Tuti Tursilawati Tuti Terancam Hukuman Pancung
Unknown
09:25
0
Tuti Tursilawati, Tenaga Kerja Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat, terancam hukuman pancung karena membunuh majikan yang memperkosanya.
Pemerintah Indonesia masih terus berupaya membebaskan Tuti yang kini meringkuk di penjara Kota Thaif, Arab Saudi. Namun, upaya itu tak berjalan mulus.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengakui, pemerintah belum bisa berbuat banyak untuk mencegah eksekusi hukuman mati terhadap Tuti. “Kami minta untuk dicari jalan keluar, apakah berupa penundaan hukuman atau pengampunan,” kata Muhaimin usai menggelar pertemuan dengan Menteri Perburuhan Kerajaan Arab Saudi, Adel Muhammad Faqeh, di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa 8 November 2011.
“Kalau pemerintah Indonesia dan Saudi bisa mendekati dan meyakinkan keluarga korban, maka di situ akan ada jalan. Pemerintah kedua negara berusaha supaya keluarga bisa memaafkan atau menunda hukuman,” imbuh Muhaimin.
Suku Berkuasa Saudi
Masalahnya, keluarga korban belum bersedia memberikan pengampunan kepada Tuti. “Keluarga korban berasal dari suku terkenal di Arab yang mempunyai sikap keras untuk masalah pembunuhan,” kata Juru Bicara Satgas TKI, Humphrey R. Djemat. Begitu sulitnya membujuk keluarga korban, pemerintah pun mendekati suku-suku dan syekh setempat.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, memaparkan dua cara untuk memperoleh pemaafan dari keluarga korban. “Pertama melalui gubernur atau lembaga ishlah. Kedua melalui kepala suku,” jelas Gatot. Pemerintah menempuh kedua jalan tersebut. Mereka mendekati keluarga korban melalui tokoh suku setempat.
Pemerintah sengaja tidak langsung bertemu dengan keluarga korban untuk berunding, demi alasan kehati-hatian. Cara paling ampuh agar pemberian maaf turun, kata Gatot, dengan mendekati keluarga korban dari tokoh suku setempat. Satgas TKI pun menggelar pembicaraan dengan Kepala Suku al-Uttaibi, klan keluarga korban. Perundingan telah dilakukan dua kali.
Gatot menjelaskan, sebenarnya keluarga inti korban telah memberi pemaafan. Sayangnya, mayoritas keluarga besar masih belum bisa menerima. Padahal, menurut peraturan kabilah, perlu ada aklamasi dari seluruh keluarga besar untuk menentukan turunnya pemaafan.
“Saya kenal dengan salah satu tokoh al-Uttaibi. Dia bisa menembus anak-anak korban. Menurutnya, ada satu yang menyatakan memaafkan. Kami masih berusaha keras untuk meyakinkan mereka semua,” kata Gatot. Selain membujuk keluarga korban melalui tokoh-tokoh suku, KBRI Saudi dan Satgas TKI juga akan memanggil syekh atau tokoh agama untuk ikut membujuk keluarga korban.
Perintah Eksekusi Belum Turun
Pemerintah juga berkirim surat kepada Gubernur Mekkah dan Raja Saudi, demi membebaskan Tuti dari pancung. “Belum ada keputusan dari Raja bahwa eksekusi akan dilakukan,” kata Jubir Satgas TKI, Humphrey R. Djemat. Menurutnya, Ketua Satgas TKI telah ke Saudi untuk memastikan hal tersebut.
“Ketua Satgas setelah ke Saudi, memastikan bahwa tidak benar setelah Idul Adha ini ada pemancungan. Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi juga menyurati Gubernur Mekah agar mengusahakan untuk pemaafan. Bahkan kepala penjara tempat Tuti ditahan juga mengatakan, tidak ada perintah untuk melakukan eksekusi,” papar Djemat.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meminta semua pihak untuk bersabar, karena pembebasan Tuti memang memakan waktu lama dan memerlukan kesabaran. “Tidak mudah mendekati khafilah dan keluarga korban, dan meyakinkan mereka untuk memberikan pemaafan,” terang Djoko.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menghubungi Raja Arab Saudi agar ada kejelasan tentang nasib Tuti. “Sekarang upaya tinggal di SBY. Masalah tinggal antara pimpinan negara,” kata Wakil Ketua Umum Serikat SBMI, Ramses D. Aruan.
Hubungi Jusuf Kalla
Ramses Aruan sempat memperingatkan berbagai pihak soal nasib Tuti yang semakin kritis. Ia mengatakan, Tuti kemungkinan akan dieksekusi antara tanggal 7-9 November 2011. Keluarga dari korban terbunuh meminta eksekusi dilakukan setelah tanggal 6 November. Kalau keputusannya setelah tanggal 6 November, eksekusi bisa dilaksanakan pada hari Jumat, "Karena eksekusi biasanya dilakukan setelah salat Jumat,” ujar Ramses.
Namun hal ini dibantah oleh Satgas TKI. “Tidak benar setelah alat Jumat ada pemancungan terhadap Tuti,” kata Djemat. Namun keluarga korban tetap gelisah. Ayah Tuti, Warjuki, bahkan berencana bertolak ke Jakarta menemui Jusuf Kalla.
