sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » Jumhur: Satinah tak Dieksekusi Mati 14 Desember


Unknown 01:28 0


SBMI - Jakarta, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat memastikan bahwa TKI di Arab Saudi Satinah binti Jumati tidak dieksekusi mati pada 14 Desember mendatang.

"14 Desember bukan eksekusi 'qishash' atau hukuman mati bagi Satinah, tetapi batas akhir penyerahan uang 'diyat' atas kasus pembunuhan yang melibatkan Satinah," kata Jumhur dalam surat elektronik yang diterima di Jakarta, Jumat.

Satinah yang berasal dari Dusun Mruten Wetan RT 02/03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, terancam hukuman mati atas kasus pembunuhan terhadap majikannya, Nura Al Gharib pada awal 2009 di Gaseem Arab Saudi serta tuduhan pencurian uang majikannya sebesar 37.970 Riyal Saudi sebelum melarikan diri ke Kedutaan Besar RI di Riyadh.

Kepala BNP2TKI mengatakan sesuai koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, pada 14 Desember mendatang akan dilakukan pembayaran diyat oleh pemerintah RI kepada otoritas pengadilan Arab Saudi, guna diteruskan ke ahli waris korban terkait penyelesaian damai (tanazul) dari hukuman qishash Satinah.

"Sejauh ini, pemerintah mulai Kementerian Menkopolhukam, Kemlu, Kemnakertrans, dan BNP2TKI masih memproses penyediaan uang diyat hingga batas akhir yang ditetapkan pengadilan yakni 14 Desember 2012 ini," ujar Jumhur.

Selanjutnya, usai penyerahan diyat, pengadilan akan meminta kehadiran pihak ahli waris sekaligus menyatakan penghentian hukuman qishash yang dihadapi Satinah.

Jumhur menceritakan, melalui vonis pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi (2010), Satinah diganjar hukuman mati (qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan berencana.

Akibat putusan itu, KBRI meminta pihak Gubernur Gaseem untuk memediasi langkah perdamaian di samping adanya pemaafan keluarga korban, namun keluarga korban bersikukuh tak mau menerima upaya maaf serta perdamaian.

Pada 8 Februari 2011, berkat fasilitasi yang intensif dari Gubernur Gaseem, tercapai pemaafan maupun damai dengan menyepakati diyat sebesar 500.000 RS (Rp1,250 miliar) sebagai pengganti hukuman qishash.

Namun, keluarga korban tak lama kemudian justru menaikkan besaran diyat menjadi 10 juta RS atau Rp25 miliar, kata Jumhur.

Persoalan ini pun lantas melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri yang dipimpin mantan Menteri Agama Maftuh Basyumi, yang beberapa kali bertemu sejumlah pihak di Saudi pada 2011 untuk tujuan penurunan angka pembayaran diyat.

"Usaha-usaha untuk menurunkan uang diyat ini pun tetap dilakukan dan mudah-mudahan semakin membawa hasil tanpa mengurangi kecermatan pemerintah memperhitungkan momentum akhir pembayaran diyat," tutur Jumhur.

Di lain pihak, pengadilan di Arab Saudi pada 2011 juga mengulang proses persidangan kasus Satinah mulai di tingkat pertama, mahkamah banding, hingga mahkamah tinggi, dan kembali memutuskan Satinah dengan hukuman qishash.

"Bedanya, putusan pengadilan yang kedua ini menyatakan tindakan pembunuhan Satinah dilakukan tidak dalam sebuah perencanaan," kata Jumhur. (ant)

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.