sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

Deportasi TKI

KORANMIGRAN, SURABAYA - Menteri Sosial (Mensos) RI Khofifah Indar Parawansa menyambut kedatangan ratusan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang dideportasi Malaysia yang tiba di Lapangan Udara TNI AL (Lanudal) Juanda.

Terdata 129 BMI yang tiba pada pukul 08.50 WIB dengan pesawat Hercules TNI AU, terdiri dari 76 laki-laki, 53 wanita dan 1 bayi ini langsung berbaris satu per satu menuju ke aula Base Ops Lanudal Juanda.
 

Mensos RI Khofifah Indar Parawansa, di sela-sela bertemu dengan para BMI dan anggota keluarganya di Lapangan Udara Bandara Juanda, Rabu (24/12) mengatakan setuju dengan pemulangan BMI secara massal ini.

Diperkirakan, jumlah WNI yang bekerja di luar negeri sekitar 1,8 juta orang dan banyak mendapat permasalahan yang berkaitan dengan hubungan kerja mereka. Sang menteri sosial ini dengan datar hanya berkomentar semoga mereka tidak kembali lagi ke Malaysia. Sementara pada saat yang sama di perbatasan Indonesia - Malaysia terus saja terjadi proses pengiriman BMI secara ilegal (smugling)?
Deportasi
5 pesawat Hercules dari Skuadron 32 Malang dan Skuadron 31 Halim tiba di pangkalan udara TNI-AU Rusmin Nujadin Pekanbaru, Riau pada Senin sore. Misi penjemputan ini akan berlangsung selama 2 hari ke depan terhitung tanggal 23 Desember 2014.
Catatan Sidang ILO ke 100
Hapuskan Perbudakan Modern

KORANMIGRAN, JAKARTA - Pengadopsian Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang Kerja Layak bagi PRT pada sidang ke 100 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada 16 Juni 2011 lalu, merupakan sejarah baru bagi pengakuan, perlindungan dan penciptaan kondisi kerja layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Momentum bersejarah tersebut kemudian disepakati sebagai hari PRT Internasional yang pada 2012 dirayakan pertama kali secara bersamaan di seluruh dunia.

Pada peristiwa bersejarah tersebut, pemerintah RI melalu Presiden SBY mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato yang berjudul “ Forging A New Global Employment Framework for Social Justice and Equality”. Salah satu hal penting disampaikan dalam pidato tersebut adalah komitmen pemerintah RI pada dunia Internasional dalam perlindungan PRT dan Pekerja Migran yang mayoritas bekerja sebagai PRT. Presiden RI juga menyampaikan arti penting Kovensi ILO 189 bagi Pemerintah RI sebagai salah satu Negara dengan warganegara yang banyak bekerja sebagai PRT.


Menurut data ILO jumlah PRT saat ini diperkirakan sebanyak 52,6 Juta, berdasarkan sensus yang dilakukan di 117 negara. Namun, ILO tidak mengabaikan keterangan para ahli yang menyampaikan kemungkinan jumlah PRT di seluruh dunia mencapai 100 Juta orang, mengingat pekerjaan rumah tangga saat ini masih dianggap bukan pekerjaan dan profesi tersendiri. Di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008 jumlah PRT hampr mendekati 2 Juta orang,12% diantaranya merupakan PRT anak dan 90% adalah perempuan. Sementara itu berdasarkan hasil Rapid Assesment yang dilakukan oleh JALA PRT, jumlah PRT diperkirakan mencapai 16.117.331 orang. Sedangkan data lain menyebutkan, 72-80% pekerja migran Indonesia di luar negeri bekerja sebagai PRT.

Pada perkembangannya, saat ini baru tiga negara yang sudah meratifikasi Konvensi ILO 189, yaitu Uruguay, Costa Rica dan Filipina. Sementara itu, Indonesia belum menunjukan signal untuk meratifikasi Konvensi ILO 189. Bahkan pada forum Internasional yang sangat penting lainnya, yaitu sidang UPR, pemerintah Indonesia bahkan sama sekali tidak menyinggung perihal kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan khususnya PRT. Namun, sejumlah negara dalam sidang tersebut merekomendasikan Indonesia agar meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT.
Komnas HAM
Nuraini di Komnas HAM
KORANMIGRAN, JAKARTA - Nuraini, BMI asal Sumbawa yang bekerja di Timur Tengah (Kuwait), sempat hilang kontak sejak tahun 2003, kerja tidak digaji selama 10 tahun, disiksa selama 8 bulan lalu dipulangkan dalam keadaan lumpuh. "Aku akan terus menuntut hakku", katanya tegas di atas kursi roda saat mengadukan kasusnya ke Komnas HAM. 

