Analisis Framing Kasus Sumiati di Media
Unknown
11:25
1
Oleh Aulia Dwi Nastiti
Luasnya pemberitaan media mengenai kasus Sumiati ini menjadi menarik untuk dikaji jika dihadapkan pada multi dimensionalitas permasalahan TKI karena memunculkan ruang bagi berbagai pertanyaan mengenai sikap media terhadap kasus penyiksaan TKI, khususnya kasus Sumiati. Bagaimana media memandang kasusSumiati? Bagaimana media mengkonstruksi realitas kasus TKI? Apakah media juga memandang kasus tersebut secara multidimensional atau menonjolkan kasus TKI sebagai permasalahan dimensi tertentu? Untuk menjawab pertanyaan mengenai sikap media dalam konstruksi realitas kasus Sumiati itulah, kajian ini menggunakan analisis framing terhadap pemberitaan kasus Sumiati di editorial dua harian nasional, yaitu Kompas dan Media Indonesia.Bagian editorial dipilih secara purposif sebagai unit analisis karena editorial merupakan elemen berita yang paling merepresentasikan sikap media secara resmi dalam pemberitaan (Walbert, 2010)
Harian Kompas
Problem Identification, Melalui editorialnya, Kompas mengidentifikasi kasus Sumiati, dan kasus TKI secara umum, sebagai permasalahan sosial-ekonomi. Pada lead artikel, Kompas menekankan pada aspek sosial kasus dengan mengungkapkan kekhawatiran bahwa kepedulian terhadap TKI hanya berlangsung sesaat. Kompas takmembahas kasus Sumiati sebagai fokus, tapi menyikapi kasus Sumiati dan Kikim Komalasari, seorang TKI yang dibunuh, sebagai contoh bahwa kasus penyiksaan TKI selalu berulang dan hanya mampu menarik perhatian tanpa menghasilkan tindakan penyelesaian. Selain dimensi sosial, Kompas juga menempatkan kasus ini sebagai permasalahan ekonomi. Kompas mengajukan argumen bahwa penyiksaan TKI tak akan terjadi jika TKItak mengadu nasib ke luar negeri karena tak adanya jaminan atas lapangan pekerjaan di dalam negeri.b.
Causal Interpretation, Kompas menonjolkan kegagalan pemerintah dalam aspek ekonomi sebagai penyebab terjadinya penyiksaan TKI. Kompas berpandangan bahwa penyebab jumlah TKI yang bekerja di luar negeri tetap tinggi meskipun keselamatannya diragukan ialah karena pemeritah gagal menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai di dalam negeri. Dari aspek sosial, Kompas menyebutkan bahwa kasus penyiksaan Kompas menggambarkan bahwa penyiksaan TKI terus terjadi karena kehebohan atas nasib naas yang ditimpa para TKI tak disertai dengan tindakan nyata untuk menjamin perlindungan keselamatan bagi para TKI yang bekerja di luar negeri. Kompas juga menyebutkan bahwa perlindungan pemerintah terhadap TKI juga masih minim meskipun tetap lebih menekankan pada penyebab ekonomi.
Moral Evaluation, sesuai dengan main frame yang digunakan Kompas yaitu frame sosial dan ekonomi,Kompas pun mengevaluasi kasus ini dalam dimensi sosial dan ekonomi. Dalam dimensi sosial, Kompas menilai bahwa perhatian yang begitu besar terhadap kasus ini cenderung hanya menjadi kepedulian sesaat. Kompasmenilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negatif dengan menyatakannya sebagai “kehebohan dan kegaduhan yang tidak sampai menggerakkan pikiran dan perasaan untuk melakukan terobosan membela kepentingan TKI”.
