sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » » Migran Day 2014: Buruh Migran Indonesia Bersama Gerakan Rakyat Lainnya Bangkit Bersatu Melawan Penindasan


Unknown 19:51 0


Migran Day 2014

Pernyataan Sikap
Hari Migran Sedunia 2014:
Buruh Migran Indonesia Bersama Gerakan Rakyat Lainnya Bangkit Bersatu Melawan Penindasan

PUSAT PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA - PPRI (SGBN, FPBI, KSN, SBTPI, SBMI, GSPB, Frontjak, FBLP, RTP, GKRI, SPRI, AMP-HK, Aliansi Mahasiswa Indonesia (LMND, Semar UI, Formasi IISIP, GUNADARMA, UHAMKA, UIN, UP, UNAS, PARAMADINA, UBK, TRISAKTI, APP, UNISMA, UNTIRTA, KP FMK, PEMBEBASAN, FORMAD, FMN, SMI, KANITA IISIP), SGMK, KPOP, HMI STEI Rawamangun, KPRI, Rekan Indonesia, PRP, PPI, PPR, Politik Rakyat, KPO-PRP) KSBSI, AMP-HK

Menjadi Buruh Migran masih menjadi pilihan yang menyakitkan buat buruh Indonesia. Bekerja ke luar negeri merupakan keterpaksaan akibat sempitnya lapangan pekerjaan di tanah air apalagi upah di Indonesia masih sangat tidak layak. Inilah yang terjadi dibalik politik borjuis di Indonesia. Ilusi bekerja di luar negeri dengan janji gaji yang besar terus dilanjutkan rezim Jokowi dan yang pasti BMI masih harus berjuang hidup dan mati, berhadap-hadapan langsung dengan resiko hidup atau mati karena tidak adanya jaminan perlindungan dari negara. Penghisapan, kekerasan dan diskriminasi bahkan perbudakan karena tidak digaji dan dibatasi kebebasannya adalah resiko yang dihadapi BMI saat bekerja di semua Negara penempatan. BMI harus melindungi diri sendiri dan terus teriak dimana negara?

Buruh Migran yang direkrut dari pedesaan yang dimiskinkan secara masif itu adalah sasaran pemiskinan sistem kapitalis yang terus terjadi di seluruh tanah air Indonesia. Sedang para calo atau sponsor atau tekong atau agency bedebah itu menjadi lintah darat yang terus menghisap rakus darah Buruh Migrant Indonesia. Menindas BMI untuk tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pembiayaan yang mencekik leher BMI baik lewat scenario biaya pengurusan dokumen, biaya check kesehatan, biaya antar jemput, penukaran uang, kredit dan komisi dari setiap penjualan BMI.

Menempatkan BMI sebagai komoditi/barang dagangan yang bisa diperjual-belikan terus dilakukan rezim penguasa dengan memperlakukan BMI sebagai sapi perahan. Dengan dalih belum mampu melakukan penempatan dan jaminan perlindungan kemudian menyerahkan sepenuhnya kebijakan negara ini kepada swasta lewat PPTKIS dan perusahaan asuransi. Yang pasti rezim penguasa di negara ini mendapatkan pajak/levy dan penghasilan negara atas pengiriman uang buruh migran di luar negeri (Remetence) yang dikirim melalui bank dan badan hukum lainya yang tidak kurang dari 100 Trliyun Rupiah tiap tahunnya, serta pungutan liar yang tidak terhitung jumlahnya. Keuntungan dan pendapatan negara yang didapat dari ekspor buruh migrant tidak sebanding dengan perlindungan yang didapatkan BMI dan anggota keluarganya. Bahkan negeri ini dan semua negara tujuan penempatan tidak melindungi PRT dengan UU  serta belum meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang perlindungan PRT. Prilaku aparat pemerintah dan swasta tragisnya terus menjadikan buruh migran sebagai golongan yang tidak perlu dilindungi.

Rezim Jokowi-JK sama saja dengan rezim pendukung neo liberal sebelumnya,  tidak mensyaratkan pentingnya pendidikan bagi Buruh Migran Indonesia, hanya demi privatisasi lalu memposisikan BMI wajib mengikuti uji kompetensi kerja yang sebenarnya tidak teruji dan hanya menambah pundi-pundi keuntungan mereka. Masa pra penempatan digunakan untuk mengibuli BMI dengan pelatihan yang sekonyong-konyong dapat menjadikan BMI ahli agar BMI laris manis untuk diperjualbelikan. Kongkalikong agency dan majikan di luar negeri adalah konsfirasi jahat yang terus menekan BMI di luar negeri. Masa penampungan dijadikan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagai modus untuk melipatgandakan biaya penempatan sehingga pemotongan upah semakin besar didapat. Lewat penampungan inilah mental BMI lalu dihancurkan dan dirubah menjadi budak yang baik, penurut dan menjadi bisu, siap dijadikan sapi perahan dan ilusi Pahlawan Devisa.

Kontrak kerja yang dipaksakan kepada BMI tanpa ada pilihan, bahkan BMI dibuat jadi "bodoh" dalam memahami kontrak kerja. Kontrak penempatan dan kontrak kerja adalah sel penjara dan pemaksaan pedagang borjuis dan kaki tangan kapitalis lainnya dalam hubungan kerja budak yang pasti sangat tidak adil, HAPUS PERBUDAKAN!

