Sekilas Tentang Kader Militan Serikat Buruh
Unknown
19:28
0
Sistem pengkaderan Serikat Buruh yang baik akan menghasilkan kader-kader yang militan. Ada dua pengkaderan yang dikenal yaitu pengkaderan formal dan pengkaderan non-formal.
Pengkaderan formal ini dimulai dari Masa Orientasi dan selanjutnya lewat Pelatihan Kader I (basic training), Latihan Kader II (intermediate training), dan Latihan Kader III (advance training) serta beberapa latihan khusus lainnya. Sedangkan pengkaderan non-formal adalah ilmu-ilmu yang didapat kader dalam bergaul dengan para kader lainnya terutama para kader yang senior.
Seiring perkembangan zaman dan gaya hidup dari calon kader, maka langkah kita harus diimbangi dengan perubahan pola pengkaderan yang sudah ada, tanpa harus merubah nilai-nilai yang dianut. Kemudian apa langkah yang harus kita ambil?
Berangkat dari Defenisi Kader Militan
Kader adalah tenaga penggerak organisasi yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Rumusan pengertian kader adalah tulang punggung organisasi, pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat cita-cita organisasi masa kini dan yang akan datang dimanapun berada, tetap berorientasi kapada azas dan misi organisasi.
Arti kata Militan yaitu bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras: untuk membina suatu organisasi diperlukan orang-orang yang dan penuh pengabdian. Kata militan juga merujuk kepada orang atau kelompok orang-orang yang ikut serta dalam suatu pertempuran fisik/verbal yang agresif, biasanya dikarenakan suatu penyebab. Jurnalis seringkali mempergunakan kata miiltan sebagai istilan netral untuk prajurit yang tidak termasuk di dalam suatu organisasi militer. Secara khusus, seorang yang militan turut serta dalam tindak perlawanan fisik sebagai bagian dari alasan memperjuangkan suatu tujuan politis.
Secara populer, kata "militan" seringkali oleh negara-negara kapitalis diselewengkan artinya dengan teroris, walaupun mungkin dengan karakteristik yang lebih lemah. Istilah "negara militan" dalam bahasa sehari-hari merujuk kepada suatu negara yang memiliki sikap agresif dalam mendukung sebuah ideologi atau perkara. Sedangkan dalam bahasa Perancis, istilah militan" memiliki makna yang lebih lunak yang berarti "aktivis".
Menilik dari pengertian diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa defenisi Kader Militan adalah seorang pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat cita-cita organisasi yang memiliki kemauan keras dan berdedikasi tinggi untuk memperkokoh maupun menjalankan roda organisasi.
Filosofi Kepemimpinan dan Langkah Pengkaderan
Filosofi Kepemimpinan
Untuk melakukan mobilisasi kader militan yang memiliki kesadaran ideologis, yang memaknai nilai-nilai organisasi buruh secara merata, Serikat Buruh harus menyiapkan sebuah sistem pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah sistem pengkaderan. Sistem pengkaderan ini diharapkan menjadi instrumen pendidikan yang solid di Serikat Buruh. Upaya perubahan sosial dapat dilakukan melalui dua hal yakni pendidikan dan pengorganisasian. Membangun sistem pengkaderan yang baik merupakan sebuah strategi dari Serikat Buruh dalam upaya perubahan sosial yang bertujuan nantinya mewujudkan masyarakat adil yang sejahtera.
Misi ini tidak lepas dari peran aktif seorang pemimpin. pemimpin yang baik bukan di lihat dari seberapa banyak pengikutnya, tapi seberapa banyak ia bisa menciptakan pemimpin-pemimpin baru dan seberapa besar pengaruhnya dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam organisasi tersebut.
John Maxwell menyebut ada lima tingkat kepemimpinan, yakni:
Tingkat pertama bernama Posisi. Orang mengikuti sang pemimpin tak lain karena posisi pemimpin tersebut dalam struktur organisasi.
Tingkat kedua disebut Hubungan. Orang mengikuti sang pemimpin lantaran mereka ingin merasa senang dan nyaman. Hanya saja jika ini terjadi terus menerus anak buah dengan motivasi dan kreativitas tinggi akan menjadi gelisah dan berujung pada kekecewaan.
