Release Indonesia People Aliance: BUBARKAN WTO! JUNK WTO!
Unknown
00:03
0
BUBARKAN WTO! JUNK WTO!
Akhiri Migrasi dan Ciptakan Lapangan Kerja
Bangun Industri Nasional dan Wujudkan Reforma Agraria Sejati
Tolak Upah Murah! Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing
Jamin Kepastian Kerja! Penuhi Perlindungan Sejati Bagi BMI & Keluarganya!
Tahun ini, Indonesia menjadi tuan rumah bagi tiga pertemuan
Internasional yaitu MDGs, APEC dan WTO. Setelah gagal mencapai
kesepakatan penting di pertemuan terakhirnya di Hong Kong tahun 2005
karena perlawanan massal rakyat Hong Kong dan dunia, kali ini World
Trade Organization akan menggelar Konferensi Tingkat Menteri ke-9 dari
tanggal 3 – 6 Desember 2013 di Bali.
Tetapi dibalik itu, pertemuan-pertemuan tersebut sebenarnya bertujuan
untuk menyelamatkan negara-negara pemilik modal (imperialis) dari
krisis yang dialaminya. Maka dari itu, ketiga pertemuan internasional
tersebut hakekatnya untuk mengesahkan kesepakatan-kesepakatan yang akan
menguntungkan para negara pemodal ini dan tentunya merugikan mayoritas
rakyat dunia termasuk buruh migran.
Apa Itu WTO?
WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia yang didirikan pada tahun
1995. Ia merupakan organisasi perdagangan dunia yang paling berkuasa dan
dibawah kontrol kuat perusahaan-perusahaan besar milik kapitalis
(pemilik modal) monopoli dunia (MNc/TNc) dan negara-negara imperialis
untuk mempertahankan kepentingan jahat dan busuk mereka.
WTO adalah sarana utama bagi perusahaan-perusahaan besar milik
kapitalis (pemilik modal) monopoli asing dan negara-negara imperialis
untuk melanggengkan penjajahan ekonomi mereka terhadap bangsa-bangsa di
dunia, khususnya negeri-negeri terbelakang di Asia, Afrika dan Amerika
Latin. Untuk menjalankan politiknya, mereka menggunakan akal bulus
berkedok “globalisasi, pembangunan dan perdagangan bebas” untuk menipu
rakyat dunia. Globalisasi pada hakekatnya adalah imperialisme, suatu
bentuk penjajahan politik, ekonomi, kebudayaan dan militer yang tidak
ada bedanya dengan jaman kolonialisme (penjajahan). Dunia di bawah
sistem kapitalisme (teori pemilik modal) dan di jaman imperialis yang
sedang krisis, membusuk dan sekarat sekarang ini, memustahilkan adanya
pembangunan dan kesejahteraan.
Kebijakan-kebijakan WTO sangat diskriminatif, tidak demokratis dan
sangat memaksakan kebijakan yang menguntungkan negeri-negeri pemilik
modal besar asing (imperialis) dan merugikan kepentingan rakyat di
negeri-negeri terbelakang. Misalnya, memberikan perlakuan istimewa
kususnya Amerika. Sering sekali Amerika melanggar perjanjian WTO, namun
tidak pernah mendapatkan sanksi. Walaupun didalam peraturan semua
anggota WTO harus menerapkan pajak impor paling rendah bagi semua
anggota.
