sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

HOME » » » » Buruh dan Rakyat Bentuk Komite Politik Alternatif


Unknown 20:22 0

Posisi Kritis Buruh terhadap Pemilu Indonesia tahun 2014

JAKARTA - Sekber buruh bersama organisasi rakyat lainnya pada tanggal 1 Maret berkumpul mendiskusikan pemilu 2014 yang sebentar lagi akan tiba. Partai-partai borjuis memang telah meluncurkan banyak tipu muslihatnya, tapi dengan gagasan diskusi bareng ini, Sekber Buruh berinisyatif mengundang puluhan pimpinan organisasi rakyat untuk menyatakan pandangan dan posisinya terhadap elit politik di negeri ini. Dengan tema “Pemilu 2014: Pemilu Rakyat Atau Pemilu Borjuis?”, Sekber Buruh mencoba mengupas segi-segi pemilu yang tidak pernah menjawab persoalan-persoalan rakyat.

Diskusi yang dipandu Ramses dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tersebut menghadirkan 5 orang pembicara yaitu Sultoni yang merupakan kordinator Sekber Buruh sekaligus mewakili Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO PRP), Adi dari Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI), Surya dari Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Abednego dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Marlo dari Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI).

Sebelum diskusi dimulai, Ibob dari Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (Sebumi) membacakan 2 buah puisinya yang menyinggung semua calon-calon yang akan maju dalam pemilu mendatang. Ibob juga memberikan poster-poster bertema Golput sebagai bahan-bahan yang siap dia perbanyak nantinya.

Sekitar tiga setengah jam berlangsung, para pembicara dan peserta diskusi sepertinya sudah memiliki pandangan yang hampir seragam tentang bahwa pemilu 2014 adalah pemilu nya para pemodal (borjuis) dan tidak adanya alternatif bagi rakyat. Namun beberapa pembicara maupun peserta mengakui terdapat kerumitan dari aspek-aspek yang ada dalam pemilu, sehingga harus memberi pola dan titik tekan tertentu pada cara melihat pemilu dan bagaimana harus meresponnya.

Adi misalnya, memberi tekanan pada beberapa calon yang berasal dari gerakan rakyat yang maju melalui partai-partai yang ada dengan alasan pembelajaran atau sekolah politik tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, tempat sekolah yang buruk akan menghasilkan produk yang buruk. Sedangkan Sultoni, selain menekankan pada kartel politik partai-partai yang bobrok dalam pemilu 2014 nanti, juga menyasar bagaimana rakyat tidak punya hak demokratis nya dalam mengontrol, mengevaluasi dan mencopot wakilnya ketika terpilih nanti. Ini alasan Sultoni untuk menyerukan agar tidak berkompromi kepada partai-partai pemodal sebagai landasan pembangunan partai alternatif.

Abednego sedikit berbeda. Walaupun tidak melihat pemilu 2014 sebagai sarana penyelesaian masalah rakyat dan perlu membawa aspirasi golput, dia menekankan bagaimana mengelola golput agar tidak menguntungkan calon-calon yang lebih buruk. Abednego juga melihat diperlukannya “gerakan tagih janji” bagi rakyat yang masih terilusi dengan janji dan program para calon. Sedangkan Surya, melihat gerakan alternatif perlu menitikberatkan serangan pada calon-calon yang tidak demokratis dan menyasar pendukung-pendukung nya bagi pembukaan ruang demokrasi yang lebih luas. Marlo yang berbicara terakhir seakan menutup pembicara-pembicara sebelumnya yang sudah mengatakan tentang perlunya menyertakan penolakan pemilu dengan seruan pembangunan partai alternatif. Bagi Marlo, perlu menantang setiap organisasi rakyat untuk membangun partai alternatif yang benar-benar lahir dari rakyat.

Diskusi lebih hangat saat seorang peserta dari Frontjak menekankan tentang perlunya memunculkan figur-figur gerakan rakyat sebagai faktor yang mempercepat pembangunan partai alternatif pada massa luas. Hal ini pun mendapat tanggapan yang beragam tentang kaitan antara figur, program dan metode politik dalam pembangunan partai alternatif.

Bukan hanya itu, dalam diskusi ini juga sempat hadir tawaran-tawaran kongkret yang akan dilakukan dalam Pemilu 9 April mendatang. Ada yang mengusulkan untuk datang dan mencoblos semuanya. Ada yang mengusulkan mencoret kertas suara dengan program dan tuntutan kerakyatan. Ada juga yang mengusulkan memasang bendera di rumah atau memasang poster di tiap TPS. Tentunya diskusi tersebut tidak punya hak untuk memutuskan aspirasi yang berkembang.

Bagaimanapun diskusi harus diakhiri, selanjutnya seluruh peserta bersepakat merekomendasikan sebuah komite sebagai respon terhadap pemilu 2014. Moderator diskusi, Ramses pun menyerahkan kesepakatan semua peserta pada forum diskusi. Setelah istirahat sebentar, semua peserta  kemudian melanjutkan pertemuan lebih serius lagi dalam rapat pembentukan komite bersama ini. Hampir malam, rapat selesai tentu saja juga dengan saling lempar pendapat tukar pengalaman dan saling mengkritisi dan memberi masukan. Hasilnya, semua peserta sepakat membentuk Komite Politik Alternatif sebagai langkah maju untuk membangun partai alternatif - partai rakyat.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.