sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Paradoks BMI Asal Cianjur


Unknown 20:21 0


Cianjur merupakan salah satu kantong wilayah pengirim terbesar BMI dari Jawa Barat, bahkan di Indonesia. 

Masih segar dalam ingatan kita kasus yang dialami Jamilah binti Abidin Rofi'i alias Juariyah binti Idin Ropi'i, 44, BMI asal Kampung Pasir Gari RT 03/02 Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeung, Cianjur Selatan. 

Alih-alih bisa meningkatkan ekonomi keluarganya, Jamilah yang bekerja di Arab Saudi harus tersandung masalah hukum. Dia dituduh melakukan upaya pembunuhan terhadap majikannya. Hampir empat tahun Jamilah mendekam di balik jeruji besi kepolisian setempat. Dia pun terancam hukuman mati. 

Setelah pemberitaan tentang nasib Jamilah semakin marak di dalam negeri dan banyak desakan dari berbagai kalangan, ia akhirnya bebas dari hukuman karena bukti tuduhan majikannya memang lemah. 

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kantong wilayah penyumbang terbesar tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Cianjur menduduki peringkat keempat di Jawa Barat. 

Jumlah TKI tercatat sebanyak 89.182 orang, setelah Kabupaten Cirebon (129.717 orang), Indramayu (95.581 orang), dan Subang (95.180 orang). 

Faktor ekonomi selalu menjadi alasan utama banyak warga Cianjur mengadukan nasib ke negara Timur Tengah sebagai TKI, bahkan rela meninggalkan suami, anak, dan keluarga besar mereka. 

Mereka bekerja bukan sebagai pekerja teknis atau strategis, bukan juga sebagai tenaga formal. Mayoritas bekerja sebagai pembantu rumah tangga. 
Ironisnya, pekerjaan yang mereka lakoni sangat berisiko mengingat dari berbagai aspek, baik kultur, bahasa, maupun hukum, terdapat banyak perbedaan. 

Dengan kemampuan yang serbaterbatas, mereka nekat mengadu nasib. Tak dimungkiri, dari sekian ratus ribu TKI, sebagian yang bernasib baik pulang dalam keadaan selamat dan bisa meningkatkan ekonomi mereka. 

Paradoksnya, mayoritas TKI bernasib nahas. Penyiksaan, gaji tak dibayar, kabur dari majikan, pemerkosaan, hingga pembunuhan kerap menghantui setiap buruh migran itu. 

Kondisi tersebut tak mengurangi animo calon TKI asal Cianjur untuk berangkat. Selama 2011, setiap bulan trennya selalu meningkat. Dari data yang diperoleh dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsonakertrans) Kabupaten Cianjur, sejak Februari hingga Juni 2011 warga Cianjur yang berangkat bekerja ke luar negeri mencapai 3.123 orang. 

Pada Februari tercatat sebanyak 56 orang, Maret (594 orang), April (467 orang), Mei (958 orang), dan Juni 1.048 orang. 

Tidak tercatat 
Sayangnya, Dinsosnakertrans Kabupaten Cianjur tak bisa memastikan jumlah pasti warga yang tercatat sebagai TKI di luar negeri. Hal itu lantaran sebagian besar di antara mereka berangkat tanpa melalui proses rekomendasi dari dinas. 

Yang tercatat hanya TKI resmi alias melalui rekomendasi. Karena itu, saat ini Pemerintah Kabupaten Cianjur sedang melakukan upaya pembenahan tata kelola TKI yang dituangkan dalam rancangan peraturan daerah (perda) mengenai penempatan dan perlindungan TKI. 

''Saat ini kita sedang menyebar surat ke tiap kecamatan berdasarkan surat keputusan (SK) Bupati Cianjur untuk mendata warganya yang berangkat sebagai TKI,'' kata Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Dinsonakertrans Kabupaten Cianjur Ahmad Ubaidillah, pekan lalu. 

Jumlah laporan kasus yang dialami TKI bermasalah asal Kabupaten Cianjur selama 2011 mencapai 787 kasus. Hampir 90% di antaranya merupakan pelaporan dari TKI yang bekerja di negara-negara Timur Tengah dan sisanya tersebar di negara Asia lainnya. 

Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans Kabupaten Cianjur Finny Hikmat mengatakan, tahun ini jumlah laporan kasus TKI bermasalah memang meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Artinya, kesadaran masyarakat dalam hal keterbukaan untuk melaporkan kasus yang dialami keluarga mereka cukup tinggi. 