Didalam peraturan WTO tidak ada pertimbangan atas barang-barang hasil
produksi yang merugikan bagi rakyat dan lingkungan. WTO juga mewajibkan
bagi semua anggotanya untuk memberi perlakuan perlakuan yang sama bagi
kedua belah pihak, baik barang impor atau buatan lokal. Misalnya,
perusahaan sepatu Nike yang mempekerjakan pekerja anak-anak membayar
biaya pajak dalam jumlah yang sama dengan sepatu Eagle yang dibuat oleh
perusahaan lokal. Jika India memberikan subsidi kepada perusahaan
komputer milik lokal guna memperbaiki Information Technology Industry,
juga harus memberikan jumlah subsidi yang sama kepada perusahaan Amerika
seperti Microsoft, jika mereka memutuskan untuk membuka bisnis di
India. WTO menerapkan prinsip-prinsip neo-liberal (liberal gaya baru) di
setiap sektor ekonomi bukan hanya barang dagangan. Adapun
prinsip-prinsip dan perjanjian didalam WTO yaitu: GAATS, AOA, TRIPS,
NAMA, GATS, TRIMS, SPS, ASCM, TBT, AGP, FSA.
Krisis global tahun 2008 semakin menguak bahwa WTO hanyalah sebuah
lembaga yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan dunia demi
keuntungan negara-negara adikuasa seperti Amerika dan Eropa. WTO
hakekatnya seperti VOC di masa Belanda. WTO memaksa semua negara di
dunia menjadi anggotanya dan kemudian mengikat semua negara di dalam
aturan-aturan perdagangannya yang tidak adil dan merugikan, utamanya
negara-negara berkembang dan miskin seperti Indonesia.
Selama hampir 2 dekade eksis di kancah perdagangan dunia, dampak WTO
terhadap rakyat dunia sangat merusak dan menghancurkan. WTO menjadikan
sumber daya alam dan pelayanan publik bagi masyarakat (pendidikan,
kesehatan, lingkungan, dsb) sebagai barang dagangan dan menempatkan
rakyat hanya sebagai tenaga kerja murah dan pasar bagi produk jadi
mereka. WTO adalah salah satu alat negara-negara adikuasa (imperialis)
untuk merampok negeri-negeri kaya alam tapi miskin ini.
WTO tidak akan sukses menghisap negeri-negeri berkembang tanpa
bantuan pemerintah boneka di setiap negara dan salah satunya adalah
Susilo Bambang Yudhoyono dan kroni-kroninya. Tahun ini, bahkan SBY
dipercaya menjadi tuan rumah dan dijadikan perwakilan negara-negara
adikuasa ini untuk memenangkan beberapa kesepakatan yang mereka
inginkan. Kesepakatan tersebut tercantum di dalam Paket Bali (Bali
Package).
Adapun Bali Package (Paket Bali) terdiri dari 3 poin utama:
- Agriculture (Pertanian) - Persatuan negara-negara berkembang (G33) akan memperjuangkan kesepakatan agar diijinkan menambah subsidi bagi pertanian lokal mereka
- Least Develop Countries Issues - (Masalah-masalah negeri yang kurang berkembang) Akan memperjuangkan kesepakatan agar dibebaskan mengekspor produk sebanyaknya tanpa kuota dan pajak dengan prosedur yang mudah
- Trade Facilitation (Fasilitas perdagangan) - Negara-negara imperialis akan memperjuangkan kesepakatan ini supaya negara-negara berkembang memperbaiki fasilitas jalur perdagangan mereka sehingga produk impor lebih mudah masuk
Kesepakatan dan dampaknya terhadap BMI dan Keluarga
Peraturan yang berdampak terhadap BMI dan Keluarganya tercantum
didalam GATS. GATS/General Agreement on Trade in Services (Perjanjian
Umum tentang Perdagangan dalam Bidang Jasa). Menjual sektor pelayanan
sebagai barang dagangan. Privatisasi sektor pelayanan ini diantaranya
air, air yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok yang telah tersedia di
bumi dan menjadi hak rakyat diseluruh dunia, sekarang diprivatisasi.
Pengambilan air dari gunung-gunung sumber air dan dijadikan minuman
kemasan (Aqua, Nestle, Ades, Amidis dll). Akibatnya rakyat dipegunungan
kesusahan dalam mengakses air, begitu juga rakyat didataran rendah susah
mengakses air bersih karena sudah tercemar oleh limbah industri.
