sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Inilah alasan Kenapa Konsorsium Asuransi TKI Akhirnya Dibekukan


Unknown 00:09 0

Konsorsium Asuransi TKI Akhirnya Dibekukan OJK
Modus Pemaksaan Asuransi kepada BMI/TKI
KORANMIGRAN, JAKARTA - Akhirnya kedok mengatasnamakan perlindungan terhadap Buruh Migran Indonesia dibekukan juga. Semua orang sudah tahu bahwa BMI atau TKI yang pulang ke Indonesia dengan berbagai masalah baik itu tidak digaji, mendapat pelecehan seksual, penyiksaan hingga mendapat ancaman hukuman mati jarang ada yang mendapatkan perlindungan dari asuransi. Padahal Sebelum diberangkatkan BMI sudah dibebani harus membayar premi asuransi sebesar Rp 400 ribu tiap orangnya. 

Konsorsium asuransi proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang merupakan satu-satunya penyedia asuransi TKI di Indonesia akhirnya dibekukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK menilai ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari skema asuransi TKI yang ada saat ini.

Konsorsium ini terdiri dari 10 perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya, PT Asuransi Jiwa Recapital, PT Asuransi Takaful Keluarga, PT Asuransi Umum Mega, PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk, PT Asuransi Tugu Kresna Pratama, PT Asuransi Raya, PT Asuransi Purna Artanugraha, PT LIG Insurance Indonesia, dan PT Asuransi Ramayana. Konsorsium tersebut juga terdiri dari satu pialang asuransi, yaitu PT Paladin International.

OJK telah meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk menghentikan konsorsium tersebut dan membentuk konsorsium baru. "OJK memerintahkan konsorsium asuransi TKI untuk menghentikan pemasaran sejak 1 Agustus 2013," ujar Deputi Komisioner I Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Ngalim Sawega di Jakarta, Senin (15/7).

Sepuluh perusahaan asuransi yang menjadi konsorsium akan diperiksa oleh OJK sedangkan perusahaan pialang asuransi akan diaudit. Pasalnya ada beberapa hal yang menurut OJK tidak sesuai dengan fungsinya.

Dari data yang diperoleh, statistik premi klaim proteksi TKI periode 7 September 2010 hingga 31 Juli 2011 diketahui jumlah peserta yang mengikuti selama 10 bulan tersebut, sebanyak 1.241.907 jiwa. Dengan premi sebesar Rp 400 ribu, maka total premi yang berhasil dihimpun mencapai Rp 160.398.300.000. Namun yang mengherankan meski begitu banyaknya TKI yang pulang dengan berbagai masalah, nyatanya hanya 2.909 TKI yang mendapatkan klaim asuransi dengan total nilai Rp 7.670.677.157. Dari data tersebut, terlihat jika premi yang dibayarkan hanya 4,8% dari jumlah premi yang diterima.

Sejak September 2010 hingga Februari 2013 konsorsium TKI telah mengumpulkan dana sekitar Rp 398 miliar. Sekitar 50 persen dana dikelola oleh konsorsium. Sebanyak 45 persen dana atau sekitar Rp 179 miliar dikelola oleh pialang dan sisanya yang lima persen merupakan komisi pialang.



Namun OJK melihat dana yang dikelola oleh pialang tidak dialokasikan untuk dana yang berhubungan dengan proteksi TKI. Berdasarkan data yang diperoleh OJK 45 persen dana yang dikelola pialang justru dialokasikan untuk hal-hal seperti gaji, dana CSR, sponsorship, jusnalistik dan media, dan operasional perwakilan di luar negeri. "Mestinya alokasi terbesar harus terkait masalah asuransi TKI, bukan yang lain," kata Ngalim.

Alokasi klaim konsorsium juga OJK nilai tidak tepat. Klaim yang tidak dibayarkan sesuai polis mencapai 2.480 klaim. Sedangkan klaim yang tidak sesuai polis namun dibayarkan karena pertimbangan tertentu atau ex gratia mencapai 17.735 klaim. Seharusnya yang terjadi justru sebaliknya.




Banyak buruh migran yang bermasalah seperti kabur itu tidak mendapatkan klaim asuransi. Hal ini dikarenakan Petugas Balai Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI di Bandara Soekarno Hatta yang mencatat TKI bermasalah tersebut tidak menjelaskan alasan TKI tersebut kabur. Padahal mereka kabur karena tidak digaji selama 13 bulan, tidak diberi makan, disiksa hingga mendapat pelecehan seksual. Dari petugas BNP, TKI tersebut menuju ruang tempat klaim asuransi. Hal inilah penyebabnya, bila di kertas formulir tertulis alasan kepulangan karena kabur atau keinginan sendiri, sudah dipastikan TKI tersebut tidak berhak mendapatkan klaim asuransinya.

Kemenakertrans diminta untuk membentuk konsorsium baru yang mengelola dana premi TKI. Konsorsium ini merupakan pengganti konsorsium lama yang tidak lagi boleh menjual asuransi sejak waktu yang ditentukan. Konsorsium baru diharapkan tidak hanya satu. "Minimal dua supaya ada kompetisi dan TKI mendapatkan benefit yang lebih baik," ujar Ngalim. Satu konsorsium pun tidak harus terdiri dari 10 perusahaan.



Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat adanya penyalahgunaan pengelolaan uang asuransi TKI. Dewan Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non-Bank Ngalim Sawega mengatakan konsorsium TKI tersebut dibekukan karena ditemukan adanya pengelolaan dana yang tidak pantas senilai Rp 197 miliar, atau 45% dari pengelolaan premi oleh pialang konsorsium TKI yakni PT Paladin International.

