Borneo Harus Jadi Perhatian Serius SBMI
Unknown
00:03
0
Judul tulisan ini buat kebanyakan sahabat yang mengenal saya bertanya-tanya, apa yang mau dirambah di Kalimantan oleh Andreas? Sejak berdiri Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) hingga usianya yang ke 9 tahun ini Kalimantan yang sering menghiasi berita Nasional berkaitan dengan Buruh Migran Indonesia (BMI) karena beberapa kasus pemulangan BMI yang tak berdokumen dari Negeri tetangga Malaysia. Pemberitaan besar-besaran berkaitan dengan persoalan BMI yang dipulangkan paksa dari Malaysia tidak serta merta membuat SBMI sesegera itu melakukan konsolidasi agar mempunyai perwakilan baik setingkat Propinsi yang disebut Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) atau setingkat Kota/Kabupaten yang disebut Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Ini bisa dikatakan sebuah kelambanan atau bisa dibilang sebuah kesalahan besar karena konsentrasi terhadap daerah Transit menjadi penting ketika kita membicarakan persoalan BMI.
Pulau Kalimantan terdapat 4 propinsi dimana dari keempat propinsi tersebut dua propinsi berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia. Dari dua propinsi itu yakni Proponsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat masing – masing mempunyai pintu ke dan dari Malaysia yang menjadi surga bagi warga Indonesia yang ingin mengadu nasib di Negeri Jiran tanpa dokumen. Keberanian bermigrasi ke Malaysia tanpa dokumen ini menimbulkan persoalan dikala jumlah BMI yang tidak berdokumen semakin banyak, ini dapat kita saksikan sendiri saat pemerintah Malaysia melakukan pemulangan paksa ratusan ribu BMI tahun 2004. Dari peristiwa ini membuka mata Indonesia atas carut marutnya penanganan BMI. Momen ini bukan menjadikan pemerintah mau belajar agar penanganan BMI semakin professional malahan membuat pemerintah mencari jalan agar memperoleh keuntungan sebesar – besarnya. Hal ini dapa kita lihat dari reaksi atas pemulangan besar – besaran BMI dari Malaysia tahu 2004 dengan membuat UU No 39/2004 yang nyatanya menjadi produk kong kali kong Pengusaha dan pemerintah sehingga UU ini tidak berpihak terhadap perlindungan BMI itu sendiri.
Saatnya SBMI hadir di Kalimantan
Ketika menjadi utusan Kepri di Konggres SBMI di Jojakarta bulan Juli 2011 saya baru tahu kalau sejak berdiri hingga saat Konggres itu SBMI baru sanggup melakukan konsolidasi di 13 propinsi (Sumut, Kepri, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jogja, jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan) dan setelah ditelusuri seperti NTT kehadiran SBMI di Propinsi ini karena ada program ILO tentang HIV AIDS tahun 2010. Melihat itu maka sejak kepengurusan hasil Konggres Jogja diamanatkan agar sesegerah mungkin melakukan Konsolidasi kedaerah baik daerah yang sudah ada kepengurusan maupun daerah yang belum ada pengurusnya. Dari dua kategori pengkonsolidasian yang diamanatkan oleh Konggres daerah baru menjadi perhatian utama.
Sayangnya amanat Konggres ini tidak serta merta dilaksanakan karena setelah Konggres, DPN hasil Konggres langsung berhadapan dengan persoalan Hukuman mati yang dihadapi BMI Tuti Tursilawati di Arab Saudi selain itu juga persoalan klasik yakni ketiadaan dana menjadi sebuah aral. Dari diskusi – diskusi yang kami lakukan ada keinginan begitu besar kepegurusan Periode 2011 – 2014 melakukan konsolidasi ke Pulau Kalimantan. Ternyata harapan pengurus itu diridhoi oleh Sang Khalik dengan mendapat dukungan dari sebuah lembaga yang bernama WSM. Kehadiran WSM dalam mendukung program Konsolidasi SBMI menjadi sebuah harapan baru dalam kerja sama antar lembaga karena baru kali SBMI mendapat dukungan tanpa intervensi untuk ikut mengsukseskan program mereka seperti selama ini dialami SBMI dengan lembaga lain.
Kerja sama membuka jalan Konsolidasi ke Pulau Kalimantan bisa dilakukan, maka disepakati agar saya yang pernah tinggal selama 7 tahun di Kalimantan Timur ditugaskan SBMI melakukan Konsolidasi awal. Oleh karena itu Senin 8 Oktober 2012 berbekal tiket pesawat Lion Air saya terbang ke Balikpapan. Penerbangan Jakarta Balikpapan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 50 menit. Berhubung ibu kota Propinsi Kaltim itu adalah Kota Samarinda maka sesampai di Balikpapan dengan menggunakan Taxi dan harus membayar 45.000 rupiah saya menuju terminal Bus antar kota di Batu Ampar Balikpapan untuk meneruskan perjalanan ke Samarinda. Inilah perjalanan panjang di Kaltim dimulai. Berbekal sms yang saya kirim ke Partor Kopong MSF seorang Imam Kantholik yang berkarya di Keuskupan Agung Samarinda saya diterima untuk tinggal di WISMA SACRA FAMILIA Biara MSF di Temindung Samarinda. Malam sebelum tidur saya sempat berdikusi dengan Pastor Kopong tentang tujuan kehadiran saya di Samarinda Kaltim. Mendengan cerita saya Partor Kopong berjanji akan menjadi mediator buat saya selama melakukan Konsolidasi di Kaltim dengan mempertemukan saya dengan beberapa Jaringan yang selama ini telah dia bangun.
Bersambung...
No comments