'Capital Intensive' and 'Labor Intensive' in Indonesia
Unknown
04:16
0
Walaupun judulnya bergaya barat tetapi isinya tetap nasionalisme Indonesia demi menjaga kultur bangsa dan negara serta tanah air tercinta Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang dalam desakan ideologi asing yang berusaha menawarkan ide dan gagasan demi kemajuan bangsa dan mengurangi jumlah pengangguran serta mengentaskan kemiskinan, namun itu pula tidak cukup kuat alasan untuk bisa kita terima karena secara rasional itu akan mengabaikan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dalam pasal 33 UUD 1945. Apa yang akan terjadi jika kita terima penawaran tersebut dapat dilihat dari ketidakberesan disetiap aspek kehidupan sosial, politik dan ekonomi.
Kebebasan setiap individu untuk bisa mendapatkan apa pun yang dicita-citakan olehnya dan menjadi harapan hidup untuk diwujudkan dan itu menjadi sikap yang adil karena berusaha dalam kemandirian untuk keberhasilan dirinya dan bangsanya adalah hal yang wajar. Sesuai judul yang saya pilih untuk menulis maka terlebih dulu kita mengetahui perbedaan antara ‘Capital Intensive‘ dan ‘Labour Intensive‘ karena dua hal tersebut yang akan menjadi fokus dalam tulisan ini.
Di Indonesia terdapat dua aliran pemikiran tentang perkembangan perekonomian, dimana diketahui banyak ahli-ahli ekonomi yang pernah memperoleh pendidikan yang berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri maka dengan mengetahui dimana ekonom tersebut pernah belajar sudah dapat diketahui terdapat dua aliran pemikiran ekonomi di Indonesia terutama tentang perkembangan ekonomi. Saya mengatakan dalam tulisan ini untuk ekonom lokal adalah mereka yang pernah belajar didalam negeri dan ekonom barat adalah mereka yang pernah belajar diluar negeri, ini sekedar untuk membedakan pemahaman antara dua kutub pemikiran yang berkembang di Indonesia.
Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka dapat dikatakan bahwa ekonom barat telah sempurna dalam hitungannya untuk meningkatkan PDB yang juga akan meningkatkan PDB perkapita, tetapi itu saja belum cukup karena masih ada tingkat pengangguran yaitu statistik yang mengukur jumlah orang yang ingin bekerja tetapi tidak memiliki pekerjaan, yang harus diminimalisir dengan konsep ekonomi ala ekonom barat tersebut tetapi dengan tingkat pengangguran yang rendah pun belum dapat menjadi ukuran untuk meningkatkan jumlah output yang diproduksi pada harga yang stabil, maka jumlah pekerja akan dibatasi hanya sampai tingkat dimana jumlah laba yang akan diperoleh akan lebih besar dengan penggunaan jumlah tenaga kerja pada tingkat yang dapat memaksimalkan laba.
Jika terus demikian adanya maka tingkat pengangguran akan tetap pada tingkat dimana modal yang digunakan oleh perusahaan dapat memberikan insentif tambahan dari melakukan ekspor ke luar negeri, tetapi ini juga mempertimbangkan perbedaan kurs mata uang terhadap mata uang negara lain, yang dapat menimbulkan persoalan apabila modal tersebut berasal dari pinjaman luar negeri dimana fluktuasi kurs dapat mempengaruhi tingkat pengembalian pinjaman kepada debitor apabila tidak dilakukan ‘hedging’. Para ekonom barat juga terkendala dengan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga dalam menerapkan perkembangan ekonomi di Indonesia, dimana tingkat inflasi yang tinggi dianggap sebagai ‘bencana keuangan’ karena jika tidak dikendalikan akan berakibat pada krisis ekonomi, dan tingkat suku bunga adalah ukuran yang digunakan untuk mengimbangi perubahan naik turunnya tingkat inflasi.
Para ekonom barat berpegang pada prinsip ‘Capital Intensive‘ yang merupakan anjuran dari ekonom barat melalui penerapan ‘economic of scale‘ atau suatu batas minimum bagi industri untuk bisa beroperasi secara ekonomis dan menguntungkan pada suatu perekonomian. Meraka lebih menekankan penggunaan modal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan sendi-sendi pada aspek lainnya, dalam istilah kajian ekonomi dikatakan dengan ‘Capital Intensive‘ yang dapat dipahami dengan keluar masuknya arus modal dari luar negeri melalui pasar modal yang dapat digunakan oleh perusahaan besar dalam memperoleh tambahan dana untuk melakukan ekspansi usahanya.
Seperti yang sudah dituliskan diawal bahwa saya akan mengatakan ekonomi lokal sebagai para ekonom yang belajar di dalam negeri, mereka ini adalah generasi penerus bangsa yang berpikiran nasionalis dan memiliki pemikiran ekonomi kerakyatan khas Indonesia, meskipun mereka belajar pula teori ilmu ekonomi klasik, neo-klasik, dan modern tetapi pemikiran perkembangan ekonominya berbeda dengan para ekonom barat. Para ekonom lokal menggunakan istilah ‘Labour Intensive‘ untuk mendorong roda perekonomian nasional dengan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dan juga mesin-mesin karena menurut mereka ini akan meringankan beban penderitaan rakyat akibat tingkat pengangguran yang tinggi yang akhirnya akan berdampak pada ketegangan sosial dan akhirnya hanya akan memperlambat perkembangan ekonomi.
Dari kedua perbedaan pemikiran tersebut dapat dipisahkan menjadi ‘Capital Intensive‘ dan ‘Labour Intensive‘, dimana kedua istilah tersebut sebagai ukuran perkembangan ekonomi menurut dua pemikiran ekonom di Indonesia. Dan yang paling penting dalam penjabaran tentang mereka adalah mereka sebagai para ekonom yang memiliki pemikiran yang cerdas dan kreatif meskipun memiliki pemikiran perkembangan ekonomi yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat diuraikan dengan bahwa para ekonom barat itu adalah mereka yang menghitung pertumbuhan ekonomi dalam PDB dan PNB serta jumlah tingkat produksi yang tinggi, kemudian dengan melakukan otomatisasi, robotisasi, dan komputerisasi yang berdampak pada tingkat pengangguran yang tidak berkurang. Sementara itu para ekonom lokal adalah mereka yang menggunakan sumber daya manusia secara lebih besar dengan memperhatikan pada sumber daya yang dapat digunakan dengan maksimal untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyrakat Indonesia. Para ekonom lokal lebih menekankan tujuan pembangunan yang adil dan merata demi pembangunan ekonomi secara maksimal dalam penggunaan sumber daya yang berasal dari tenaga kerja Indonesia demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tulisan ini dimuat juga pada situs pmii.or.id
Sumber : endar-prasetio
No comments