Sejarah Kebangkitan Gerakan Buruh Bagian Pertama
Unknown
05:19
0
Perlawanan Buruh Indonesia melawan penindasan sudah berlangsung berabad-abad, semenjak masuknya imperialisme asing di abad 16. Pada masa sebelum terjadinya imperialisme di Indonesia, corak kehidupan bangsa mengikuti sistem feodalisme.
Pra-imperialisme asing
Pada masa feodalisme murni ini, terjadi pemusatan kekuasaan pada segelintir kelompok masyarakat yang dikenal sebagai kaum bangsawan, dan dipimpin oleh seorang raja atau sultan.
Dalam menjalankan roda perekonomian di daerah kekuasaannya para bangsawan menjalankan usaha agraris (pertanian) yang dilaksanakan oleh para tuan tanah, di mana para tuan tanah memerintahkan petani penggarap untuk bercocok tanam sesuai dengan apa yang diperintahkan para tuan tanah. Hasil dari pertanian yang dijalankan petani penggarap di berikan sepenuhnya kepada tuan tanah, dan sebagai upah atas kerja petani penggarap hanya diberikan sedikit hasil tani yang dapat menghidupinya sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup yang sangat sederhana. Dan mereka diberi lokasi tempat tinggal di sekitar tanah garapan yang sebenarnya tanpa disadari petani juga dijadikan sebagai penjaga tanah dan garapannya tersebut.
Penjualan dan distribusi hasil tani dijalankan para tuan-tuan tanah dengan dibantu kelompok pedagang yang memilik akses ke berabagi daerah lain yang membutuhkan hasil-hasil pertanian tersebut. Keuntungan yang didapat dimiliki sepenuhnya oleh para tuan tanah. Sebagai imbalan ke pihak bangsawan, tuan tanah memberikan berupa upeti atau persembahan yang pada dasarnya memohon agar mereka diberi hak lagi untuk menjalankan usaha di lokasinya.
Di sini dapat dilihat bahwa pada corak kehidupan feodal, penindasan terhadap rakyat kecil (dapat dianggap bahwa para petani atau petani tak bertanah mempunyai kelompok masyarakat yang berjumlah besar dibanding kelompok masyarakat yang lain) terjadi secara sistematis (terstruktur). Penindasan secara langsung jelas dilakukan oleh para tuan tanah dengan tidak memberikan imbalan yang layak kepada petani penggarap yang sesuai dengan nilai kerja mereka. Dapat dipastikan bahwa tingkat kehidupan petani tidak akan beranjak ke tingkat yang lebih baik sampai kapanpun. Penindasan terhadap petani oleh tuan tanah dilakukan untuk mendatangkan keuntungan yang maksimal bagi tuan tanah mengingat mereka harus mengeluarkan biaya persembahan (upeti) kepada kaum bangasawan yang menguasai secara politik.
Sistem ekonomi feodal telah membentuk struktur masyarakat dimana raja dan bangswan, mewakili kelas penguasa politik, dimana mereka membuat segala aturan dalam politik kekuasaan ataupun ekonomi.
Tuan tanah, sebagai pemilik alat produksi (berupa tanah) dan mengambil keuntungan dari hasil produksi tersebut. Perlu diingat bahwa kepemilikan alat produksi dari si tuan tanah tidaklah didapat dari suatu mekanisme kepemilikan yang mandiri. Kepemilikan tanah diberikan oleh raja (atau bangsawan)dalam bentuk hak pengelolaan dengan imbalan upeti. Ini nantinya yang akan membedakan corak produksi kapitalisme, kepitalisme pinggiran, dan feodal.
Pedagang, sebagai kelompok yang mendistribusikan barang. Mereka mengambil keuntungan dengan mendapatkan selisih harga beli dari tuan tanah dan harag jual pembeli di tempat lain.
Petani penggarap,merupakan kelompok mayoritas yang secara ekonomi tidak memiliki kekuasan apapun. Mereka mengabdikan diri sepenuhnya kepada tuan tanah, imbalan yang didapat sangat minim.
Penghisapan ekonomi dan penindasan politik ini telah membuat kaum tani memberontak melawan kekuasaan raja dan para bangsawan. Baik di masa kerajaan Mataram I (abad VIII-IX), dan jauh sebelumnya, yakni masa Kerajaan Kediri (awal abad XI-XIII), pemberontakan kaum tani yang dimanipulir Ken Arok serta pemberontakan-pemberontakan kaum tani lainnya.