Didalam WTO migrasi pekerja diatur dalam kategori Perdagangan Jasa
seperti yang tercantum dalam ‘GATS Mode 4’ (movement of Natural Person)
satu bentuk pelayanan diantara anggota WTO. GATs Mode 4 diadakan untuk
menjawab kebutuhan adanya liberalisasi pertukaran buruh murah tanpa
batas (disamakan seperti barang/komoditi). GATS Mode 4 mengatur migrasi
buruh expats (skilled), tenaga kesehatan, konstruksi, tour guide,
akuntan, software developer. Walaupun tidak mengatur Pengiriman Buruh
Migran Un skill, Undocumented, namun didalam kenyataan WTO memaksa
negara anggota untuk mengatur pengiriman buruh migran dengan mudah,
menjalankan sistim kontrak tidak ada jaminan perlindungan sosial,
pekerjaan dan gaji. Dengan mudah dipindah-pindahkan tanpa harus
memberikan hak-hak dasar (tidak ada MoA sebelum mengirimkan, tidak ada
kontrak kerja standar).
Wujud dari GATS Mode 4 adalah membuat skema bagaimana menggunakan
peluang-peluang dari ketersediaan pasokan tenaga-tenaga kerja murah di
negara-negara berkembang/terbelakang untuk mensukseskan penanaman
investasi diberbagai negeri untuk membantu penyelesaian persoalan krisis
didalam negeri-negeri maju khususnya Amerika Serikat. Pemilik modal
besar asing sengaja menciptakan Ekspor Buruh Migran untuk menghadapi
krisis, dengan menciptakan buruh murah dan sistim kontrak agar laba yang
diterima terus bertambah.
Bukan hanya peraturan didalam GATS mode 4 yang mengatur buruh migran.
Pemilik besar asing juga meng-global-kan pertukaran buruh migran murah
melalui Forum Global Tentang Migrasi dan Pembangunan (GFMD), dan Dialog
Tingkat Tinggi PBB demi mendapatkan tenaga kerja profesional tapi murah
dengan hak yang terbatas Semua kesepakatan WTO &
perjanjian-perjanjian lain yang menganut prinsip globalisasi neoliberal
hanya akan memperburuk kehidupan rakyat (termasuk keluarga BMI) sehingga
memaksa buruh migran mengirim lebih banyak remitansi padahal upah
rendah dan tidak ada jaminan kerja. WTO juga memberi keleluasaan bagi
perusahaan-perusahaan besar untuk mempekerjakan buruh murah yaitu buruh
migran kontrakan seperti yang terjadi di Korea, Taiwan, Malaysia dan
pekerja musiman di Kanada.
Indonesia sebagai negara anggota WTO dan juga sekaligus sebagai
boneka negara adikuasa juga menerapkan kebijakan yang diiginkan oleh
tuannya negara adikuasa pimpinan Amerika Serikat.
Dalam kebijakan di tanah air, deregulasi (kebijakan) atas globalisasi
neoliberal untuk BMI dipaksakan melalui instruksi Presiden No.3 tahun
2006 terkait Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi Kebijakan dan
reformasi sistem penempatan dan perlindungan TKI bertujuan untuk
peningkatan ekspor tenaga bekerja (1 juta pertahun). Inpres Presiden dan
reformasi sistim penempatan terwujud dalam revisi UUPPILN no.39/2004,
dimana isi revisi dalam Revisi UUPPILN sangat jauh dari kata perlindugan
BMI dan Keluarganya. Dalam Revisi UUPPILN masih memberikan wewenang
kepada PJTKI dan Agensi sepenuhnya. Revisi UUPPILN masih jauh dari
perlindungan, secara umum isi dari revisi UUPPILN sebagai berikut:
- Tidak mengakui Migrasi Terpaksa (Forced Migration) dimana mayoritas BMI di Luar Negeri adalah bekerja di sektor informal dan 80% perempuan.
