sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Buruh Migran seperti Komoditas Ekspor


Unknown 19:42 0

SBMI - Nasional, Lembaga-lembaga buruh menilai buruh migran masih dipandang sekadar barang ekspor oleh pemerintah. Pasalnya, terkait buruh migran, Pemerintah hanya mampu menetapkan kebijakan ekspor, terutama target dan kontribusi bagi anggaran negara, tapi minus perlindungan memadai yang menjadi hak warga negara.
Ini artinya buruh migran tak bedanya dengan komoditas ekspor.
-- Nining Elitos

"Ini artinya buruh migran tak bedanya dengan komoditas ekspor," urai Nining Elitos, Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jakarta dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Orientasi pada profit, menurut Nining, sangat menjadi perhatian Pemerintah terlihat dari pengiriman tenaga kerja Indonesia ke lebih dari 40 negara.

"Ini merupakan bentuk trafficking yang dilegalkan negara karena baru 10 negara yang menandatangani MoU soal buruh migran dengan negara kita," tambah Retno, Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI).

Ia mencontohkan, Malaysia sudah lama menjadi salah satu negara yang menjadi tujuan buruh migran yang dilegalkan pemerintah. Padahal, MoU dengan negeri jiran itu menurut rencana baru ditandatangani pada Januari tahun depan.

Ramses, Wakil Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia, menambahkan, pada periode krisis keuangan global di tahun 2009, pemerintahan SBY-Boediono menjadikan pengiriman uang (remiten) dari buruh migran di luar negeri sebagai salah satu tulang punggung devisa negara dan penggerak ekonomi.

"Saat sektor keuangan lumpuh saat krisis, pemerintahan SBY-Boediono pada 2009 menjadikan kiriman buruh migran, bersama sektor pariwisata dan kerajinan tangan sebagai penggerak ekonomi nasional," terang Ramses.

Pemerintah pada 2009 menargetkan ekspor buruh migran sebanyak 1-2 juta orang dengan kontribusi yang diharapkan Rp 125 triliun per tahun.

Nining melanjutkan, keseriusan pemerintah dalam memberi perlindungan terhadap kaum buruh bisa diwujudkan dengan meratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang perlindungan hak-hak buruh migran dan keluarganya dan meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang perlindungan bagi pekerja rumah tangga (PRT). "Karena 80 persen buruh migran di luar negeri adalah perempuan yang ditempatkan sebagai PRT," lanjutnya.

Sedangkan Ramses menambahkan, setiap tahunnya negara mendapatkan kontribusi dari remiten sebesar Rp 100 triliun. Tapi, perlindungan hak yang didapatkan dari negara sangat minim. "Bagaimana disebut perlindungan kalau ada sekitar 135 buruh migran kita yang terancam hukuman mati di luar negeri," urai Ramses.

Tanggal 18 Desember diperingati sebagai hari buruh migran. Para pemerhati kehidupan buruh migran berharap negara dalam memberikan jaminan perlindungan hak-hak para pahlawan devisa sesuai kontribusi mereka bagi negara. Hadir dalam konferensi pers ini sejumlah organisasi pemerhati kehidupan buruh migran, antara lain KASBI Jakarta, SBMI, ATKI, LBH Jakarta, YLBHI, Migrant Institute, Gabungan Serikat Buruh Independen.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.