Imperialisme asing
Tahun 1469 adalah tahun kedatangan ekspedisi mencari daerah baru yang dipimpin Vasco da Gama (Portugis). Tujuannya mencari rempah-rempah yang akan dijual kembali di Eropa. Kemudian menyusul penjelajah Spanyol masuk ke Nusantara di tahun 1512. Penjelajah Belanda baru datang ke Nusantara tahun 1596, dengan mendaratnya Cornelis de Houtman di Banten.
Selanjutnya didirikanlah kongsi dagang VOC (Verenidge Oost Indische Compagnie) tahun 1602. Dalam waktu singkat kapital dagang Belanda menguasai Nusantara. Banten dikuasai, sehingga Belanda dapat mengontrol pintu barat Nusantara, dan Makasar dikuasai agar mereka bisa mengontrol wilayah timurnya. Di Jawa, kekuasaan raja-raja feodal dapat mereka runtuhkan, dan menjadikan mereka antek kolonialisnya, dan keharusan membayar contingent, pajak natura.
Kekuasaan Belanda ini terinterupsi 4 tahun dengan berkuasanya kolonialisme Inggris sampai tahun 1813. Kolonialisme Inggris masa Raffles, adalah tonggak penting hilangnya konsep pemilikan tanah oleh kerajaan. Sebab dalam konsep Inggris, tanah bukan milik Tuhan yang diwakilkan pada raja, tapi milik negara. Karenanya pemilik dan penggarap tanah harus membayar landrente (pajak tanah), Pajak ini mengharuskan sistim monetasi (keuangan) dalam masyarakat yang masih terbelakang sistim monetasinya, sehingga memberi kesempatan tumbuhnya renten dan ijon. Pengganti Raffles, Daendles, Gubernur kolonial Belanda, meneruskan kebijaksanaan itu.
Wilayah Nusantara jatuh lagi ke tangan Belanda. Politik mereka dijalankan dengan tetap mempertahankan kapitalisme kolonial yang primitif; bahkan tahun 1830-1870 pemerintah Belanda menyelenggarakan tanam paksa (Culturstelsel). Hal ini dikarenakan kebangkrutan kas mereka, yang selama ini dihabiskan untuk menumpas perlawanan-pelawanan rakyat di Nusantara dan perang pemisahan Belgia. Ciri-ciri tanam paksa ini berupa:
Kaum tani diwajibkan menanam tanaman yang laku dipasaran Eropa, yaitu tebu, kopi, teh, nila, kapas, rosela dan tembakau; kaum tani wajib menyerahkan hasilnya kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;
Perubahan (baca: penghancuran) sistim pengairan sawah dan palawija;
Mobilisasi kuda, kerbau dan sapi untuk pembajakan dan pengang kutan;
Optimalisasi pelabuhan, termasuk pelabuhan alam;
Pendirian pabrik-pabrik di lingkungan pedesaan, pabrik gula dan karung goni;
Kerja paksa atau rodi atau corvee labour untuk pemerintah;
Pembebanan berbagai macam pajak.
Hindia Belanda, Ajang Kolonialisme/Imperialis Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan di negeri Belanda, yaitu menguatnya kaum kapital dagang swasta (seusai mentransformasikan monarki absolut menjadi monarki parlementer dalam sistim kapitalisme) terjadi pula perubahan di Nusantara/Hindia Belanda. Akumulasi kapital yang dimiliki kapitalis dagang ini memberi basis perluasan ekspansi modalnya di Hindia Belanda, menuntut peran kekuasaan modalnya lebih besar dari pada negara. Logika modal seperti itu wajar, agar bisa mulus bertransformasi menjadi kapitalis industri-swasta, mengerosi monopoli negara lebih cepat.
Namun, monopoli negara ini tidak berarti state qua state, negara demi negara, atau negara menciptakan kelas, karena logika modal, menyatakan bahwa negara adalah alat kaum modal, cepat atau lambat, kaum kapital akan mengerosi campur tangan negara, terutama untuk monopoli produksi, perdagangan dan keuangan. Perubahan syarat-syarat kapitalisme ini pun menuntut perubahan dalam metode penghisapan dan sistem politiknya: dari politik dagang kolonial yang monopolistik ke politik kapital dagang industri yang bersifat persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi oleh kelas borjuis yang baru berkembang.
