Upah Buruh Dan Daya Saing
Unknown
01:44
0
Ditulis Oleh: Rina Herawati | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Siklus
tahunan isu perburuhan Indonesia terus berulang. Seperti tahun-tahun
sebelumnya, setiap bulan Oktober-November, suhu politik perburuhan
Indonesia menghangat akibat perdebatan soal upah, tepatnya soal kenaikan
Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK). Di Karawang, Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia mengancam akan melakukan aksi mogok kerja secara
massal jika upah minimum kabupaten pada 2012 tidak dinaikkan menjadi 100
persen Kebutuhan Hidup Layak yang angkanya mencapai Rp1.387.133.
Di Bekasi, sekitar 1.000 orang buruh dari Gerakan Serikat Buruh Indonesia (Gesburi) berunjukrasa menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kantor Bupati Bekasi, Jawa Barat, Selasa. Mereka menuntut Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk menaikkan UMK sebesar 100 persen dari UMK tahun 2011. Di Kabupaten Bandung, sekitar 25 ribu buruh dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) berunjuk rasa di depan komplek Pemkab Bandung, Rabu. Mereka mendesak kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2012 sebesar 10 persen UMK 2011 Rp1.123.800. Sementara itu di Kota Bandung, Kadisnaker Kota Bandung Hibarni Andan Dewi mengimbau perusahaan untuk patuh jika UMK 2012 yang diusulkan naik 7%, nantinya disahkan. Dengan kenaikan itu maka UMK Kota Bandung akan naik dari Rp 1.271.625 pada 2012 dari yang sebelumnya Rp 1.188.435.
Unjuk rasa
yang terus berulang setiap tahun, untuk isu yang sama, jelas
menunjukkan ada persoalan serius dalam isu upah ini. Tiga pihak yang
terkait di dalam isu ini yaitu pemerintah, pengusaha dan buruh, agaknya
melihat persoalan ini dengan cara pandang yang berbeda sehingga sulit
menemukan titik temu. Buruh melihat dengan kacamata pemenuhan Kebutuhan
Hidup Layak, pengusaha melihat dengan kacamata Biaya Buruh, sedangkan
Pemerintah melihat dengan kacamata daya saing, untuk menarik investasi.
Tahun
lalu, saya menulis di Harian ini mengenai UMK dari sisi pandang buruh.
Bahwa UMK samasekali belum mampu memenuhi Kebutuhan Hidup Layak bagi
buruh lajang, apalagi yang berkeluarga. Dalam tulisan kali ini, saya
akan melihat UMK dari sisi pemerintah, yaitu upah sebagai salah satu
instrument untuk menarik investor dan meningkatkan daya saing Indonesia
diantara Negara-negara lain di dunia.
Adalah World Economic Forum (WEF), sebuah lembaga yang secara rutin mempublikasikan The Global Competitiveness Index (Indeks Daya Saing Global).
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Indonesia juga diteliti dan
dianalisis daya saingnya diantara Negara-negara lainnya. Hasilnya, tahun
2011 ini posisi Indonesia berada di peringkat 46, turun 2 tingkat dari
tahun sebelumnya (The Global Competitiveness Report 2011-2012).
Berikut adalah gambaran posisi Indonesia berdasarkan Indeks Daya Saing Global, sejak 2001
Dari
diagram diatas, tampak bahwa ranking daya saing Indonesia mengalami
penurunan dalam rentang waktu 2001 – 2005 tapi kemudian mengalami
kenaikan pada 2005 -2010, dan turun lagi pada 2011. (Catatan:
angka-angka tersebut menunjukkan rangking sehingga semakin kecil
angkanya justru semakin baik).
Laporan
itu memperlihatkan bahwa ada banyak factor yang menyebabkan daya saing
Indonesia justru turun. Selain itu, laporan yang sama juga
memperlihatkan factor-faktor bisnis apa saja yang dianggap paling
menghambat masuknya investor ke Indonesia. Urutan dan share dari masing-masing factor dalam mengahmbat masuknya investasi diperlihatkan oleh table di bawah ini.
Faktor-Faktor Penghambat Daya Saing
Sumber: The Global Competitiveness Index, 2011-2012
Dari table
diatas tampak bahwa 3 faktor utama penghambat daya saing adalah
Korupsi, Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien dan Infrastruktur yang
tidak memadai. Sementara itu Peraturan Perburuhan hanya menempati urutan
ke 12. Dari data tersebut di atas, sudah sepantasnya, pemerintah
memikirkan ulang strategi untuk menarik investor. Untuk menarik investor
agar mau menanamkan modalnya di Indonesia, yang penting bukanlah
menekan upah buruh, melainkan serius memberantas korupsi, mengefisienkan
birokrasi pemerintah dan memperbaiki infrastruktur.
Sementara
itu, sudah waktunya pula untuk merevisi Permenaker 17/ 2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dengan
menyesuaikannya dengan kondisi terkini. Bila buruh sudah mendapatkan
upah layak, maka daya belinya akan meningkat, produktifitasnyapun
meningkat. Maka bukan hanya buruh yang diuntungkan, tapi juga pengusaha
dan pemerintah, tentunya.
Mahasiswa Program Magister di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB
|
No comments