Kompas juga mengevaluasi bahwa ekspresi keprihatinan yang ditunjukkan pemerintah tidak cukup jika tidak ada tindakan konkret untuk melindungi TKI. Di sini Kompas mengalamatkan evaluasinya pada khalayak umum karena Kompas tidak menuliskan subjek spesifik sebagai pihak atau nama yang digambarkan "heboh sesaat‟ tersebut. Selanjutnya dalam dimensi ekonomi, Kompas mengavaluasi pemerintah secara negatif dengan menggambarkan bahwa pemerintah gagal menjamin tercukupinya kebutuhan lapangan kerja di dalam negeri.Kompas menilai pemerintah telah mengecewakan banyak pihak karena belum menunjukkan komitmen serius untuk melindungi nasib TKI dan membiarkan TKI bersusah-susah mengadu nasib di negeri orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Solution Recommendation, untuk menyelesaikan kasus penyiksaan TKI, Kompas merekomendasikan solusi dalam dua dimensi. Yang pertama dari segi sosial, Kompas menyatakan bahwa diperlukan langkah konkret bagi perlindungan keselamatan TKI di mancanegara. Selain itu, Kompas menyebutkan bahwa yang paling penting adalah menjamin ketersediaan lapangan kerja yang lebih luas di negeri sendiri. Dari sini terlihat bahwa Kompas menempatkan kebutuhan ekonomi sebagai akar masalah TKI ini sehingga solusi yang dibutuhkan untuk memangkas akar masalah ini adalah dengan menyediakan lapangan kerja di dalam negeri bagi para TKI ini.
Harian Media Indonesia
Problem Identification, dalam editorialnya, Media Indonesia mendefinisikan kasus Sumiati, dan TKI pada umumnya, sebagai masalah politik. Terlihat bahwa sejak awal Media Indonesia berupaya menarik masalah ini dalam koridor masalah politik dengan menuliskan lead yang cukup provokatif dan sarat istilah-istilah politis yang memojokkan pemerintah.
Lead tersebut berupaya untuk menggiring interpretasi khalayak untuk langsung menempatkan masalah penyiksaan TKI sebagai implikasi kinerja buruk pemerintah. Nuansa politik juga semakin terasa karena Media Indonesia menonjolkan buruknya birokrasi manajemen pengiriman TKI serta memperbandingkan kinerja pemerintah Indonesia dengan pemerintah Filipina yang lebih baik dalam mengelola tenaga kerja di luar negeri, juga mengaitkan permasalahan dengan pergantian menteri tenaga kerja yang sudah beberapa kali berganti tanpa disertai perbaikan yang signifikan terhadap nasib TKI di luar negeri. Media Indonesia juga tak membahas kasus Sumiati, dan juga Kikim Komalasari, sebagai kasus spesifik, tetapi menempatkan cerita keduanya dalam frame besar pelanggaran HAM terhadap TKI yang terus saja terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah untuk melindungi warganya sendiri.
Causal Interpretation, dari keseluruhan editorial, Media Indonesia menekankan dan cenderung memojokkan pemerintah sebagai penyebab berulangnya kasus penyiksaan TKI. Media Indonesia menggambarkan bahwa pemerintah tak menunjukkan kesungguhan dalam memutus mata rantai permasalahan TKI yang kompleks.Media Indonesia mengambarkan penyiksaan TKI ini sebagai masalah kompleks yang berakar pada kualitas TKI yang memang kurang dalam hal kemampuan bekerja dan kecakapan bahasa. Media Indonesia menempatkan pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas minimnya kualitas TKI yang diberangkatkan ke dalam negeri karena pemerintah berkewajiban untuk memberikan pembekalan yang memadai agar mereka mampu bekerja di lingkungan asing serta menjamin keselamatan warga negara yang berada di luar negeri, terutama para TKI. Selain itu media juga menekankan buruknya birokrasi pengiriman TKI yang terkesan liar dan buruknya posisi tawar pemerintah ketika kasus penyiksaan seperti ini terjadi. MediaIndonesia memandang bahwa masalah seperti ini terjadi karena pemerintah telah mengetahui akar masalahnya, hanya saja tak punya cukup kemauan dan kreativitas untuk membenahi kualitas TKI dan proses pengirimannya.