Metode penghisapan baru yang lebih modern ini, menuntut tersedianya tenaga produktif yang lebih modern, tanah jarahan yang lebih luas (yaitu Sumatera), perubahan dan pembangunan sistim irigasi yang lebih modern, tenaga kerja yang lebih banyak, terampil, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan hubungan produksi pengupahan; bahkan perubahan dalam supra struktur seperti; hukum poenale sanctie, birokrasi, bahasa, pendidikan, bacaan dan terbitan Di sinilah awal kelahiran kaum buruh di Hindia Belanda yang berkesadaran faru pula.
Kemunculan kaum buruh dalam jumlah besar diakibatkan dengan munculnya sistem produksi baru yang mengutamakan sistem pengupahan. Ini berbeda dengan sistem pemberian sedikit hasil tani kepada tani penggarap seperti pada saat sistem produksi feodal. Inilah saat di mana bangsa Indonesia mengenal sistem produksi kapitalis. Penumpukan modal dilakukan oleh para pemilik modal yang menguasai sumber-sumber daya alam dan suatu sistem produksi, bisa dalam bentuk pertanian atau pabrik manufaktur.
Ciri-ciri dari corak kehidupan industri yang muncul pada masa ini :
- Munculnya kaum buruh upahan dengan sistem kerja industri kapitalis di tanah jajahan ;
- Bertebarannya pabrik-pabrik, terutama pabrik gula, karung goni tekstil, kelapa sawit dan tembakau yang dimiliki kapitalis swasta Belanda dan bangsa Eropa lainnya dan belakangan minyak serta barang galian;
- Perubahan dan pembangunan sistim pengairan baru;
- Mobilisasi tenaga kerja dalam selubung transmigrasi;
- Dikikisnya basis produksi feodal (penyakapan);
- Lahirnya lembaga-lembaga pendidikan modern;
- Lahirnya sistim hukum baru yang belum sepenuhnya mengemban ideologi liberal;
- Alat propagandanya manipulasi masalah kemanusiaan kaum sosial-demokrat kanan- atau dikenal dengan politik etis.
Di masa kapitalisme kaum buruh upahan dengan produksi yang dihasilkannya mengalami perubahan-perubahan secara cepat. Pengolahan tanah, perubahan sistim irigasi, penggunaan kerbau, sapi dan kuda sebagai alat bajak dan alat angkut tambahan, mesin, pabrik, kapal laut, roda, kereta api, bangunan pabrik, jembatan dll, seluruhnya bermuara menjadi barang dagangan. Kesadaran dan tindakan politiknya -kesadaran membaca, berorganisasi, kursus, rapat, demonstrasi, pertemuan umum, persatuan, forum, debat, polemik, perpecahan, pengrahasiaan, dan akhirnya pemberontakan dan revolusi adalah tenaga-tenaga produktif yang terus berkembang. Itulah wajah cara produksi kapitalis yang bersifat menghisap/menindas dimasa Hindia Belanda, dan sedang mengalami perlawanan dari rakyat.
Kemudian setelah sukses mengikis monopoli negara atau memperlancar swastanisasi, ekspor kapital, kapitalisme berkembang lebih jauh ke tahap imperialisme. Artinya kapitalisme dalam momen tertentu telah menghilangkan kontradiksi di negeri asalnya, namun kontradiksi kelas kemudian jadi meluas ke tanah jajahan dan kompleks. Itulah tanda dari konsekuensi hubungan sosial produksi kapitalis yang memiliki potensi mendapatkan perlawanan dari rakyat tanah jajahan dan rakyat yang sadar di negeri asalnya.
Tanda-tanda berkembangnya kapitalisme ke tanah jajahan sebagai hasil dari imperialisme, yaitu:
Pemusatan produksi dan modal berkembang pesat, hingga menciptakan monopoli-monopoli yang berperan menentukan dalam kehidupan ekonomi;
Paduan kapital bank dan industri. Di atas kapital finans ini dikembangkan oligarki finans;
Ekspor kapital memperoleh arti penting yang luar biasa –berbeda dengan ekspor barang dagangan (komoditi)
Pembentukan serikat-serikat kapitalis monopoli internasional yang membagi dunia di kalangan mereka sendiri;
Pembagian wilayah atas seluruh dunia di antara negara-negara kapitalis dalam tahap tertentu sudah diselesaikan.
