sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

Pementasan teater Sapu (16/6/12)

”Saya sudah empat tahun menjalani sebagai PRT yang memiliki kontrak kerja. Saya menempatkan diri bekerja sesuai dengan kontrak yang ada. Tapi memang berbeda. Kalau majikan hendak pergi, walaupun kita libur, mereka bisa menitipkan anaknya pada kita. Tapi tidak mungkin, bila kita yang memiliki urusan keluar, menitipkan anak kepada majikan. Saya sih, tetap berpatokan pada kontrak kerja. Walau majikan pernah menyindir saya bahwa saya tidak mau diajak untuk berhubungan keluarga. Hubungan keluarga sebagai PRT pasti rugi, karena artinya kita harus terus bekerja,” demikian protes yang disampaikan oleh Ririn, seorang PRT yang aktif di Serikat Pekerja Rumah Tangga, ketika seorang pembicara membahas mengenai hubungan kekeluargaan dalam mensikapi persoalan PRT.




Persoalan PRT memang merupakan persoalan yang tiada kunjung selesai. Keberadaannya sangat dibutuhkan, namun perlindungan dan kesejahteraan mereka sering terabaikan. Berbagai kasus yang menimpa PRT baik yang bekerja di dalam negeri ataupun PRT migran di negeri seberang, seringkali membuat kita miris lantaran perlakuan yang dialami sangat buruk dan tidak manusiawi.

Para organisasi masyarakat sipil yang selama ini giat melakukan advokasi di tingkat lokal dan nasional, menghadapi berbagai tantangan berat ketika mendesakkan kebijakan negara untuk menempatkan PRT sebagai pekerja formal. RUU Perlindungan PRT, terus mengalami penundaan hingga saat ini.

Angin segar terasa ketika ILO dalam konferensi ke 100 telah mengadopsi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi PRT. Terlebih pada konferensi yang berlangsung di di Palais des Nations, Jenewa, Swiss, pada 1-17 Juni 2011, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu yang menyampaikan pidatonya. SBY telah menyatakan komitmen Indonesia mengenai dukungan dan adopsi terhadap Konvensi ILO tentang Kerja Layak bagi PRT. Ia bahkan menyatakan akan menjadikan Konvensi tersebut sebagai acuan dalam melakukan perlindungan bagi PRT migran maupun PRT dalam negeri melalui penyusunan peraturan-perundangan yang efektif.

”Kita berharap itu bukan sekedar janji manis dan politik pencitraan belaka,” tulis Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Yogya yang beranggotakan puluhan organisasi masyarakat sipil termasuk pula organisasi-organisasi PRT, dalam pernyataan pers-nya.

Terkait dengan tanggal pengesahan Konvensi ILO 189 pada tanggal 16 Juni 2011, maka tanggal tersebut diperingati sebagai Hari PRT Internasional. Setahun konvensi tersebut digunakan oleh JPPRT untuk menyelenggarakan diskusi publik ”Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT: Sosialisasi, Sinergisitas dan Komitmen Pemerintah” yang dilangsungkan di Pendopo Karta Pustaka, Yogyakarta pada tanggal 16 Juni 2012.

Diskusi publik yang diawali dengan pementasan teater oleh para PRT yang tergabung dalam Teater Sapu yang mengisahkan tentang kehidupan para PRT ini menghadirkan pembicara, diantaranya Drs. Nuryanto (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY), DR Sarimurti SH. M.Hum (Fakultas Hukum Universitas Atmaja), Murtini (JPPRT), dan perwakilan dari ILO Indonesia.

Para Pembicara

Pada diskusi ini disampaikan mengenai uraian singkat mengenai Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 mengenai PRT, yang disertai penjelasan mengenai gambaran umum situasi PRT di Indonesia.

Estimasi ILO, jumlah PRT secara global sekitar 52,6 juta jiwa. Namun ILO juga tidak mengabaikan keterangan para ahli yang menyampaikan kemungkinan jumlah PRT di seluruh dunia mencapai 100 Juta orang. Di Indonesia, perkiraan dari JALA PRT, pada tahun 2010 jumlah PRT mencapai 10,744,887 orang.
DR Sarimurti SH M.Hum

”Diadopsinya Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang kerja layak bagi PRT merupakan sejarah baru bagi pengakuan, perlindungan dan penciptaan kerja layak bagi Pekerja Rumah Tangga,” demikian dikatakan Sarimurti. ”Konvensi tersebut menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mengharuskan Negara mengambil langkah untuk mewujudkan kerja layak bagi PRT.