Tingkat ketiga dinamakan Hasil. Orang mengikuti sang pemimpin karena apa yang telah dilakukan pemimpin untuk organisasi tersebut. Hasil karya pemimpin diapresiasi anak buah.
Mereka menyukai pemimpin dan apa saja yang sedang dikerjakan pemimpin. Tingkat tiga ini memberi landasan kokoh bagi sang pemimpin untuk meraih hasil optimal pada apa yang telah direncanakan.
Tingkat keempat berjuluk Reproduksi. Anak buah didesaian untuk menjadi pemimpin baru yang kelak akan mengganti sang pemimpin.
Tingkat paling tinggi, kelima dinamakan Respek. Anak buah mengikuti sang pemimpin karena siapa diri sang pemimpin dan apa yang pemimpin representasikan. Tingkat ini terjadi karena komitmen tanpa jeda yang dilakukan sang pemimpin untuk mengembangkan anak buah dan organisasinya.
Tingkatan kelima ini bisa disebut sebagai Pemimpin Inspirational (Kharismatik), dimana para pengikut atau anak buah merasa terinspirasi dari sosok sang idola atau pemimpinya, model pemimpin inspirational akan berdaya tahan lama.
Disamping Mr. John Maxwell, yang telah mendeskripsikan mengenai tingkatan dalam kepemimpinan seseorang, terdapat juga seorang filosof kepemimpinan asli dari bangsa Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara.
Beliau mempunyai filosofi yang sangat luar biasa menurut saya yaitu “ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI” (Jika berada didepan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan). Inilah gagasan Filosofis yang akan diaplikasikan penulis dalam menerapkan kiat-kiat/langkah pengkaderan.
Langkah Pengkaderan
Metode pengkaderan di Serikat Buruh memang sudah ada pedoman baku, tetapi pedoman itu akan diuji efektivitasnya oleh kondisi obyektif dalam masyarakat. Misalnya, metode itu akan diuji oleh trend dalam kehidupan dan aktivitas buruh dan trend perkembangan kultural masyarakat.
Artinya, metode pengkaderan yang baku tanpa dibarengi penguatan kondisional terhadap trend kehidupan dan aktivitas mahasiswa sama artinya dengan memaksakan formula metode pengkaderan yang asing untuk calon anggota Serikat Buruh.
Sebuah citra Serikat Buruh yang mundur, tidak dinamis, ketinggalan jaman, secara kultural tidak gaul, dan bisa jadi dianggap konservatif atau kuno. Pencitraan semacam itu semestinya bisa diubah pada fase proses orientasi dan pendidikan yang terus berjalan.
Kegiatan orientasi dalam arti proses awal perkenalan calon kader, bisa berdurasi panjang, yaitu melalui pergaulan sehari-hari di sekretariat, tempat kerja dan di lingkungan tempat tinggal buruh dan kemampuan memahami talenta apa yang dimiliki seorang calon kader. Talenta itu bisa berupa semua jenis, baik di bidang keilmuan, kesenian, kegiatan rekreatif, sampai pada bakat-bakat khusus di bidang olahraga. Inilah NGARSO SUNG TULODO (Jika berada didepan memberi teladan), dimana para senior bersedia turun lapangan memberi teladan yang baik bagi calon kader.
Penguatan prakondisi menuju MAPERCA yang panjang ini akan membuat kader yang telah melalui LK I tidak merasa mendapatkan lingkungan yang frontal dan susah untuk menyesuaikan diri ketika mereka resmi menjadi anggota.
Itu artinya, kader-kader baru ini bisa meneruskan dalam mengembangkan talentanya dan sebagai organisasi memberi dukungan terhadap hal itu dan tidak malah menghambatnya. Nah pada fase kedua inilah saat kita untuk memberikan bimbingan kepada kader baru agar menjadi kader militant (ING MADYO MANGUN KARSO). Dengan memberikan mereka Kepercayaan, semangat dan motivasi serta kedekatan emosional.
Selanjutnya kita jalankan misi ketiga, yaitu TUT WURI HANDAYANI. Kita pacu semangat mereka agar lebih antusias yang termotivasi untuk trus berkarya.
Itulah hakekatnya seorang pemimpin harus mampu membaca dan bersikap, Kapan harus tampil didepan? kapan harus berada di tengah-tengah sebagai fasilitator? dan kapan harus berada di garda belakang untuk mensupport calon calon leader berikutnya?
No comments