Setahun Minimal Lima TKI Masuk Rumah Sakit Jiwa
Unknown
13:09
0
BMI Depresi, Terus Berjatuhan |
Diah mengatakan, BMI masuk rumah sakit jiwa karena menderita tekanan psikologis yang berat ketika bekerja di luar negeri. Umumnya mereka adalah BMI yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Malaysia.
Pada 2011, Kementerian Kesehatan mencatat ada lima BMI perempuan yang masuk Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan, Grogol, Jakarta. Ketika dipulangkan ke Indonesia, lima perempuan itu menunjukkan gejala-gejala sakit jiwa sehingga dirawat di rumah sakit jiwa. Beberapa di antaranya pulang satu atau dua hari setelah perawatan. Tapi ada satu pasien yang hingga kini masih dirawat.
“Mungkin sudah sempat pulang, tapi dirujuk lagi,” kata Kepala Sub-Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Edward Riyadi.
Kementerian Kesehatan tidak punya data terperinci mengenai BMI yang mengalami gangguan jiwa karena mendapat siksaan ketika bekerja di luar negeri. Ia menduga angka BMI yang sakit jiwa lebih banyak dari lima orang per tahun. “Tidak semua rumah sakit melapor ke Kementerian,” katanya.
Biasanya BMI menderita sakit jiwa karena mengalami trauma yang hebat ketika bekerja di luar negeri. Edward mengatakan hal itu bisa terjadi karena kultur perlakuan terhadap perempuan yang berbeda antara Indonesia dan negara lain. Umumnya, BMI yang mengalami gangguan jiwa adalah mereka yang bekerja di Suriah, Libya, Arab Saudi, dan Malaysia.
BMI Perempuan Rentan Terhadap Kekerasan
Buruh Migran Perempuan merupakan kelompok paling rentan terhadap berbagai kekerasan baik secara fisik, seksual, psikologis, ataupun berhadapan dengan masalah hukum. Akibat kondisi ini mereka paling sering mengalami gangguan jiwa berat atau psikotik.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes) Diah Setia Utami, mengatakan, semua tindak kekerasan dan masalah tersebut sangat berpengaruh kepada kondisi psikis BMI, hingga berdampak pada kualitas hidup mereka.
Tekanan psikis yang dialami secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa seperti depresi dan psikotik, bahkan mungkin muncul keinginan untuk bunuh diri.
"Karena begitu beratnya tekanan dan stres yang kuat baik karena pekerjaan maupun dari majikan, berhalusinasi, mendengar suara-suara aneh hingga ingin bunuh diri," kata Diah dalam acara temu media rutin di Kemkes,Jakarta,Jumat (22/6) sore ini.
Diah mengakui Kemkes belum memiliki catatan atau data berapa banyak BMI yang mengalami gangguan jiwa,walaupun banyak kasus sudah mereka tangani.
Namun, saat ini di RS Jiwa Soeharto Herdjan Jakarta saja, misalnya, telah merawat lima BMI yang mengalami gangguan jiwa. Jika setiap rumah sakit memiliki lima pasien saja, maka diperkirakan ratusan BMI telah mengalami gangguan kesehatan jiwa di sekitar 25 rumah sakit atau sarana kesehatan jiwa yang ada di Indonesia.
Diah menambahkan, untuk meminimalisir masalah gangguan kesehatan jiwa pada BMI, Kemkes telah melakukan upaya komprehensif dan terpadu.
Diantaranya melakukan pemeriksaan kesehatan calon BMI sebagai persyaratan umum dan pemeriksaan kesehatan khusus sesuai dengan sesuai dengan permintaan negara tujuan penempatan. Misalnya Australia mewajibkan calon BMI melakukan pemeriksaan Tuberkulosis.
"Ada skrining-skrining yang dilakukan agar tidak terjadi keadaan buruk ketika mereka sudah berada di negara tujuan. Karena biasanya pada awal saja sudah terjadi stres ringan, misalnya culture shock atau syok karena adaptasi dengan budaya dan lingkungan baru," katanya.
Penilaian kesehatan baik jasmani maupun mental untuk mengetahui ada tidaknya potensi gangguan jiwa. Sebab ada gangguan jiwa yang bahkan dalam keadaan normal pun bisa terpicu, apalagi di bawah tekanan dan stres. Beberapa indikator yang digunakan untuk menentukan calon BMI bisa diberangkatkan atau tidak.
Di antaranya memeriksa apakah orang tersebut dianggap paling rentan, seperti faktor predisposisi, yakni mereka yang dalam kondisi tekanan apapun bisa jatuh sakit karena trauma. Sekitar 15% dari orang-orang yang mengalami trauma berat akan tersisa stres pascatrauma dan bisa mengalami gangguan jiwa.
Ada juga faktor genetik yakni memiliki riwayat keluarga yang pernah menderita gangguan jiwa. Bagi orang normal menghadapi tantangan seberat apapun mungkin bisa bertahan, namun bagi mereka yang memiliki faktor genetik, kondisi stres ringan saja dapat memicu apalagi jika tekanan berat.
Pemeriksaan kesehatan jiwa pasca keberangkatan ke negara tujuan dibiayai sendiri oleh calon BMI. Sedangkan bagi BMI non prosedural dengan gangguan jiwa, biayanya perawatan ditanggung Perusahaan Jasa BMI (PPTKIS).
Sedangkan bagi BMI dengan gangguan jiwa, biaya perawatannya ditanggung oleh Kemkes, atas rekomendasi dari Kementerian Sosial bahwa yang bersangkutan tidak mampu secara ekonomi. Biaya pasien bermasalah ini ditanggung Jamkesmas yang bernilai sekitar Rp 500.000, untuk pemeriksaan laboratorium dasar dan pemeriksaan kontraksi jiwa.
