Sastra Migran, Buruh Migran Menulis
Unknown
16:45
0
Sastra Migran |
Sastra Migran? Istilah ini dikemukakan Putu Arcana – redaktur Kompas – dalam acara penganugerahan kepada dua penulis cerita pendek terbaik RRI Voice of Indonesia di Jakarta, 11 November lalu. Bli Putu, demikian panggilan akrabnya, menyebut karya sastra para WNI yang tinggal di luar negeri sebagai sastra Migran.
Dua pemenang yang mendapatkan penghargaan dari RRI Voice of Indonesia itu adalah Julie Nava – yang tinggal di Michigan Amerika Serikat dan, kedua Indira Margaretha di Hongkong. Berbeda dengan Indira yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Julie Nava dalah perempuan Indonesia yang menikah dengan orang Amerika dan tinggal di Township Michigan USA. Ia sekali kali juga bekerja sebagai perawat. Yang sama dari keduanya adalah sama sama penulis. Di sela sela kesibukannya, baik Indira maupun Julie – yang kelahiran Jawa Tmur – sempat sempatnya menulis cerita pendek dan essay. Karya Julie Nava berjudul Ketika Cinta Memanggilku Mama mendapat predikat terbaik satu dan Jalan Pilihan karya Indira terbaik dua.
Acara penyerahan yang diwarnai dengan dialog interaktif berlangsung di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin Taman Ismal Marzuki pada hari Minggu, 11 November 2012 siang berkenaan dengan peringatan Hari Pahlawan. Mengapa demikian, sebab bukankah para migran khususnya para TKW itu adalah juga Pahlawan? Setidaknya sebagaimana lazim disebut – mereka adalah Pahlawan Devisa.
Pemberian penghargaan terhadap sastra migran tahun 2012 adalah yang kedua kalinya dilakukan RRI Siaran Luar Negeri Voice of Indonesia.
Tahun 2011, pemenangnya adalah Nadia Cahyani dari Hongkong dan Nessa Kartika dari Singapura. Bagaimana proses penilaiannya? Cerita pendek yang dinilai adalah cerita pendek yang dikirimkan WNI di luar negeri pendengar Voice of Indonesia dan disiarkan melalui acara Bilik Sastra setiap Minggu siang pukul 13.00 sampai 14.00 WIB. Tahun ini adalah 30 cerita pendek yang dinilai oleh tim juri yang terdiri dari novelis Pipiet Senja, redaktur harian Kompas Putu Arcana dan Mustakhim dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud. Seluruh karya cerpen yang terkumpul periode Juli 2011 sampai Juli 2012 ini akan dibukukan, menyusul antologi pertama yang sudah terbit dengan Judul Siluet Pahlawan.
Berdasarkan catatan para Juri cerita pendek karya para migran hampir seluruhnya terinspirasi dari kehidupan mereka sebagai TKW dan pengalaman hidup di rantau orang. Jalan Pilihan karya Indira Margaretha merupakan cerita pendek yang melukiskan bagaimana seorang TKW tetap memilih bekerja di sebuah keluarga kurang mampu di Hongkong, ketimbang ikut majikan yang lebih kaya. Alasannya adalah kemanusiaan. Benang merah itu pula, yang membuat Putu Arcana jatuh hati pada karya yang satu ini. Inspiratif dan manusiawi, demikian tutur Arcana dalam diskusi antar tim juri ketika menentukan pemenang. Akan halnya karya Julie Nava dinilai baik karena mampu menuturkan cerita dengan bahasa yang baik serta menyentuh rasa kemanusian. Melalui cerpen berjudul Ketika Cinta Memanggilku Mama, Julie berkisah tentang seorang Ibu yang sangat bahagia ketika bayi perempuannya yang berusia enam bulan memanggilnya mama. Padahal sang Ibu adalah seorang perempuan yang tidak kenal ibunya sejak kecil. Ia besar di panti asuhan. Julie menuturkan, kisah itu terinspirasi dari peringatan hari Ibu (Mother’s day).
Sastra Migran tidak hanya disebarluaskan melalui Acara Bilik Sastra Voice of Indonesia. Sebelum dimulainya acara ini pada Maret 2011, para buruh migran sudah mulai menulis. Mereka yang antara lain tergabung dalam Forum Lingkar Pena bahkan ada yang sudah membukukan karya mereka. Di Hongkong selain Nadia Cahyani, antara lain ada juga Susie Utomo, Tati Tia Surati. Di Taipei tersebutlah nama Jay Wijayanti dan Kwek Lina. Atas insiatif dan biaya sendiri mereka membukukan kumpulan cerpen dan puisi mereka. Tanpa perhatian pemerintah, mereka rupanya bisa. Lantas mengapa Voice of Indonesia berinsiatif mengumpulkan, menyiarkan, membukukan dan memberi mereka penghargaan?
Sesuai kredo VOI yaitu informing, connecting dan dignifying, selain bertugas menyiarkan kabar mengenai Indonesia baik untuk para diaspora dan masyarakat Internasional, Voice of Indonesia juga berkehendak merekat hubungkan manusia serta menghargainya. Itulah yang melatar belakangi lahirnya Bilik Sastra yang mendapat dukungan penuh dari Pipiet Senja sang teroris para calon penulis.
Jika sementara ini TKW dikesankan sebagai warga negara kelas dua dan penuh derita, maka melalui apresiasi dan penghargaan Bilik Sastra, RRI Voice of Indonesia ingin menunjukkan bahwa tidak sedikit di antara mereka yang tetap berdaya kreasi menolong dirinya dan bahkan berkarya. Dan rupanya inisiatif ini mendapat dukungan berbagai pihak. Pada acara penyerahan penghargaan selain ada hadiah laptop dari Direksi RRI, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, BNP2TKI, dan Kompas Gramedia ikut memberikan hadiah. Bahkan Dewi Motik Pramono yang hadir, secara spontan memberikan hadiah uang kepada Indira dan Julie.
No comments