sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Sekilas Tentang Aliansi Tolak Hukuman Mati BMI


Unknown 11:38 0

Aliansi Tolak Hukuman Mati
Pemberlakukan hukuman mati tidak terlepas dari warisan sistem hukum zaman kegelapan. Saat zaman “primitif’ itu, hak asasi manusia belum popular seperti sekarang ini. Saat di mana hampir di seluruh belahan dunia memandang hukuman mati masih dianggap sebagai sebuah langkah efektif untuk memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan tertentu. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan manusia dalam berpikir memanusiakan manusia, beberapa negara tidak lagi memberlakukan hukuman mati dalam hukum pidana mereka. 


Ada yang melakukan penghapusan hukuman mati secara langsung dalam peraturan perundangan yang mereka miliki. Lainnya melakukan penghapusan pemberlakukan hukuman mati secara tidak langsung, dengan melakukan penundaan (moratorium) terhadap penghukuman dan atau pelaksanaan hukuman mati.

Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktik hukuman mati hanya dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. 

Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. 

Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan suatu masyarakat, maupun berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum. 

Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati. 

Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan. 

Di Indonesia sudah puluhan orang dieksekusi mati mengikuti sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama Orde Baru korban yang dieksekusi sebagian besar merupakan narapidana politik. 

Walaupun amandemen kedua konstitusi UUD '45, pasal 28 ayat 1, menyebutkan: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap mencantumkan ancaman hukuman mati. 

Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara. 

Hari anti hukuman mati diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Peringatan ini ditetapkan pada sebuah konggres yang diadakan di Roma pada Mei 2002 oleh organisasi-organisasi yang menentang hukuman mati. 

hukuman mati terhadap BMI merupakan ketidakadilan dan harus ditolak. "Pembebasan Tuti Tursilawati, Satinah dan lain-lain harus dilakukan. Tidak semata karena dia merupakan korban yang mempertahankan diri dari kebiadaban majikan, tapi juga karena hak hidup setiap orang adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Tidak ada BMI yang keluar negeri ingin membunuh. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Menurut data yang ada, jelas kawan2 BMi membela diri karena dilecehkan. Dia melawan dan terjebak dalam pilihan dibunuh atau terbunuh untuk menjaga martabat dirinya, 

Pemerintah Indonesia tidak serius dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hal ini terbukti belum dipenuhinya hak hidup (right to life) sebagai hak dasar warga Negara yg tidak boleh dikurangi (non-derogable rights) di berbagai Undang-Undang yang berlaku hingga sekarang. Pada masa periode kedua Presiden SBY ini, sebanyak 8 orang telah divonis mati di pengadilan dan angka ini lebih besar dibanding dengan tahun 2010, yaitu sebanyak 6 orang. Jumlah total terpidana mati sampai dengan saat ini yang menunggu eksekusi oleh kejaksaan agung adalah sebanyak 116 orang. 

Jumlah ini akan menjadi semakin berlipat jika ditambahkan dengan WNI yang bekerja di Arab Saudi, Malaysia, China dan Singapura yang jumlahnyal berkisar sekitar 400 orang. 

Upaya pemerintah dalam melindungi warga negaranya telah gagal ketika Ruyati, Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Arab Saudi dihukum mati dengan cara dipancung pada 18 Juli 2011 tanpa sepengetahuan Kedutaan Indonesia di Saudi Arabia. Penyebab utama hal itu adalah lemahnya koordinasi antar kementerian, Kementerian Luar Negeri, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Hukum dan HAM. Upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap WNI yang bermasalah di luar negeri tidak maksimal, tindakan yang diambil cenderung reaksioner ketika muncul adanya tuntutan dari publik atas kasus-kasus yang terjadi, bukan didasarkan pada kesadaran akan kewajiban melindungi warga negaranya. 

Satgas Penanganan TKI yang dibentuk Presiden dan diketuai Maftuh Baysuni dengan anggota timnya yang antara lain adalah Jend (Purn.) Pol. Bambang H. Dahuri dan Hendarman Supanji juga tidak jelas hasilnya. Janji Presiden yang akan mengevaluasi dan memantau keberhasilannya tidak terbukti karena hasil kerja selama ini tidak pernah dilaporkan ke publik. Upaya pengurangan hukuman bagi warga negara diluar negeri yang mendapatkan hukuman mati akan semakin susah jika di Indonesia sendiri masih mempraktikkan hukuman mati.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.