sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Pemerintah Sulit Tebus Diyat Satinah


Unknown 01:58 0

SBMI - JAKARTA, Pemerintah Indonesia terus dikejar waktu untuk membebaskan Satinah dari vonis pancung di Arab Saudi. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia masih kesulitan mencari dana talangan untuk menebus uang darah (diyat) TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, itu. 

Pemerintah Indonesia sampai saat ini terkesan tidak sanggup membayar diyat yang diajukan keluarga korban pembunuhan yang melibatkan Satinah. Sebagaimana diketahui, laporan paling baru keluarga korban meminta uang diyat sebesar 7 juta riyal atau Rp21 miliar.

Sesuai ketetapan pengadilan di Arab Saudi, warga Dusun Mruten Wetan Rt 02/03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah tersebut harus menyerahkan uang diyat hingga 14 Desember 2012.

Jadi, 14 Desember 2012 bukan peristiwa pelaksanaan hukuman mati (qishash) bagi Satinah, melainkan batas waktu penyerahan uang diyat atas kasus pembunuhan.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, mengungkapkan hal itu di Desa Tracap, Kecamatan Kaliwiro, Wonosobo, Jawa Tengah, Jumat (30/11).

Di tempat tersebut Jumhur meresmikan program pemberdayaan mantan TKI korban 'human trafficking' (perdagangan orang) kerjasama IOM (International Organization for Migration)-Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)-Pemerintah Kabupaten Wonosobo serta BNP2TKI.

Menurutnya, sesuai koordinasi pihaknya dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, pada 14 Desember nanti akan dilakukan pembayaran diyat oleh pemerintah RI kepada otoritas pengadilan setempat guna diteruskan ke ahli waris korban, terkait penyelesaian damai (tanazul) dari hukuman qishash Satinah.

"Sejauh ini, pemerintah mulai Kementerian Menkopolhukam, Kemenlu, Kemenakertrans, dan BNP2TKI masih memproses penyediaan uang diyat hingga batas akhir yang ditetapkan pengadilan yakni 14 Desember 2012 ini," ujar Jumhur.

Selanjutnya, usai penyerahan diyat, pengadilan akan meminta kehadiran pihak ahli waris sekaligus menyatakan penghentian hukuman qishash yang dihadapi Satinah.

Ia mengatakan, Satinah ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nura Al Gharib di wilayah Gaseem pada awal 2009. Selain itu, ia juga menghadapi tuduhan pencurian uang majikan sebesar 37.970 Riyal Saudi (RS) sebelum melarikan diri ke KBRI.

Dalam pemeriksaan di hadapan polisi, Satinah mengakui perbuatannya untuk kemudian mengalami pemenjaraan di Kota Gaseem sejak 2009.

Jumhur menyebutkan, melalui vonis pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi (2010), Satinah diganjar hukuman mati (qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Akibat putusan itu, KBRI meminta pihak Gubernur Gaseem untuk memediasi langkah perdamaian di samping adanya pemaafan keluarga korban. Namun demikian, keluarga korban bersikukuh tak mau menerima upaya maaf serta perdamaian.

Akhirnya, pada 8 Februari 2011, berkat fasilitasi yang intens dari Gubernur Gaseem, tercapai pemaafan maupun damai dengan menyepakati diyat sebesar 500.000 RS (Rp 1,250 M) sebagai pengganti hukuman qishash.

Hanya saja, selang waktu tak lama, keluarga korban justru menaikkan besaran diyat menjadi 10 juta RS atau Rp 25 M. Persoalan ini pun lantas melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri yang dipimpin, Maftuh Basyumi, yang beberapa kali bertemu sejumlah pihak di Saudi pada 2011 untuk tujuan penurunan angka pembayaran diyat.

"Usaha-usaha untuk menurunkan uang diyat ini pun tetap dilakukan dan mudah-mudahan semakin membawa hasil, tanpa mengurangi kecermatan pemerintah memperhitungkan momentum akhir pembayaran diyat," tambah Jumhur.

Di lain pihak, pengadilan di Arab Saudi pada 2011 juga mengulang proses persidangan kasus Satinah mulai di tingkat pertama, Mahkamah Banding, hingga Mahkamah Tinggi, dan kembali memutuskan Satinah dengan hukuman qishash.

"Bedanya, putusan pengadilan yang kedua ini menyatakan tindakan pembunuhan Satinah dilakukan tidak dalam sebuah perencanaan," jelasnya.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.