Di atas syarat-syarat tersebut, justru gerakan rakyat menunjukkan elannya dalam praktek revolusi sejak akhir abad 19 hingga saat ini; artinya, terbukti bagaimana gerakan rakyat, sebagai lompatan kualitatif dari tenaga-tenaga produktif, terjadi pada tahap imperialisme.
Perkembangan kapitalisme persaingan bebas ke kapitalisme monopoli akhirnya menunjukan bahwa kaum borjuasi selain berhadapan dengan kaum buruh dalam negeri, juga berhadapan dengan seluruh rakyat di tanah-tanah jajahannya. Ia pun menunjukkan tentang perjuangan yang dipimpin kaum buruh pada masa imperialisme.
Kaum buruh yang terbentuk sebagai akibat dari penghisapan produksi kapitalis, menghasilakan kesadaran akan perlunya perlawanan terhadap pemilik-pemilik modal asing (Belanda). Ketidakpuasan mulai muncul karena dengan upah yang sangat rendah, kaum buruh juga ahrus menghadapi biaya-biaya kehidupan. Barang kebutuhan hidup sederahana mulai digantikan dengan barang-barang yang lebih maju (sebenarnya diciptakan dan diproduksi di pabrik-pabrik manufaktur yang ada). Namun demi menghasilakan keuntungan yang besar (konsekuensi logis dari watak seorang pemilik modal), maka barang-barang tersebut dijual dengan harga yang cukup tinggi. Menghadapi hal ini, jelas kehidupan kaum buruh Indonesia tidak akan mungkin meningkat. Sementara kaum pemilik modal (Belanda) semakin menunjukkan kelebihannya dalam hal kekayaan, maka konflik pun tidak terhindarkan.
Pruduksi kapitalis asing ini seperti disinggung di atas, menunjukkan hasil-hasil produksi manufaktur ataupun pertanian telah berhasil menggeser kekuatan-kekuatan produksi feodal yang masih dipegang segelintir pribumi yang dekan dengan kekuasaan kerajaan. Sistem produksi kapitalis ini sangat mengutamakan efisiensi, yang dibangun dari sisi manajemen dan alat-alat produksi yang modern. Jelas ini tidak dimiliki oleh para penguasa ekonomi feodal, yang pada akhirnya menyebabkan kekuatan ekonomi kerajaan setempat terus merosot. Akibat hal tersebutlah maka kekuatan kerajaan pribumi mulai menunjukkan sikap perlawanan terhadap Belanda.
Perasaan fanatisme terhadap kerajaan sengaja dibangkitkan oleh para raja dan bangsawan terhadap rakyatnya. Maka pada masa ini perlawanan kaum buruh terintegrasi ke dalam perlawanan nasionalisme.
Berawal dari ketertindasan ekonomi (pengupahan, harga barang, kesewenang-wenangan pemilik modal) dan didorong oleh rasa nasionalisme (yang muncul kemudian setelah melihat bahwa pemilik modal tersebut adalah bangsa lain), perlawanan tehadap kekuasaan kapitalis-imperialis muncul dan kaum buruh menjdi basis kekuatan utama.
Perlawanan Pangeran Diponegoro berawal dari adanya penyerobotan tanah oleh kapitalis Belanda (dengan didukung kekuatan militer pemerintah Belanda) terhadap tanah milik keluaraga kesultanan, perlawanan Sisingamraja XII juga berawal dari masalah tanah.Perang Aceh yang terjadi sangat lama berawal dari penguasaan bandar Malaka oleh Belada yang mengakibatkan kemajuan di bandar-bandar pelabuhan milik kerajaan Aceh. Maka Belandapun memutuskan untuk menyerang Aceh. Ini juga memperlihatkan bahwa persaingan ekonomi kerajaan pribumi dengan Belanda menjadi dasar bagi munculnya perlawanan nasionalisme.
Bersambung: Sejarah Kebangkitan Gerakan Buruh Bagian kedua
No comments