Disinggung Sarimurti tentang pidato SBY dalam konferensi ILO ke 100 yang menyatakan komitmen Indonesia. ”Konvensi ini akan membantu pemerintah Indonesia untuk merumuskan perundangan dan peraturan nasional yang lebih efektif untuk tujuan perlindungan ini,”

Drs. Nuryanto, memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Propinsi DIY di dalam merespon persoalan PRT. ”Memang, pada UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan belum menjangkau perlindungan bagi PRT. Namun, Gubernur DIY pada tanggal 1 Maret 2003 telah mengeluarkan edaran No. 568/0807 tahun 2003 yang isinya agar pemerintah Kabupaten/Kota membuat peraturan yang mengatur hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa,”

Selanjutnya, Gubernur telah mengeluarkan SK No. 244 tahun 2009 sebagai klarifikasi terhadap Perda kota Yogyakarta No. 13 tahun 2009 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan yang pada pasal 37 memuat tentang PRT yang kemudian menjadi polemik di Indonesia. Kebijakan lainnya, Gubernur DIY telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 31 tahun 2010 tentang pekerja rumah tangga yang disahkan pada 1 Oktober 2010 dan efektif enam bulan sejak diundangkan.

”Hadirnya Konvensi ILO No. 189 tahun 2011, tentunya akan menjadi bahan bagi penyempurnaan Pergub di masa yang akan datang,” tegas Nuryanto.

Para pembicara dan peserta diskusi publik sepakat bahwa ratifikasi Konvensi ILO No. 189 dan Rekomendasi 201 harus segera diratifikasi oleh Indonesia, dan selanjutnya adalah mengesahkan Undang-undang Perlindungan PRT.

Memang adanya instrumen dan peraturan perundangan yang mengatur perlindungan PRT tidak akan serta merta membuat kehidupan PRT berubah secara cepat menjadi lebih baik. Tapi setidaknya hal itu bisa menjadi dasar yang kuat bagi gerakan-gerakan advokasi agar PRT bisa mendapatkan perlindungan dan memperoleh hak-haknya sebagai pekerja.

Perjuangan memang membutuhkan perjalanan panjang. Ketahanan untuk selalu bergerak pastilah dibutuhkan. Jagalah semangat dan terus menggemakan kehidupan yang lebih baik bagi para PRT.

Selamat hari PRT Internasional 2012

Yogyakarta, 17 Juni 2012

Ditulis oleh Odi Shalahuddin dan diterbitkan untuk pendidikan
Dideportasi Dari Malaysia, 3 TKI Kabur Dari Penampungan
Penampungan
KORANMIGRAN, TANJUNGPINANG -  Tiga Tenaga Kerja Indonesia yang dideportasi Malaysia kabur dari penampungan sementara di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

"Benar, tapi satu orang di antaranya berhasil diamankan kembali tidak jauh dari penampungan," kata Koodinator Lapangan Satgas TKI Bermasalah Tanjungpinang, Ria, Sabtu (9/6) seperti dilansir Antara.

Hingga saat ini, pihaknya masih berusaha mencari dua TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. "Mereka kabur sekitar pukul 06.00 WIB," ujarnya.

Menurut informasi, mereka kabur melalui pintu gerbang saat mobil tangki air masuk. Sempat terjadi kejar-kejaran antara TKI dan petugas Satpol PP yang akhirnya bisa menangkap satu di antara mereka di Batu 8 Atas, tidak jauh dari penampungan.

Sebelumnya, TKI yang menghuni penampungan di Tanjungpinang berjumlah 222 orang yang terdiri atas 146 laki-laki, 76 perempuan. Selain itu, terdapat sembilan bayi dan anak-anak.

Mereka dideportasi Malaysia pada Kamis (7/6) malam, dan akan dipulangkan ke daerah asal masing-masing melalui Jakarta pada Selasa (12/6) pekan depan.
BMI Dibunuh Perampok Di Malaysia
BMI dirampok dan Dibunuh di Malaysia
KORANMIGRAN, KENDAL - Sungguh malang nasib Prihatin (45), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dia tewas dibunuh perampok saat bekerja di rumah majikanya di Malaysia.

Setelah sempat sebulan tertahan di Malaysia, akhirnya Minggu (10/6) sore jenazah Prihatin tiba di Kendal, Jateng dan langsung dimakamkan di kampung halamannya di Desa Kebonharjo, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.

Khairul Anam, adik korban mengungkapkan kakaknya dibunuh perampok di rumah majikannya, bernama Wahab, di sekitar Sungai Kluang, Pulau Penai, Malaysia, pada 15 Mei 2012 yang lalu.

