Diyat Satinah Harus Dibayar Pemerintah
Unknown
00:40
0
Negara Harus Bayar Diyat Satinah
|
KORANMIGRAN, Jakarta: Pembayaran diyat sebagai uang tebusan atau pengganti hukuman mati (qisas) Satinah Binti Jumadi di Arab Saudi harus segera diselesaikan.
Batas waktu penyerahan diyat bagi TKI asal Dusun Mruten Wetan Rt 02/03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah itu jatuh pada 24 Desember 2012.
Beban Satinah Binti Jumadi, menurut Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, baiknya diselesaikan.
“Hal ini sudah menjadi tugas elemen pemerintah yang bertugas melindungi keberadaan TKI di luar negeri baik Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maupun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI),” kata Syahganda di Jakarta, Rabu (5/12).
Seluruh elemen tersebut kata dia, harus mengantisipasi sisa waktu yang pendek ini guna mewujudkan pembayaran diyat, sehingga Satinah terlepas dari pelaksanaan qisas.
Menurut Syahganda, pemerintah melalui Kedutaan Besar RI di Riyadh masih melakukan negosiasi pengurangan diyat Satinah dengan berbagai pihak. Sedangkan ahli waris keluarga korban sejauh ini bersikukuh terhadap pembayaran diyat sebesar 10 juta Riyal Saudi (RS) atau setara Rp25 Miliar.
Kalau upaya negosiasi, kan wajar dan biasa dilakukan, tapi yang utama jangan sampai pemerintah kehilangan waktu terkait momentum akhir pembayaran diyat. Apalagi, kita semua tidak menghendaki TKI Satinah mengalami kematian dengan hukuman qisas di Arab Saudi, ujarnya.
Syahganda menjelaskan, Satinah ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan majikan perempuannya, Nura Al Gharib di wilayah Al Gaseem, sekitar awal Juni 2009. Satinah juga dianggap mencuri uang majikan sebesar 37.970 Riyal Saudi (RS) sebelum meminta perlindungan ke kantor KBRI.
Dalam pemeriksaan di hadapan polisi, Satinah mengakui perbuatannya untuk kemudian mengalami pemenjaraan di Kota Buraidah, Provinsi Al Gaseem sejak 27 Juni 2009.
Kasus Satinah pun kemudian dibawa ke pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi (2010), yang membuatnya diganjar hukuman qisas karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Akibat putusan itu, KBRI meminta bantuan Gubernur Al Gaseem, Pangeran Faishal Bin Bandar Bin Abdul Azis Al Saud untuk memediasi perdamaian di samping pemaafan dengan keluarga korban. “Hanya saja, keluarga korban tak mau menerima upaya maaf sekaligus perdamaian,” jelasnya.
Pada 8 Februari 2011, berkat keikutsertaan dari Gubernur Al Gaseem, tercapai pemaafan maupun damai dengan menyepakati uang diyat 500.000 RS (Rp1,250 M). Toh, selang waktu tak lama, keluarga korban justru menaikkan besaran diyat menjadi 10 juta RS.
Sementara itu, lanjutnya, pengadilan di Arab Saudi dalam kurun 2011 juga mengulang proses persidangan kasus Satinah mulai di tingkat pertama, Mahkamah Banding, Mahkamah Tinggi, dan kembali memutuskan Satinah dengan hukuman qisas. “Bedanya, rangkaian putusan pengadilan kedua ini menyebutkan tindakan pembunuhan Satinah tidak dalam perencanaan,” tandasnya.
No comments