawan WTO dan globalisasi imperialis dan mendesak orang-orang untuk mengintensipkan perlawanan yang ada. Dalam pidato tersebut pada sidang pleno Satuan-Gugus Rakyat Sedunia itu, saya juga menyampaikan tinjauan umum sejarah pelbagai masalah dan perkembangan perlawanan rakyat terhadap WTO dan pendahulunya yakni GATT, serta lembaga-lembaga imperialis lainnya seperti IMF dan Bank Dunia .
Sehubungan dengan tujuan forum ini, saya disarankan untuk memusatkan perhatian pada hubungan WTO dengan dorongan berkelanjutan dari AS untuk mendesakkan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik (TPPA) serta untuk membangun kembali keseimbangan militer atau kekuatan poros AS untuk Asia Timur. Saya setuju bahwa perhatian setajam-tajamnya harus diletakkan pada perkembangan terakhir ini, karena pelbagai hal itu sangat lah penting bagi sebagian terbesar rakyat dunia yang berada di wilayah termaksud, karena, ini semua secara tepat merupakan sasaran perhatian yang sungguh-sungguh dibutuhkan dan kepada kaum oposisi militan saat ini dan tahun-tahun mendatang .
WTO merupakan kerangka kerja menyeluruh dari kekuatan imperialis yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mengatur perdagangan barang dan jasa, untuk mempromosikan perjanjian perdagangan pada berbagai skala, untuk memastikan dominasi negara-negara maju, untuk menyelesaikan perbedaan di antara mereka dalam bidang perdagangan serta hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan, serta untuk mengabadikan ketimpangan hubungan perdagangan antara negara-negara imperialis dan negara-negara terbelakang.
Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik berada dalam lingkup WTO. Ini adalah perjanjian perdagangan negara yang dihubungkan oleh Samudra Pasifik, meski secara mencolok belum mencolok tidak mencakup China. Sudah menjadi rahasia umum bahwa AS membayangkan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik sebagai cara untuk menjamin dominasi perdagangan oleh AS dan menekan China untuk melakukan swastanisasi BUMN yang tersisa, dan memungkinkan penetrasi ekonomi AS lebih lanjut, atau mengalami pukulan ketika terisolasi dari, atau tidak berada dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik. Perjanjian Kemitraan ini juga dapat berfungsi sebagai bentuk pengaruh dalam pembicaraan WTO, sehingga AS dapat meraih konsesi-konsesi secara maksimal dari negara-negara terbelakang serta negara-negara kapitalis.
Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik peroleh dukungan strategis dalam rangka membangun kembali keseimbangan militer AS atau poros AS untuk Asia Timur, yang mencakup penempatan pasukan militer AS berjangka panjang, termasuk 60 persen kekuatan angkatan laut AS, di kawasan Asia – Pasifik. Tujuan mencolok AS adalah untuk memukul China dan mempengaruhi perkembangan ekonomi , politik dan budaya di China, serta untuk mengendalikan negara-negara ASEAN dan negara-negara Asia – Pasifik lainnya untuk mewujudkan tujuan termaksud.
China hari ini memiliki PDB terbesar kedua (dengan 9 triliun dollar Amerika , di samping 16.2 2 trilyun dolar Amerika yang dimiliki AS ) di dunia karena penduduknya yang besar sekali, dengan gedung-gedung raksasa yang berfungsi publik maupun swasta dan gelembung-gelembung keuangan yang dihasilkan oleh kebijakan ekonomi neoliberal. Namun demikian, China masih merupakan negara miskin karena kekayaan masyarakat disedot oleh kaum borjuasi besar asing serta lokal.
Di dalam masyarakat China terdapat pertentangan yang sangat mencolok. China secara tajam terbagi antara borjuasi besar yang telah mengumpulkan kekayaan sangat besar dan rakyat pekerja buruh dan petani yang telah dihisap dan ditindas secara dahsyat. Massa buruh dan tani sangat menderita akibat pengangguran, inflasi, kurangnya pelayanan sosial, serta akibat semakin meluasnya kemiskinan, polusi serta berbagai penyakit sosial lainnya, terutama ketika krisis ekonomi dan sosial semakin memburuk.
Di kalangan borjuis China, kaum kapitalis birokrat memiliki kecenderungan untuk mempertahankan BUMN karena hendak memastikan penerimaan negara serta menguatkan kemampuannya untuk penugasan yang bertujuan membangun kekuatan militer dan melakukan investasi asing; dengan demikian menjamin kebangkitan China sebagai kekuatan imperialis . Mereka terus mengibarkan bendera komunis untuk rasa kenyamanan semata . Tapi mereka didorong oleh nasionalisme serta ultra- nasionalisme .
Meski telah mampu menggunakan BUMN sebagai mitra dan sapi perahan , kaum borjuis swasta tertarik untuk lebih lanjut melakukan swastanisasi dan di bawah panji demokrasi memperoleh kekuasaan politik dari partai pseudo-komunis. Dengan melaksanakan Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik dan membangun poros di Asia Timur, AS berusaha untuk menguatkan ekonomi swasta dan apa yang disebut gerakan demokrasi di China demi menuntut privatisasi lebih lanjut dan demokratisasi .