“Saya mau ke SBMI dan wakil presiden,” kata Warjuki. Wakil Presiden yang dimaksud Warjuki, ternyata adalah mantan Wapres Jusuf Kalla. “Akan ada sesuatu yang disampaikan ayah Tuti pada JK. Jusuf Kalla adalah tokoh yang punya kans tidak kecil untuk menyelamatkan Tuti,” terang Ketua SBMI Nisma Abdullah yang terus memantau perkembangan Tuti.
Nisma menyatakan, pihaknya terus memantau kondisi Tuti dan TKI-TKI lainnya di Arab Saudi melalui media dan jaringan yang mereka miliki di sana. “Biasanya jika ada eksekusi, ada pengumuman melalui televisi dan koran, meski tidak disebutkan nama-namanya,” kata dia.
Jika ada pengumuman eksekusi pada hari Jumat, lanjut Nisma, SBMI segera menyebar sejumlah aktivis ke masjid-masjid yang punya tempat eksekusi. “Untuk memantau dan melihat siapa yang dieksekusi,” jelas Nisma.
Kabar Buruk
Menteri Perburuhan Arab Saudi, Adel Muhammad Faqeh, ternyata belum membawa kabar baik dalam pertemuannya dengan Presiden SBY. Bahkan, Menakertrans yang ikut dalam pertemuan tersebut, menyatakan bahwa nasib Tuti tidak bisa diprediksi.
“Sangat tidak bisa diprediksi, karena sampai saat ini keluarga masih meminta untuk dilaksanakan eksekusi. Tapi kami berharap ada penundaan. Pemerintah terus melobi,” kata Muhaimin. Ia mengungkapkan, keluarga korban sulit memberi maaf kepada Tuti karena Tuti juga mengambil uang milik korban sebelum melarikan diri.
Presiden SBY, menurut Muhaimin, telah meminta Raja Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz al Saud untuk mengampuni atau menunda hukuman Tuti. “Tapi jawaban dari sana, sejauh kewenangan Raja, Raja akan menggunakan kewenangan itu. Tapi kalau soal (kewenangan pemaafan) dari keluarga korban yang dibunuh, kami sama-sama melobi pihak keluarga,” jelas Muhaimin.
“Pihak Saudi mengatakan, pengampunan bisa dilakukan kalau keluarga yang terbunuh memaafkan. Oleh karena itu Indonesia dan Saudi sama-sama mendekati keluarga korban pembunuhan, sebab yang punya hak memaafkan adalah keluarga korban pembunuhan,” kata Muhaimin. (viva)
Pemerintah Indonesia masih terus berupaya membebaskan Tuti yang kini meringkuk di penjara Kota Thaif, Arab Saudi. Namun, upaya itu tak berjalan mulus.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengakui, pemerintah belum bisa berbuat banyak untuk mencegah eksekusi hukuman mati terhadap Tuti. “Kami minta untuk dicari jalan keluar, apakah berupa penundaan hukuman atau pengampunan,” kata Muhaimin usai menggelar pertemuan dengan Menteri Perburuhan Kerajaan Arab Saudi, Adel Muhammad Faqeh, di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa 8 November 2011.
“Kalau pemerintah Indonesia dan Saudi bisa mendekati dan meyakinkan keluarga korban, maka di situ akan ada jalan. Pemerintah kedua negara berusaha supaya keluarga bisa memaafkan atau menunda hukuman,” imbuh Muhaimin.
Suku Berkuasa Saudi
Masalahnya, keluarga korban belum bersedia memberikan pengampunan kepada Tuti. “Keluarga korban berasal dari suku terkenal di Arab yang mempunyai sikap keras untuk masalah pembunuhan,” kata Juru Bicara Satgas TKI, Humphrey R. Djemat. Begitu sulitnya membujuk keluarga korban, pemerintah pun mendekati suku-suku dan syekh setempat.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, memaparkan dua cara untuk memperoleh pemaafan dari keluarga korban. “Pertama melalui gubernur atau lembaga ishlah. Kedua melalui kepala suku,” jelas Gatot. Pemerintah menempuh kedua jalan tersebut. Mereka mendekati keluarga korban melalui tokoh suku setempat.
Pemerintah sengaja tidak langsung bertemu dengan keluarga korban untuk berunding, demi alasan kehati-hatian. Cara paling ampuh agar pemberian maaf turun, kata Gatot, dengan mendekati keluarga korban dari tokoh suku setempat. Satgas TKI pun menggelar pembicaraan dengan Kepala Suku al-Uttaibi, klan keluarga korban. Perundingan telah dilakukan dua kali.
Gatot menjelaskan, sebenarnya keluarga inti korban telah memberi pemaafan. Sayangnya, mayoritas keluarga besar masih belum bisa menerima. Padahal, menurut peraturan kabilah, perlu ada aklamasi dari seluruh keluarga besar untuk menentukan turunnya pemaafan.