Sudah habis kesabaran kami BMI atas ilusi rezim atas perlindungan, padahal BMI sedang menjalankan misi Negara, berjuang sebagai penyumbang devisa dan penghasil remitence terbesar negeri ini. Kami tidak mau lagi menjadi korban dan mengemis untuk minta dilindungi tapi akan menuntutnya. Ketiadaan lapangan pekerjaan di dalam negeri adalah situasi yang dibiarkan agar kebijakan pragmatis rezim di negeri ini dapat terus dilanjutkan bahkan dengan target 1 sampai 2 juta pertahun penempatan BMI ke luar negeri demi uang segar devisa setelah migas. Tidak adanya jaminan perlindungan kepada BMI adalah bukti bahwa rezim borjuis tidak akan peduli dengan  derita sedih BMI dalam sejarah bangsa Indonesia. PPTKIS terus bebas lepas melakukan kejahatan terhadap BMI sebagai objek dari kebijakan Negara untuk menegirim sebanyak mungkin rakyatnya ke lauar negeri. Sudah jelas bagi kami bahwa Depnakertrans, BNP2TKI dan Kemenlu akan tetap terus berpihak pada PPTKIS karena begitulah kebijakan privatisatinya. Mereka terus secara masif memaksa BMI bekerja di luar negeri agar mendapat fulus atas pajak/levy yang disetor BMI.

Skenario menempatkan PPTKIS sebagai pelaksana penempatan yang berorientasi pada “Pasar” menjadikan BMI sebagai objek sapi perahan. Dari sinilah dimulai kejahatan dan perampasan hak-hak Buruh Migran Indonesia dan terus dijadikan stok penyediaan buruh murah. PPTKIS terus dibiarkan melakukan penipuan, pemalsuan dokumen, perekrutan anak di bawah umur, pemaksaan kontrak kerja, dll. Kemudian selama bekerja di luar negeri, penderitaan yang dialami BMI terus berlanjut baik itu kekerasan seksual dan prilaku tidak manusiawi lainnya, kekesan fisik dan pysikis, tidak digaji dan atau digaji di bawah upah standar, bekerja tanpa perpanjangan kontrak kerja dan seterusnya. Setelah kepulangan dari berjuang di luar negeri penderitaan BMI tidaklah berhenti. Memperumit buruh migran dalam menuntut haknya saat mengklaim asuransi dengan persyaratan yang ribet adalah upaya untuk menghilangkan hak BMI mendapatkan ganti rugi atas hubungan kerja yang tidak adil.

Negara Gagal Melindungi BMI dan anggota keluarganya
Undang–undang No. 39 Tahun 2004 menempatkan pelaksana regulasi penempatan diberikan kepada DEPNAKERTRANS seperti pemberi izin terhadap PPTKIS baru dan pengawasannya, Penetapan biaya proses penempatan (agency fee) dibuat seakan-akan meringankan BMI dan keluarganya, faktanya hal inilah yang membuat BMI terjebak dalam jeratan hutang.

Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang digadang-gadang sebagai lembaga negara untuk perlindungan BMI tidak dapat diharapkan lagi. Terbukti belum adanya peningkatan pelayanan dan perlindungan, malah lembaga ini lebih didorong untuk meningkatkan pengiriman buruh murah ke negara-negara kapitalis lainnya. Yang lebih naif, tumpang tindih kepentingan antara Depnakertrans dan BNP2TKI terus terjadi bahkan pergantian orang/lembaga kerap tidak merubah arah kebijakan penempatan dan kesejahteraan BMI. Yang pasti kedua institusi ini terus berlomba /berkompotisi untuk memperbudak BMI dan cenderung berpihak pada PPTKIS. Alih-alih berkomitment membela rakyatnya, kejahatan terhadap buruh migran terus berlanjut tanpa dapat dikendalikan dan kejahatan terus terjadi berulang-ulang. Tak terhentikan!

Oleh karena itu dan dengan kesadaran menolak untuk dihisap dan ditindas maka kami buruh migran Indonesia (BMI) bersama organisasi-organisasi rakyat lainnya yang tergabung di dalam Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia beserta organisasi lainnya akan terus melakukan perlawanan. Selanjutnya dalam peringatan Migran Day Sedunia pada tanggal 18 Desember 2014 ini, kami menuntut:

  1. Cabut UU No.39/2004, segera bentuk UU yang berpihak pada BMI dan keluarganya
  2. Bubarkan BNP2TKI
  3. Hapus pelibatan swasta (PPTKIS) dalam penempatan BMI
  4. Perbanyak Atase Tenaga Kerja di semua negara penempatan, cabut KTKLN, hapus asuransi, tolak BPJS
  5. Tolak MOU - harus Perjanjian dalam proses penempatan
  6. Ratifikasi konvensi ILO No.189, tentang Perlindungan PRT
  7. Wujudkan UU PRT sekarang juga
  8. Berikan upah layak sesuai negara penempatan
  9. Bangun industrialisasi nasional yang kuat dan kerakyatan, demi tercapainya pembukaan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri, sebagai syarat tidak perlunya lagi pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri
  10. Bebaskan BMI dari ancaman hukuman mati.

Jakarta, 18 Desember 2014

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.