- Tidak ada kontrak kerja standar yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia bagi BMI yang dikirim ke Luar Negeri.
- Pengiriman jalur Satu Pintu harus melalui PPTKIS. Hal ini mengakibatkan BMI dikurung di penampungan dengan dalih training, Pemalsuan identitas, ditahan surat tanah/ijasah/dsb, dilecehkan secara verbal, fisik, seksual, dan diperlakukan secara tidak manusiawi dll.
- Diskriminasi terhadap perempuan, karena perempuan dilarang hamil selama bekerja.
- Biaya penempatan yang sangat tinggi (overcharging).
- Tidak ada sanksi kriminal bagi PJTKI. Tidak ada skema penuntutan ganti rugi.
- Tidak mengakui dan melibatkan serikat/organisasi BMI dalam pembuatan kebijakan bagi buruh migran.
- Pemerintah lepas tanggungjawab terhadap perlindungan BMI & Menswastanisasikan Perlindungan. BMI diwajibkan membeli asuransi melalui skema KTKLN, dan jika terjadi suatu apa dengan BMI, pihak asuransi yang akan menanggung. Namun kenyataanya jika BMI mengeklaim asuransi, sangat dipersulit dan jarang sekali BMI & Keluarganya yang menerima asuransi.
Akibat dari swastanisasi perlindungan, kondisi BMI diluar negeri
sangat jauh dari perlindungan dan juga mendapatkan diskriminasi dari
pemerintah negara penempatan (menerima gaji yang sangat rendah,
diharuskan dengan sistim kontrak dan outsourching, tidak mendapat
jaminan sosial, tidak diperbolehkan ganti pekerjaan, tidak diperbolehan
hidup bersama keluarganya dinegara penempatan dll).
Buruh Migran Lahir Dari Pemiskinan
Buruh migran terpaksa bermigrasi karena penghisapan negara-negara
adikuasa (imperialis) terhadap alam dan rakyat di negeri asalnya. WTO
merampasi sumber hidup dan merendahkan martabat rakyat dunia.
Penghisapan inilah yang kemudian perlahan melahirkan gelombang
kemiskinan yang kian melebar. Kelaparan, buta huruf, penyakit menular,
tingginya tingkat kematian menjadi konsekwensi yang tidak terhindarkan.
Akhirnya, rakyat yang menanggung semua konsekwensinya perlahan
meninggalkan kampung halaman untuk bekerja ke kota, pulau lain dan luar
negeri sebagai buruh murah. Penghisapan ini yang menghancurkan
masyarakat kita dan memaksa kita menjadi BMI.
Setelah diluar negeri, buruh migran masih dimanfaatkan tenaga
kerjanya sebagai buruh murah, kontrak dan sementara tanpa jaminan kerja
serta hak menetap. Lebih dari itu, uang hasil kerja (remitansi) juga
dimanfaatkan untuk mengsubsidi rakyat miskin (keluarga) dan menggerakan
roda ekonomi di negara asalnya yang sudah macet.
BMI dihisap dengan dijadikan buruh murah tanpa hak layak, diikat
dengan berbagai kebijakan, seperti tidak adanya kontrak kerja, batasan
tinggal, pelarangan pindah majikan atau kerja, jam kerja panjang, dsb
(labour flexibility, contractualization). Bahkan tidak mendapat
pengakuan hukum dari negara tempatnya bekerja.
Disisi lain pemerintah menciptakan skema Labour Export Program
(program pengiriman tenaga kerja) dalam rangka menambah pendapatan
negara (remitansi) untuk mendukung menopang sumber pemasukan bagi
pemerintah dan pembangunan neo liberal di negara tujuan dengan
menciptakan ilusi-ilusi seperti interprenership, KUR, dsb. Skema ini
dilegalisasikan melalui pembangunan Global Forum on Migration and
Development (GFMD). Selain itu tujuan lain dari Labour Export Program
yaitu mengurangi pengangguran dan mengurangi dampak sosial sebagai imbas
dari pemiskinan. Pemerintah juga menerapkan politik penelantaran
terhadap buruh migran diluar negeri dengan mengswastanisasikan
pengiriman, perlindungan dan menolak memberikan pelayanan yang
dibutuhkan diluar negeri dan keluarganya.
