RA. Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang
Unknown
02:18
0
Perempuan Kartini yang terlahir dari keluarga bangsawan di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 telah menorehkan sejarah gemilang Perempuan Indonesia dengan otobiografi perjalanan pejuangannya demi membebaskan Perempuan negeri ini dari penjara patriarki yang terbungkus adat.
Buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya RA Kartini banyak dibuka, dibaca kemudian dimaknai sehingga dijadikan landasan pergerakan individu Perempuan atau kelompok Permpuan untuk bangkit dari kungkungan perdaban yang menempatkan perempuan pada ruang sempit dengan istilah KONCO WINGKING (Teman di belakang laki-laki).
Banyak versi mengungkapkan makna yang tersirat dalam judul buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang judul aslinya Door Duisternis Tot Licht” namun demikian apapun versi yang terlahirkan, semangat perlawanan itu telah lahir menantang kaum perempuan untuk menjadi manusia utuh tanpa berbeda dengan laki-laki.
Perjuangan Kartini telah menjadi inspirasi kuat perempuan-perempuan Indonesia untuk menggeliat melawan ketidak adilan terhadap keperempuanan dari belenggu adat dan agama. Perlawanan itu tentu membuat banyak laki-laki merasa bahwa para perempuan telah mulai melawan kodratnya sendiri yang oleh adat maupun agama di tempatkan pada tempat dengan segala batasan dan aturan yang mengikat dan harus di patuhi dengan imbalan syurga.
Kini telah banyak lahir perempuan-perempuan yang terus bangkit meraih harkat dirinya membangun kekuatan pondasi perlawanan dengan penguasaan perempuan terhadap bidang pendidikan dan ekonomi di sektor publik dan domestik untuk membentuk kekuatan besar melawan ketidak adilan gender dalam bentuk sikap mental negatif, marjinalisasi, adat istiadat, kekerasan seksual, dan kebijakan pemerintah.
Sebagai sesama manusia yang setara dengan laki-laki dalam segala lini kehidupan perlawanan perempuan dilakukan bukan hanya berdasarkan ketidak adilan gender dalam arti kata yang sempit akan tetapi perlawanan perempuan terhadap ketidak adilan atas beragam fakta yang dialami perempuan pada marjinalisasi, kekerasan, dan beban tugas. Sehingga ketertindasan yang dirasakan perempuan pada keterbatasan untuk bertindak, memilih, memegang prinsip hidupnya sebagai diri sendiri (bukan milik laki-laki), seksualitas dan tubuhnya mampu terwujud sebagai kemerdekaan.
Bekasi, 20 April 2014
Nisma Abdullah
No comments