Dalam rangka penempatan strategis kekuatan militer AS di Asia Timur, yang menjadi busur pertama serangan terhadap China dan juga Republik Rakyat Demokratik Korea adalah kekuatan militer AS di Jepang , Korea Selatan , Okinawa , Filipina dan negara-negara Asia Tenggara lainnya dan busur kedua serangan adalah kekuatan-kekuatan militer AS di Guam dan di kepulauan Pasifik dan Australia . Pelbagai kekuatan ini dikendalikan serta dikoordinasi oleh Komando Pasifik AS yang berbasis di Hawaii, yang dilakukan dalam kerangka perjanjian operasional dengan pemerintah di kawasan Asia – Pasifik, terutama negara-negara di mana ditempatkan pasukan militer AS.
Penempatan pasukan militer AS untuk menyerang China sebagaimana disebutkan di atas, pada hakekatnya merupakan sebuah tindakan yang bersifat memulai, berlaku untuk waktu yang tidak terbatas, dan secara langsung bermaksud mengkonsolidasikan dan mengukuhkan lebih lanjut kepentingan-kepentingan AS di berbagai negara di wilayah ini. Untuk waktu yang lama AS dan China akan mempertahankan pertentangan dan benturan dalam hubungan di antara mereka, untuk mempromosikan kepentingan masing-masing bersama, serta untuk menstabilkan benturan mereka dengan mengorbankan negara-negara lain di wilayah ini.
Demi kepentingan AS, China bukan lah obyek yang pasip. Kaum kapitalis birokrat telah menyelaraskan kedaulatan nasional sebagaimana dipegang oleh orang-orang China, melalui tahapan baru revolusi China terdahulu, secara demokratis dan sosialis, serta melalui modal sosial yang dicapai di bawah sosialisme. Negara digunakan mereka untuk menarik keuntungan tertentu dengan cara memaksa rakyat untuk berdisiplin kerja serta patuh. Mereka tidak tidak lagi melayani rakyat China, tapi mengabdi kepada pemodal China dan melindunginya dari tekanan terburuk oleh kekuatan asing.
China adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memiliki hak veto. Ia merupakan anggota utama IMF, Bank Dunia dan WTO dan merupakan anggota yang lebih berbobot dalam Kelompok 20 yang muncul sebagai akibat dari memburuknya krisis kapitalis dunia hari ini. Untuk dunia China telah menjadikan negeri sebagai tempat di mana buruh boleh diperas lewat upah murah dan jam kerja panjang, sesuai dengan kebijakan AS di bidang outsourcing manufaktu. Dengan begitu, China berhasil meraup dolar dalam jumlah besar, agar mampu membeli pelbagai bentuk keamanan AS, menjadi kreditor terbesar AS, serta dapat menanam modal dalam skala global.
China terus menerus mengasosiasikan diri sebagai negara dunia ketiga, ketika memfasilitasi investasi asing ke dalam negeri serta melakukan perdagangan. Untuk menegaskan kemerdekaan dari kekuatan imperialis tradisional di bawah pimpinan AS, China memainkan peran luar biasa sebagai anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan). Ini merupakan blok [kekuatan] ekonomi yang memiliki berbagai produk serta kapasitas ekonomi yang cukup komprehensif untuk menangkis akibat terburuk yang didesakkan oleh kekuatan imperialis tradisional, dan, dalam hal-hal tertentu, dapat menegaskan kemandirian ekonomi dari mereka. Misalnya, dapat memulai proyek-proyek ekonomi bersama tanpa AS serta tanpa menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan di antara mereka.
Setelah mendukung AS dalam perang agresi terhadap Irak, China dan Rusia menjadi lebih waspada ketika harus membiayai skema strategis Amerika Serikat untuk memperluas kepentingan AS. Syahdan, mereka menggunakan Shanghai Cooperation Organization sebagai bentuk perlawanan keamanan ketika menghadapi polah manuver agresi mencolok oleh AS dan mitra NATO-nya di Asia Tengah, Asia Barat dan Afrika. China dan Rusia juga telah terlibat dalam latihan militer bersama di Asia Timur Laut dalam rangka untuk melawan latihan militer yang dilancarkan AS di seluruh Asia Timur. Di Dewan Keamanan PBB, mereka telah mengambil posisi melawan AS dan sekutu tradisionalnya berkaitan dengan Libya, Suriah dan Iran dan menindak-lanjuti hasil kompromi.