Buruh Migran & Keluarganya Menyatakan sikap Tolak dan
Bubarkan WTO dan Berikan Perlindungan Sejati Kepada BMI dan Keluarganya!
Buruh Migran punya pengalaman penting dalam menyikapi WTO. Di tahun
2005, ribuan Buruh Migran termasuk dari Indonesia turut berpartisipasi
dalam Kampanye Menolak WTO yang dipimpin Hong Kong People Alliance on
WTO (HKPA). Kita aktif menggelar pendidikan, turun ke jalan dan membuat
berbagai atribut untuk menyatakan penolakan kita terhadap WTO.
BMI dan Keluarganya harus berorganisasi dan bersama-sama dengan
rakyat Indonesia lainnya untuk menuntut diciptakannya UU Perlindungan
Sejati bagi BMI dan Keluarganya, sesuai dengan konvensi PBB 1990 dan
konvensi ILO C189. Hanya dengan bersatu, perlindungan sejati akan
didapatkan. Untuk menyikapi KTM-WTO Ke-9, BMI dan keluarganya harus
bersama-sama dengan buruh migran dari segenap rakyat tertindas dunia dan
Indonesia. Hanya dengan persatuan agenda globlasisasi dibawah pimpinan
pemilik modal besar asing (Amerika) bisa digagalkan . Terlebih dari itu,
BMI dan Keluarganya menginginkan disediakannya lapangan pekerjaan yang
layak dan jaminan sosial.
Buruh Migran dan keluarganya juga menyatakan diri siap untuk melawan
WTO. Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI Indonesia) menolak KTM-WTO di
Bali ini dipimpin oleh Indonesian People Alliance (IPA).
Apa Yang Harus Dilakukan BMI & Keluarganya?
1. Bergabung dengan agenda IPA diberbagai daerah
2. Bergabung di agenda People Global Camp Bali (2-7 Desember 2013)
Mimbar bebas, speak out, workshop, Aksi piket, Pemutaran Film, Pagelaran Budaya.
3. Mengikuti puncak aksi bersama pada Hari Migran Internasional (18 Desember 2013)
4. Mengadakan pendidikan, menyebarkan propaganda melalui berbagai media sosial!
Tuntutan BMI & Keluarganya:
- Cabut UUPPTKILN No.39/2004! Ganti dengan UU Perlindungan BMI!
- Berlakukan Kontrak Mandiri!
- Training Harus Diberikan Oleh Pemerintah Secara Gratis!
- Ciptakan Peratutan Biaya Penempatan yang jelas dan murah.
- Ciptakan Kontrak Kerja Standar sesuai dengan Konvensi ILO 189 dan Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Terhadap Buruh Migran dan Keluarganya.
- Hapus Monopoli pengiriman dari pihak PJTKI dan agensi.
- Ciptakan mekanisme untuk penuntutan dan ganti rugi bagi korban, serta berikan hukuman pidanankepada PJTKI, agensi dan calo
- Akui hak-hak BMI tak Terdokumentasi(Undocumented)!
- Hapuskan Mandatory Asuransi dan KTKLN!
- Berlakukan Kontrak Mandiri bagi BMI!
- Akui Kebebasan Berserikat/Berorganisasi dalam pengaturan dalam PHI!
- Hapuskan Terminal Khusus TKI!
- Berikan Perlindungan Sejati Bagi BMI (Pelayanan Langsung Pemerintah Bukan swastanisasi).
- Hentikan ekspor tenaga kerja, Ciptakan Lapangan Kerja, Berikan Perlindungan Sejati Bagi Buruh Migran dan Keluarganya!
Jakarta, 13 Nopember 2013
No comments