Selanjutnya OJK meminta pihak Kemenakertrans untuk membentuk konsorsium baru yang mengelola dana premi TKI untuk menggantikan konsorsium yang lama yang tidak boleh lagi menjual asuransi. OJK juga meminta agar konsorsium yang baru bukan hanya satu, minimal dua di mana satu konsorsium tak lebih dari 10 perusahaan.

Sejak ditemukan adanya penyalahgunaan dan asuransi TKI, maka sejak 30 Juli 2013 lalu, Kemenakertrans telah menunjuk tiga konsorsium baru dengan anggota konsorsium 9-11 perusahaan. Adapun konsorsium tersebut di antaranya PT Jasindo yang diketui PT Asuransi Hasa Indonesia (Pesero) dan pialang PT Sarana Janesia Utama. Kedua, Konsorsium Astrindo dengan Ketua PT Asuransi Adira Dinamika dan pialang asuransi PT Senada Pasific Servicetama. Ketiga Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinarmas dan pialang PT Mitra Dhana Atmharaksha.

Sepertinya tak ada perbedaan yang signifikan antara pembentukan konsorsium asuransi TKI yang baru dengan yang lama. Masih terlihat adanya pialang (broker) dalam konsorsium tersebut? Apa perannya? Bukankah semua teknis asuransi sudah diatur Menakertrans dalam Peraturan Menteri Nomor 07 tahun 2010? Yang mengejutkan, ternyata broker atau pialang tersebut mendapatkan 50% dari setiap premi yang dibayarkan TKI. Ke mana larinya uang itu. Pantas saja, jumlah klaim asuransi yang diterima TKI tak lebih dari 10% karena setengahnya sudah dikutip konsorsium. Yang jadi pertanyaan, ke mana lari uang yang dikutip broker asuransi tersebut? Benarkah ada permainan antara konsorsium asuransi TKI dengan pihak terkait misalnya Kemenakertrans?

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebelumnya mengeluarkan aturan tentang asuransi TKI dalam Peraturan Menteri Nomor Per.07/MEN/ V/2010 yang menetapkan kewajiban untuk mengikuti program asuransi bagi TKI. Selain itu mengatur tentang pembentukan konsorsium asuransi, pialang asuransi besaran premi dan klaim yang dibayarkan oleh pihak asuransi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 209 tahun 2010 tanggal 6 September 2010 menunjuk Konsorsium Asuransi Proteksi TKI Tunggal yang diketuai oleh PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya dengan anggota 9 Perusahaan asuransi, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga, PT Asuransi Jiwa Recapital, PT Asuransi Umum Mega, PT Asuransi Harta Aman Pratama, PT Asuransi Tugu Kresna Pratama, PT Asuransi LIG, PT Asuransi Raya, PT Asuransi Ramayana, dan PT Asuransi Purna Arthanugraha. Sebagai Pialang (broker) adalah PT Paladin Internasional.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan porsi perlindungan asuransi terhadap TKI dimulai pada saat pra-penempatan, selama penempatan, dan setelah penempatan. Seiring dengan berjalannya pemberlakuan peraturan menteri ini ternyata masih jauh dari harapan buruh migran. Penyelenggara Asuransi TKI dinilai masih sangat lemah terkait dengan rendahnya pelayanan konsorsium asuransi sebagai pihak penanggung terhadap pembayaran klaim terhadap TKI. Padahal keberadaan konsorsium asuransi pada prinsipnya adalah memberikan pelayanan yang maksimal dalam perlindungan TKI.

Menurut Dewan Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank, Ngalim Sawega, alasan OJK membubarkan Konsorsium tunggal dan mengganti konsorsium lebih dari satu karena jika hanya satu konsorsium maka perusahaan itu kurang kompetitif dan seolah-olah memonopoli. Selain itu menurut Ngalim untuk memperbaiki governance (pengelolaan perusahaan) yang lebih baik. "Kalau governance kurang bagus kasihan yang memegang polisnya. OJK mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat yang memegang polis untuk dilindungi. Jangan sampai perusahaan yang memiliki governance kurang bagus malah orang pada masuk, nanti banyak korban," ujarnya.

Tak hanya itu, konsorsium proteksi TKI tunggal tersebut dibekukan OIK karena ditemukan adanya pengelolaan dana yang tidak pantas yakni Rp 179 miliar atau 45 persen dari pengelolaan dana premi oleh pialang konsorsium asuransi TKI yaitu PT Paladin Internasional. Berdasarkan OJK PT Paladin Internasional mengalokasikan dana tersebut untuk perwakilan luar negeri sebesar 19,40 persen dan sponsorship 19,28 persen dan untuk tanggung jwab social perusahaan 11,58 persen serta dana pembayaran pajak 1,23 persen.

Lantas masalah bukannya selesai. Berdasarkan data premi dan klaim yang diperoleh pada periode Juli 2011, jumlah TKI yang mendaftar menjadi peserta asuransi sebanyak 1.241.907 orang dengan total premi yang diperoleh PT Asuransi sebesar Rp 160.398.300.000, sedangkan jumlah TKI yang klaim hanya 2.909 orang dengan total pembayaran klaim Rp 7.670.677.137. Berdasarkan data ini berarti kurang dari 1 persen TKI yang mengajukan klaim terhadap konsorsium TKI. Padahal kalau kita melihat realitas di lapangan sangat banyak permasalahan yang dihadapi oleh TKI di luar negeri.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.