AS sedang mencoba untuk meraih keuntungan dari berbagai ketegangan antara China dengan negara-negara tetangga, yang muncul dari konflik akibat klaim atas pelbagai wilayah di laut bebas. Sikap netral AS atau pun yang secara terbuka berpihak ke satu sisi, senantiasa disesuaikan dengan kepentingan AS sendiri. Kasus pulau Diaoyu menunjukkan dukungan AS atas klaim Jepang yang didasarkan pada premis bahwa pulau itu merupakan rampasan perang. Tampak lebih mengesankan ketika tampil bersikap relatip netral sehubungan dengan sengketa wilayah yang melibatkan China dan negara-negara Asia Tenggara di perairan mereka, meskipun fakta bahwa pulau-pulau yang dipersengketakan, bagai terumbu karang dan beting yang tak dapat disangkal berada dalam zona 200 mil ekonomi eksklusif suatu negara, yang dilindungi oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Populasi ASEAN besar dan wilayahnya pun luas serta kaya akan sumber daya alam. Ini memiliki potensi tinggi sebagai pasar bersama bagi negara-anggota. Tapi secara umum, tingkat perkembangan mereka dalam hal industrialisasi yang menyeluruh, masih lah rendah, meskipun pada masa sebelumnya pernah disebut sebagai mukjizat macan Asia Tenggara sehubungan dengan meledaknya sektor semi-manufaktur dan bangunan, serta hype terus-menerus tentang pertumbuhan cepat yang kebal terhadap krisis kapitalisme global. Pada umumnya, mereka disandera secara ekonomi dan finansial oleh kekuatan-kekuatan imperialis. Setidaknya empat di antara mereka telah terjebak dalam pembicaraan dalam rangka Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik (TPPA). Pada saat yang sama, China memperkarakan ASEAN dalam kerangka sistem kapitalis dunia dan kebijakan ekonomi neoliberal.
Saya telah diberitahu bahwa Kelompok 33 (G33) negara-negara berkembang, yang meliputi Filipina dan Indonesia serta China dan India, telah mendorong untuk menyurutkan liberalisasi pertanian dalam pembicaraan WTO di Bali, sembari berharap, dengan cara apa pun, mampu menghadapi serangan neoliberal. Sementara setiap konsesi dimenangkan oleh negara-negara dunia ketiga yang memiliki nilai positif, mereka jelas terlalu lemah sekali untuk mematahkan cengkraman imperialis.
Sementara Indonesia dan Filipina sering diangkat-angkat sebagai generasi penerus atau bahkan sebagai model “kebangkitan” ekonomi bagi negara-negara terbelakang untuk ditiru, jalur untuk pembangunan yang sejati dihadang di tiap langkah oleh imperialisme. Semua negara-negara terbelakang di Asia Tenggara dan daerah lainnya harus menegaskan kemerdekaan nasional dan melaksanakan pembangunan ekonomi riil melalui reformasi industrialisasi dan reformasi agraria, jika mereka ingin lolos dari cengkeraman raksasa seperti Amerika Serikat dan China melalui pelbagai benturan dan pertengkaran mereka. Tidak ada cara lain. Tapi negara-negara terbelakang seperti Filipina dan Indonesia yang tunduk di bawah kebijakan imperialisme AS, yang melanggengkan keterbelakangan, sehingga perusahaan monopoli asing dan bank-bank AS dapat mengambil keuntungan besar [superprofits] dari pengurasan sumber daya alam, perdagangan timpang dan riba internasional. Pengabdian neokolonial selanjutnya dimanifestasikan oleh negara-negara ini dengan cara membuka lebih lanjut tanah lahan mereka, perairan dan ruang udara telah disediakan untuk mendirikan pangkalan militer AS yang baru dan melanjutkan pengembangan berbagai pangkalan, perluasan atau pengaktipan-kembali yang lama, serta kebebasan bergerak yang lebih luas bagi angkatan bersenjata AS dalam konteks berancang-ancang membangun keseimbangan kekuatan militer AS.
Seperti di semua negara terbelakang , massa rakyat yang luas, terutama buruh serta petani yang sudah bekerja keras itu, harus berjuang demi kemerdekaan nasional, demokrasi, pembangunan ekonomi riil, keadilan sosial dan solidaritas internasional melawan imperialisme dan kaum reaksioner. Hanya mereka sendiri, bukan negara boneka reaksioner yang ada, dapat memperjuangkan hak-hak dan kepentingan mereka sendiri untuk akhirnya mendirikan negara demokrasi rakyat yang berfungsi sebagai benteng pembebasan dan pembangunan nasional dan sosial.
Dalam konteks ini, ILPS selalu berkomitmen penuh untuk membangkitkan, mengorganisasi dan memobilisasi rakyat untuk melawan imperialisme dan reaksi, serta untuk menegakkan hak-hak dan kepentingan nasional dan demokratis mereka. Sebagai catatan, kami menegaskan kembali dukungan penuh kami untuk melanjutkan perjuangan rakyat melawan WTO dan globalisasi imperialis, serta untuk Satuan-Gugus Rakyat Sedunia yang diselenggarakan untuk melawan KTT [Konperensi Tingkat Tinggi] WTO yang ke-9. Kami berterima kasih kepada Anda semua yang telah berpartisipasi dalam forum ini. Kami berharap Anda meraih kemenangan besar dalam perjuangan anti-imperialis dan demokratis rakyat Anda .
No comments