"Dari data kasus pelaporan yang kami terima, jumlahnya selama tahun 2011 ini sebanyak 787 kasus," kata Finny. Finny menuturkan peningkatan jumlah pelaporan itu setidaknya membuktikan bahwa masyarakat percaya pada penanganan kasus dan perlindungan terhadap TKI bersangkutan yang ditangani pemerintah. 

"Untuk data TKI yang mendapatkan rekomendasi ke negara-negara Timur Tengah, jumlahnya kurang lebih 6.000 orang. Paling banyak di Arab Saudi dan sisanya di Uni Emirat Arab maupun Qatar, serta negara lainnya," terang Finny. 

Terkait dengan pembukaan kembali keran penyaluran TKI ke Malaysia pascamoratorium, menurut Finny, hal itu memang sangat diharapkan agar perlindungan terhadap hak-hak TKI lebih terjamin. 

Berdasarkan informasi, gaji yang akan diterima pekerja migran di Malaysia diperkirakan lebih besar daripada sebelumnya. "Katanya, TKI yang bekerja di Malaysia, selain mendapatkan gaji cukup besar, fasilitas yang diperoleh pun cukup menunjang. Misalnya saja setiap TKI mempunyai hak libur dan akan dibekali dengan telepon seluler," tuturnya. 

Sejauh ini, TKI asal Kabupaten Cianjur yang bekerja di Malaysia memang sangat jarang. Biasanya, pekerja yang ke Malaysia ditempatkan di bidang-bidang formal karena rata-rata yang diperlukan adalah lulusan SMA sederajat. "Biasanya mereka bekerja di bidang industri." 

Minim keahlian 
Permasalahan TKI memang sangat paradoksal mengingat animo cukup tinggi, tapi tak dibarengi pula dengan keahlian (skill) mumpuni dari setiap calon TKI. Bisa dibilang wajar bila kerap terjadi kasus kekerasan karena setiap TKI tidak cakap memahami kultur dan memiliki kemampuan berbahasa. 

Kondisi itu diperparah dengan administrasi yang karut-marut. Tatkala terbentur masalah, berkas dokumen administrasi TKI tersebut tidak ada karena ditahan pihak sponsor atau PPTKIS. 

Hal itu diakui Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) DPC Kabupaten Cianjur. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang buruh migran ini kerap mengalami kesulitan saat akan melakukan advokasi terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah. 

"Penahanan dokumen sama dengan merampas hak TKI. Bagaimana akan mengurusi maupun mengadvokasi TKI bermasalah, semisal mengajukan asuransi kesehatan, jika tidak mengantongi dokumen? Pasti bakal ditolak," kata Ketua SBMI DPC Kabupaten Cianjur Ujang Misbahudinn. 

Ujang mencontohkan kasus yang dialami Sri Mulyati, TKI asal Kampung/Desa Cipetir, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, yang dipulangkan dari Arab Saudi karena sakit. 

Saat akan membantu mengurusi pengajuan asuransi kesehatan, SBMI akhirnya ditolak karena tidak memiliki dokumen. Karena itu, kata Ujang, pihaknya meminta Pemkab Cianjur, dalam hal ini Dinsosnaketrans Kabupaten Cianjur, segera menertibkan dan memperketat keberadaan perusahaan penempatan TKI swasta (PPTKIS). Selain itu, dia meminta pihak dinas bisa memberikan solusi yang riil terkait dengan permasalahan tersebut. 

Diakui Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Cianjur Moch Ginanjar, ratusan PPTKIS yang melakukan perekrutan calon TKI di Kabupaten Cianjur kedapatan belum membuka kantor cabangnya di Cianjur. ''Dari 187 PPTKIS yang melakukan perekrutan BMI, hanya 31 PPTKIS saja yang membuka kantor cabangnya di Kabupaten Cianjur,'' kata Ginanjar. 

Ginanjar berharap pengesahan perda penempatan dan perlindungan BMI bisa lebih menata lagi kaitan aturan main pemberangkatan BMI, khususnya bagi PPTKIS yang diwajibkan membuka kantor perwakilan di Cianjur. 

''Perda ini mempunyai kekuatan untuk menindak PPTKIS yang membandel dengan tidak membuka kantor cabangnya di Cianjur. Makanya, mulai saat ini kita awasi dan inventarisasi keberadaan PPTKIS ini,'' sebutnya. 

Pada akhirnya, apa pun aturan yang diterapkan, selama komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk melindungi para penyumbang devisa yang nilainya cukup besar itu belum ada, penderitaan seperti yang dialami Jamilah binti Abidin Rofi'i masih akan berlanjut.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.