Penghentian Pengiriman TKI ke Arab Saudi Tidak Digubris Pemerintah
Unknown
18:39
0
SBMI, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Muhammad Najib menyayangkan pemerintah yang tidak juga merespons penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi.
Dalam beberapa hari ini, TKI Satinah binti Jumadi asal desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang sedang menunggu kepastian hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan Arab terhadapnya.
"Setop pengiriman pembantu rumah tangga keluar negeri secepatnya, Satinah kini hanya menunggu hari apakah nyawanya bisa terselamatkan atau tidak, ratusan Satinah hanya menunggu giliran," kata Najib di Jakarta, Selasa (18/12).
Satinah dijatuhi hukuman mati (qishah) atas pembunuhan yang ditengarai dilakukannya terhadap majikan perempuannya.
Keluarga korban sendiri sempat menerima diat (uang ganti rugi) yang ditawarkan pemerintah Indonesia namun kemudian meminta kenaikan nilai ganti rugi.
Satinah kemudian mengikuti pengadilan lagi dengan keputusan yang sama yaitu hukuman mati. Namun kepastian penawaran diat masih menggantung.
"Selain Indonesia hanya beberapa negara miskin dan terbelakang yang masih mengirim anak-anak perempuannya keluar negeri sebagai PRT," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Pihak Indonesia, menurut anggota Komisi Luar Negeri ini mampu mengirimkan tenaga profesional ke luar negeri sehingga mereka memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam hak-haknya.
Komisi I DPR, kata dia, sudah sejak lama meminta pemerintah menghentikan pengiriman TKI PRT ke Arab Saudi dan tidak mengkhawatirkan devisa demi keselamatan para pekerja informal Indonesia.
"Penyelesaian dengan membayar diat bukanlah jalan keluar karena hanya akan mengundang lebih besar harga diat dan lebih banyak lagi kasus yang muncul," tutupnya.
Kasus Satinah bukan kasus pertama nasib TKI yang sedang berada di ujung tanduk menunggu hukuman mati pemerintah Arab Saudi.
Dalam beberapa hari ini, TKI Satinah binti Jumadi asal desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang sedang menunggu kepastian hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan Arab terhadapnya.
"Setop pengiriman pembantu rumah tangga keluar negeri secepatnya, Satinah kini hanya menunggu hari apakah nyawanya bisa terselamatkan atau tidak, ratusan Satinah hanya menunggu giliran," kata Najib di Jakarta, Selasa (18/12).
Satinah dijatuhi hukuman mati (qishah) atas pembunuhan yang ditengarai dilakukannya terhadap majikan perempuannya.
Keluarga korban sendiri sempat menerima diat (uang ganti rugi) yang ditawarkan pemerintah Indonesia namun kemudian meminta kenaikan nilai ganti rugi.
Satinah kemudian mengikuti pengadilan lagi dengan keputusan yang sama yaitu hukuman mati. Namun kepastian penawaran diat masih menggantung.
"Selain Indonesia hanya beberapa negara miskin dan terbelakang yang masih mengirim anak-anak perempuannya keluar negeri sebagai PRT," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Pihak Indonesia, menurut anggota Komisi Luar Negeri ini mampu mengirimkan tenaga profesional ke luar negeri sehingga mereka memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam hak-haknya.
Komisi I DPR, kata dia, sudah sejak lama meminta pemerintah menghentikan pengiriman TKI PRT ke Arab Saudi dan tidak mengkhawatirkan devisa demi keselamatan para pekerja informal Indonesia.
"Penyelesaian dengan membayar diat bukanlah jalan keluar karena hanya akan mengundang lebih besar harga diat dan lebih banyak lagi kasus yang muncul," tutupnya.
Kasus Satinah bukan kasus pertama nasib TKI yang sedang berada di ujung tanduk menunggu hukuman mati pemerintah Arab Saudi.
No comments