“Saya kenal dengan salah satu tokoh al-Uttaibi. Dia bisa menembus anak-anak korban. Menurutnya, ada satu yang menyatakan memaafkan. Kami masih berusaha keras untuk meyakinkan mereka semua,” kata Gatot. Selain membujuk keluarga korban melalui tokoh-tokoh suku, KBRI Saudi dan Satgas TKI juga akan memanggil syekh atau tokoh agama untuk ikut membujuk keluarga korban.
Perintah Eksekusi Belum Turun
Pemerintah juga berkirim surat kepada Gubernur Mekkah dan Raja Saudi, demi membebaskan Tuti dari pancung. “Belum ada keputusan dari Raja bahwa eksekusi akan dilakukan,” kata Jubir Satgas TKI, Humphrey R. Djemat. Menurutnya, Ketua Satgas TKI telah ke Saudi untuk memastikan hal tersebut.
“Ketua Satgas setelah ke Saudi, memastikan bahwa tidak benar setelah Idul Adha ini ada pemancungan. Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi juga menyurati Gubernur Mekah agar mengusahakan untuk pemaafan. Bahkan kepala penjara tempat Tuti ditahan juga mengatakan, tidak ada perintah untuk melakukan eksekusi,” papar Djemat.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meminta semua pihak untuk bersabar, karena pembebasan Tuti memang memakan waktu lama dan memerlukan kesabaran. “Tidak mudah mendekati khafilah dan keluarga korban, dan meyakinkan mereka untuk memberikan pemaafan,” terang Djoko.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menghubungi Raja Arab Saudi agar ada kejelasan tentang nasib Tuti. “Sekarang upaya tinggal di SBY. Masalah tinggal antara pimpinan negara,” kata Wakil Ketua Umum Serikat SBMI, Ramses D. Aruan.
Hubungi Jusuf Kalla
Ramses Aruan sempat memperingatkan berbagai pihak soal nasib Tuti yang semakin kritis. Ia mengatakan, Tuti kemungkinan akan dieksekusi antara tanggal 7-9 November 2011. Keluarga dari korban terbunuh meminta eksekusi dilakukan setelah tanggal 6 November. Kalau keputusannya setelah tanggal 6 November, eksekusi bisa dilaksanakan pada hari Jumat, "Karena eksekusi biasanya dilakukan setelah salat Jumat,” ujar Ramses.
Namun hal ini dibantah oleh Satgas TKI. “Tidak benar setelah alat Jumat ada pemancungan terhadap Tuti,” kata Djemat. Namun keluarga korban tetap gelisah. Ayah Tuti, Warjuki, bahkan berencana bertolak ke Jakarta menemui Jusuf Kalla.
“Saya mau ke SBMI dan wakil presiden,” kata Warjuki. Wakil Presiden yang dimaksud Warjuki, ternyata adalah mantan Wapres Jusuf Kalla. “Akan ada sesuatu yang disampaikan ayah Tuti pada JK. Jusuf Kalla adalah tokoh yang punya kans tidak kecil untuk menyelamatkan Tuti,” terang Ketua SBMI Nisma Abdullah yang terus memantau perkembangan Tuti.
Nisma menyatakan, pihaknya terus memantau kondisi Tuti dan TKI-TKI lainnya di Arab Saudi melalui media dan jaringan yang mereka miliki di sana. “Biasanya jika ada eksekusi, ada pengumuman melalui televisi dan koran, meski tidak disebutkan nama-namanya,” kata dia.
Jika ada pengumuman eksekusi pada hari Jumat, lanjut Nisma, SBMI segera menyebar sejumlah aktivis ke masjid-masjid yang punya tempat eksekusi. “Untuk memantau dan melihat siapa yang dieksekusi,” jelas Nisma.
Kabar Buruk
Menteri Perburuhan Arab Saudi, Adel Muhammad Faqeh, ternyata belum membawa kabar baik dalam pertemuannya dengan Presiden SBY. Bahkan, Menakertrans yang ikut dalam pertemuan tersebut, menyatakan bahwa nasib Tuti tidak bisa diprediksi.
“Sangat tidak bisa diprediksi, karena sampai saat ini keluarga masih meminta untuk dilaksanakan eksekusi. Tapi kami berharap ada penundaan. Pemerintah terus melobi,” kata Muhaimin. Ia mengungkapkan, keluarga korban sulit memberi maaf kepada Tuti karena Tuti juga mengambil uang milik korban sebelum melarikan diri.
Presiden SBY, menurut Muhaimin, telah meminta Raja Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz al Saud untuk mengampuni atau menunda hukuman Tuti. “Tapi jawaban dari sana, sejauh kewenangan Raja, Raja akan menggunakan kewenangan itu. Tapi kalau soal (kewenangan pemaafan) dari keluarga korban yang dibunuh, kami sama-sama melobi pihak keluarga,” jelas Muhaimin.
“Pihak Saudi mengatakan, pengampunan bisa dilakukan kalau keluarga yang terbunuh memaafkan. Oleh karena itu Indonesia dan Saudi sama-sama mendekati keluarga korban pembunuhan, sebab yang punya hak memaafkan adalah keluarga korban pembunuhan,” kata Muhaimin. (viva)
No comments