Beberapa rumah sakit yang bisa menjadi rujukan bagi BMI dengan gangguan jiwa, antara lain RSUD Bau-Bau, RSUD Prof WZ Johanes, RSUD Tarakan,RSUD Mataram, RSUD Sanggau Kalimantan Barat, RSUD Nunukan Kalimantan Timur, RS Atma Husada Samarinda, RSUD Soetomo Surabaya, RSU Otoritas Batam Kepulauan Riau,RSUP Adam Malik Medan,RSUD Koja Jakarta, RSUP Persahabatan dan RSUD Cengkareng Jakarta.
Kemkes juga telah membuat buku pedoman pelayanan kesehatan jiwa bagi BMI pada tahun lalu. Mengingat semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap BMI yang berpotensi menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan jiwa, pada bulan April 2012 Direktorat Kesehatan Jiwa telah melakukan peningkatan ketrampilan tentang kesehatan jiwa BMI kepada tenaga medis di titik masuk atau Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) baik di bandara maupun pelabuhan laut.
Sementara itu, untuk mengantisipasi kekurangan dokter psikiater di rumah sakit maupun layanan kesehatan lainnya, Kemkes juga melatih dokter umum dan perawat untuk melakukan deteksi dini gejala gangguan jiwa.
Dokter umum dan perawat juga sudah dilatih untuk mengetahui obat-obat dasar yang diberikan kepada pasien. Pelatihan juga dilakukan RS jiwa vertikal terhadap puskesmas di wilayah kerjanya.
Hal ini dilakukan mengingat jumlah psikiater tidak berimbang dengan jumlah kasus yang masuk. Saat ini diperkirakan ada sekitar 400-500 orang psikiater, sedangkan jumlah rumah sakit lebih dari 1900, di mana 800-an di antaranya milik pemerintah ,maka dipastikan beberapa rumah sakit tidak memiliki psikiater.
28 BMI Gangguan Jiwa Dipulangkan Dari Nunukan Menyandang julukan kota transit di perbatasan ternyata tidak selamanya memberi keuntungan bagi Nunukan. Sejumlah persoalan khususnya penanganan BMI yang dideportasi dari Tawau, Malaysia, menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah setempat. Sepanjang tahun 2011, sudah 28 BMI yang dipulangkan karena mengalami gangguan jiwa.
Di awal-awal tahun ini saja, sedikitnya 4 orang yang disinyalir merupakan BMI tidak berdokumen yang terdampar di Nunukan dalam kondisi depresi berat atau mengalami gangguan jiwa telah dipulangkan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Nunukan, ke daerah asalnya masing-masing.
“Sejauh ini sudah ada 4 orang yang masuk dalam kategori depresi atau stres berat, telah kita pulangkan ke Sulawesi Selatan. Rencananya beberapa hari ke depan, ada 2 orang lagi yang bakal kita pulangkan ke Jawa Timur. Kondisinya juga sama,” terang Kepala Dinsosnakertrans, Drs H Muhammad Arsyad MSi didampingi Kabid Sosial, Hartono.
Sementara itu, Kasie Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Ahmad Tamin menuturkan, 2 orang wanita yang rencananya bakal dipulangkan ke Jatim, saat ini ditempatkan di barak penampungan TKI/BMI Jl Mambunut, Kecamatan Nunukan. “Sementara kami sedang menyiapkan kelengkapan administrasinya. Jika semua kelar, segera kita pulangkan dalam waktu dekat,” tukasnya.
Kendati demikian, proses pemulangan diakui Tamin, biasanya terbentur pada kesiapan anggaran. Dalam hal ini urainya, sistem pencairan anggaran per SKPD (satuan kerja perangkat dinas), dilakukan per triwulan. Sementara anggaran triwulan pertama telah digunakan Dinsosnakertrans untuk memulangkan 4 orang dengan kasus serupa, ke Sulawesi.
“Nah, anggaran triwulan kedua baru akan cair di April mendatang. Mau tidak mau, untuk pemulangan 2 orang depresi ini kita upayakan dana talangan dulu. Sehingga mereka tidak terlunta-lunta lagi di Nunukan,” ungkap Tamin.
Secara keseluruhan disebutkan Tamin, anggaran pemulangan orang yang dikategorikan mengalami gangguan jiwa tahun ini, sebesar Rp 200 juta lebih. Dengan rincian sambungnya, dana pemulangan 28 orang kasus depresi, sepanjang 2011. Tak hanya itu saja, ditambahkan Tamin, jika ditelursuri kasus depresi berat cukup banyak di Nunukan. Rata-rata akunya, penderita depresi ini berasal dari TKI/BMI yang tidak memiliki dokumen lengkap ketika bekerja di Malaysia, yang kemudian di deportasi ke Nunukan.
“Kalau masih kategori depresi, kami masih mudah melacak nama atau daerah asal TKI (red. BMI) ini. Karena proses pemulangan harus dilengkapi dokumen administrasi yang lengkap. Tapi jika kondisinya sudah stress berat, kami pasti sulit mendeteksi asal daerahnya,” kisah Tamin. Dalam pemulangan BMI depresi didampingi staf Dinsosnakertrans dan Satpol PP Nunukan.
“Sebelum pemulangan, kami terlebih dulu menyurat ke Dinas Sosial daerah setempat. Agar ketika tiba di kota pemulangan BMI bersangkutan, kita lebih mudah mengantarkan mereka ke kampung halamannya,” pungkas Tamin, seraya mengatakan April mendatang, Dinsosnakertrans mengupayakan pemulangan 3 orang asal Nusa Tenggara Timur (NTT), yang juga mengalami gangguan jiwa.
No comments