Stop Perbudakan Modern!
Unknown
05:11
0
KORANMIGRAN, JAKARTA - Migrasi buruh Indonesia dewasa ini merupakan salah satu dampak dari dinamika pertumbuhan ekonomi yang menjadi tumpuan dari strategi penghisapan kapitalis di Indonesia.
Industrialisasi dan revolusi hijau merupakan dua proyek besar pembangunan yang mendorong terjadinya kesenjangan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan.
Industrialisasi dan revolusi hijau merupakan dua proyek besar pembangunan yang mendorong terjadinya kesenjangan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan.
Pedesaan menjadi area kronis yang harus menanggung beban dan dampak dari dua proyek besar tersebut. Industrialisasi menggerogoti lahan-lahan pertanian produktif, sementara revolusi hijau meminggirkan petani gurem (yang merupakan mayoritas warga yang tidak memiliki hak atas tanah) untuk lebih berperan dalam pertanian. Hanya petani berdasi yang bermodal besarlah yang dapat turut serta dalam proyek tersebut. Akibatnya terjadi proletarisasi pedesaan.
Penyempitan lahan kerja di pedesaan, langkanya peluang kerja di perkotaan dan rendahnya tingkat upah riil mendorong terjadinya arus migrasi tenaga kerja ke luar negeri.
Pada saat ini berdasarkan data dari berbagai sumber, jumlah buruh migran Indonesia (BMI) yang "dikirim paksa" ke luar negeri sudah mencapai angka 7 juta orang. Sebagian besar bekerja di sektor domestik/pekerja rumah tangga dan sisanya bekerja di sektor perkebunan, konstruksi, manufaktur, kesehatan dan pelaut. Semuanya dalam kategori buruh rendahan.
Berdasar basis sosialnya, sebagian besar BMI berasal dari pedesaan ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi ini semakin menjauhkan BMI dari akses informasi dan memperbesar kerentanan mereka terhadap eksploitasi. BMI mengalami diskriminasi dimanapun bekerja.
Di dalam negeri BMI diperlakukan sebagai komoditi dan warga negara kelas dua. BMI mendapatkan perlakuan yang diskriminatif mulai dari saat perekrutan, di penampungan, pemberangkatan maupun saat kepulangan. Terminal IV Bandara Soekarno Hatta merupakan wujud nyata bentuk diskriminasi terhadap BMI dengan memisahkannya dengan penumpang umum dan tidak diberikannya akses kepada siapapun untuk memantau kinerja Intansi terkait.
Minimnya instrumen perlindungan juga mejadi pemicu maraknya permasalahan yang menimpa BMI. Tak terhitung berapa telah menjadi korban traffiking, mati, diperkosa, cacat, dianiaya, disiksa, disekap, gaji tidak dibayar, PHK dan lain sebaginya.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) adalah sebagai antitesis dari kondisi buruk yang dialami oleh buruh. Sebagaimana watak gerakan buruh maka buruh yang dipaksa bermigrasi ini haruslah membangun organisasi massanya. SBMI yang dirintis sejak tahun 2000 kemudian membentuk FOBMI (Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia) yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2003. Dan untuk memperjelas diri sebagai Serikat Buruh, pada Kongres II FOBMI tanggal 29 Juni 2005 diubah menjadi Serikat Buruh Migran Indonesia.
No comments