"Keluarga kami baru menerima kabar kematian Prihatin sepekan kemudian. Ibu satu anak itu sudah menjadi pekerja rumah tangga di rumah Wahab sejak dua tahun lalu. Hingga kini, kami belum mendapat santunan, baik dari majikannya maupun pemerintah. Padahal, sebelumnya pemerintah sudah menjanjikan akan memberi bantuan 10 hari setelah jenazah diterima keluarga," ungkap Anam.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kendal, Sutiyono saat dikonfirmasi membenarkan jika salah seorang TKW yang bekerja di Malaysia meninggal karena dibunuh perampok.

"Kabar pertama kali kami terima dari petugas Polres Kendal yang menjelaskan bahwa ada salah seorang TKI warga Kendal Prihatin, tewas dibunuh perampok. Tapi apa penyebabnya dan kapan terjadinya belum diketahui secara pasti," kata Sutiyono.

Korban Prihatin pergi ke Malaysia sebagai TKI melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) resmi yang bernama PT Arni Family berkantor di daerah Ungaran, Kabupaten Semarang, Jateng.

"Prihatin bekerja di Malaysia sudah sekitar empat tahun lamanya. Namun informasi yang diperoleh Dinakertrans, selama empat tahun bekerja, korban Prihatin sering gonta-ganti majikanya di negeri jiran itu," pungkasnya.
Sebanyak 495 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang selama ini bekerja di Arab Saudi dipulangkan ke Tanah Air. Mereka yang dipulangkan adalah para pekerja yang bermasalah selama mencari nafkah di sana.

"Permasalahannya beragam dari gaji tidak dibayar, pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak kerja, disakiti majikan, tidak siap bekerja, sakit atau ingin pulang ke tanah air," kata Direktur Informasi dan Media, P.L.E. Priatna di Jakarta, Selasa (5/6).

Para TKI ini dipulangkan secara bertahap pada periode 7 April-3 Mei 2012 lalu. Mereka dipulangkan secara bertahap dengan menggunakan berbagai maskapai penerbangan internasional.

Sementara itu dalam catatan KBRI Riyadh, para TKI tersebut pada umumnya lari ke KBRI untuk meminta perlindungan. KBRI kemudian menampung di Transit House setelah melalui proses pendataan bagi keperluan administrasi dengan pihak-pihak terkait di Arab Saudi guna mendapatkan izin keluar (clearance) dari pemerintah Arab Saudi.

"Saat ini, jumlah TKI di Transit House KBRI Riyadh yang masih dalam proses untuk dipulangkan ke Indonesia sebanyak 208 orang," jelasnya.

Menurut KBRI, proses pemulangan para TKI kali ini juga disertai dengan keberhasilan mengupayakan hak-hak mereka sebesar US$ 358.709. Jumlah ini setara dengan Rp 3.300.129.504, dengan asumsi kurs 1 USD senilai Rp 9.200.

KBRI Riyadh menyebut mereka mengupayakan permasalahan TKI di sana segar diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini sebagai wujud kepedulian dan keberpihakan KBRI, yang pada gilirannya untuk dapat memaksimalkan usaha perlindungan terhadap WNI/TKI.

"KBRI telah meminta kepada pihak-pihak terkait di Indonesia untuk dapat membantu kelancaran dan menangani secara baik para TKI yang pulang tersebut sampai ke daerah asal masing-masing," tandas Priatna. (merdeka.com)
TKW Dilecehkan, Dikurung Dan Diberi Makan Beras Mentah
BMI Korban Kekerasan
KORANMIGRAN, ARAB SAUDI - Seorang tenaga kerja wanita (TKW) bernama Rohana binti Ahmad melapor ke Posko Perlindungan TKI PDI Perjuangan di Arab Saudi. Rohana mengaku dilecehkan oleh anak majikannya. Dia juga sudah delapan bulan tak digaji.

"Permasalahan Rohana adalah anak majikan yang laki-laki suka menganggunya dan menjurus pada hal-hal yang porno," demikian keterangan pers dari Posko Perlindungan TKI PDIP di Saudi kepada merdeka.com, Sabtu (2/6).

Permasalahan lainnya, Rohana pernah dikurung selama tiga hari oleh majikannya yang bernama Saleh. Selain itu, majikannya pun pernah meninggalkan Rohana selama 11 hari tanpa gas dan makanan. Hanya ada beras mentah dan air putih.

"Rohana bertahan hanya dengan minum air dan makan beras mentah. Beras tidak bisa dimasak karena semenjak pergi tabung gas sudah kosong."

Rohana merupakan TKW asal Desa Jorok, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Gadis 19 tahun ini bekerja di Arab Saudi sejak tahun 2010 lalu. Dia bekerja pada Saleh di Kota Ha'il, Arab Saudi.

Pihak Posko Perlindungan TKI PDIP di Saudi telah menyampaikan informasi ini pada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). (merdeka.com)