Moral Evaluation, evaluasi moral yang ditonjolkan secara dominan dalam editorial Harian Media Indonesia, evaluasi negatif terhadap kinerja pemerintah. Media Indonesia menggambarkan kesalahan pemerintah pada tiga hal besar. Yang pertama pemerintah seakan menutup mata pada buruknya kualitas TKI dengan membiarkan TKI diberangkatkan tanpa diberi pembekalan yang memadai. Kedua, pemerintah tidak memiliki sistem yang tertata dalam manajemen TKI, baik dari prosedur pemberangkatan maupun jaminan perlindungan ketika bekerja di negeri orang. Dalam hal kedua ini, Media Indonesia mengevalusi pemerintah dengan cara membandingkan dengan manajemen pemerintah Filipina. Ketiga, kesalahan pemerintah ialah mengetahui bahwa permasalahan berakar pada buruknya kualitas TKI dan manajemen pengurusan TKI tetapi tetap diam dan tak menunjukkan upaya perbaikan sehingga timbul kasus penyiksaan TKI yang berulang-ulang.
Solution Recommendation, karena menyikapi kasus ini sebagai masalah politik, maka Media Indonesia pun merekomendasikan solusi dalam koridor politik, yaitu moratorium. Hal ini direkomendasikan Media Indonesia dengan argumen bahwa upaya pemerintah baru terlihat ketika insiden perlakuan kejam terhadap TKI mengemuka dan upaya pemerintah itu pun tak berdampak siginifikan dalam menjamin keselamatan TKI.Setelah berita insiden tersebut tak lagi jadi berita, pemerintah kembali seperti tak ada masalah apa-apa. Media Indonesia berpandangan bahwa moratorium sepatutnya dilakukan untuk mencegah TKI dari perlakuan kejam majikannya karena pemerintah belum sanggup memberikan perlindungan dan membenahi pengurusannya.
Berdasarkan uraian konseptual dan temuan data analisis teks berita editorial di tiga surat kabar nasional, sertahasil interpretasi yang dilakukan, penulis merumuskan beberapa kesimpulan terkait dengan representasi sikap media dalam konstruksi realitas kasus Sumiati. Beberapa kesimpulan yang diperoleh antara lain:
- Dalam teks berita editorial, media cenderung memandang suatu isu secara general. Hal inidiinterpretasikan penulis berdasarkan hasil analisis framing yang menunjukkan bahwa Kompas dan Media Indonesia membahas kasus penyiksaan TKI di luat negeri dan hanya menempatkan kasus Sumiati sebagai sampel dari sebuah isu besar yang general, yaitu penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) diluar negeri.
- Media yang berbeda mengkonstruksi realitas sosial yang sama secara berbeda. Konstruksi realitas ini dilakukan dengan cara melakukan simplifikasi realitas sosial yang kompleks dan multidimensional menjadi masalah yang dipandang dari suatu dimensi tertentu saja. Penulis menginterpretasikan hal ini setelah mengetahui fakta bahwa Kompas dan Media Indonesia mengkonstruksi realitas kasus TKI yang multidimensional secara berbeda. Kompas menempatkan kasus penyiksaan TKI dalam dimensi permasalahan ekonomi sementara Media Indonesia memandang dari dimensi politik.
- Konstruksi realitas yang dilakukan media dalam teks berita editorial merepresentasikan sikap mediatersebut terhadap suatu isu. Berdasarkan hasil analisis framing yang dilakukan, penulis menginterpretasikan hal ini setelah mendapati bahwa Kompas cenderung bersikap netral dalam isu penyiksaan TKI, sedangkan Media Indonesia memiliki kecenderungan sikap kontra terhadap pemerintah.Sedangkan jika dipandang dari segi orientasi sikap, penulis menginterpretasikan bahwa dalam kasus penyiksaan TKI ini, sikap Kompas cenderung memiliki orientasi ekonomis sementara orientasi sikap Media Indonesia adalah cenderung ke arah politis.
Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'
ReplyDelete