Nuraini bersama kedua orangtuanya datang dengan didampingi Nisma dan Ramses dari Dewan Pengurus Nasional SBMI untuk bertemu dengan Dianto Bahriadi, anggota Komnas HAM. Mendengar pengaduan langsung dari Buruh Migran Indonesia, Anggota Komnas HAM itu langsung merekomendasikan untuk menyurati pihak-pihak yang berkaitan dengan perlindungan buruh migran Indonesia.

Dianto sangat prihatin dengan rentannya BMI dari tindak kekerasan dan kejahatan kemanusiaan lainnya di luar negeri. "Kita akan menghubungi Komnas HAM Kuwait untuk juga melakukan hal yang sama mendesak pemerintah Kuwait untuk melindungi Buruh Migran yang bekerja di negara mereka," respon Dianto berkaitan dengan kasus Nuraini.

Nuraini datang ke Komnas HAM untuk meminta agar haknya berkaitan dengan upah dan hak-haknya sebagai buruh dipenuhi oleh majikannya di Kuwait. Dia menuntut tanggung jawab dari PPTKIS yang memberangkatkannya dan pemerintah. Nuraini juga menuntut keadilan atas perlakuan kejahatan HAM yang dialaminya bahkan negara membiarkannya 10 tahun hilang, tanpa perlindungan.
Migran Day 2014
Aksi Migran Day 2014 SBMI bersama PPRI
 
Migran Day 2014




Migran Day 2014

Migran Day 2014

Migran Day 2014

Migran Day 2014

Migran Day 2014



Migran Day 2014
 
Migran Day 2014
Migran Day 2014

Migran Day 2014

Migran Day 2014

Migran Day 2014




















Penyiksaan TKI
Meriance Kabu, BMI Korban Penyiksaan Di Malaysia. Dok.Photo: Tempo
KORANMIGRAN, SELANGOR - Meriance Kabu, Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Kupang Nusa Tenggara Timur, kembali menjadi korban penyiksaan majikan di Malaysia. Menurut keterangan polisi dan Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur, Meriance mengalami penyiksaan yang sangat sadis diluar batas kemanusiaan.

Meriance Kabu diselamatkan polisi Malaysia, awal pekan ini, setelah disiksa majikannya di Rumah Susun Pandan Jaya, Jalan Pandan 7, Ampang, Selangor. Awalnya, Meriance mengadukan penyiksaan yang dia alami kepada tetangga, melalui secarik kertas yang dilemparkan ke jendela. "Tolong majikan siksa saya," begitu isi tulisan Meriance. Sang tetangga lantas melapor kepada polisi, yang segera menyelamatkan Meriance. 
Berdasarkan informasi yang diterima, Meriance mengalami penganiayaan berat. Si majikan, Ong Su Ping, memukuli dan menendang Meriance. Meriance juga dicambuk dengan rotan, disetrum, dan kemaluannya ditusuk dengan kayu. Bahkan, Ong Su Ping mencabut gigi geraham Meriance dengan tang dan memaksa wanita malang itu memakan kotorannya sendiri.

Meriance yang mulai bekerja di Malaysia pada April 2014 dan mengalami penyiksaan sejak bekerja di majikannya yang biadab itu.
Akibatnya, Meriance hingga kini masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Ampang, Selangor. Atase Konsuler KBRI Kuala Lumpur Dino Nurwahyudin mengatakan telah mengirimkan Satuan Tugas Perlindungan WNI dan menunjuk firma pengacara Shamsuddin & Co sebagai pendamping hukum bagi Meriance. Polisi setempat dikabarkan sudah menahan Ong Su Ping.


Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno, yang sudah menjenguk Meriance Kabu mengatakan, buruh migran perempuan asal NTT itu masih kesakitan walau sudah dirawat di Rumah Sakit Ampang, Selangor. Herman menambahkan, kondisi fisik Meriance mulai stabil. Jahitan di mulutnya sudah diperbaiki. Ia berharap Meriance segera pulih agar bisa memperjuangkan haknya di persidangan. "Jika sudah pulih, Meriance akan ditempatkan di shelter milik Kedutaan RI sembari menunggu sidang," ujar Herman. Namun Herman enggan menjawab saat ditanya mengenai jenis penyiksaan yang dialami Meriance.

Meriance yang mulai bekerja di Malaysia pada April 2014 mengaku disiksa sejak awal bekerja di rumah majikan biadab itu.
Perbudakan
Nuraini saat di Bandara Soekarno Hatta

KORANMIGRAN, KUWAIT - Ternyata kasus Nuraini ketika diupload di facebook mendapat tanggapan langsung dari KJRI di Kuwait. Sangat disayangkan klarifikasi dari KJRI terkesan membela majikan dan agency dan menyalahkan Nuraini sendiri karena melarikan diri. Bukankah seharusnya negara berpihak pada Buruh Migran Indonesia (BMI) sebagai rakyatnya dan memberikan perlindungan maksimal?
Inilah dia tanggapan dari KJRI Kuwait terhadap kasus Nuraini:

Pertama-tama, KBRI Kuwait mengucapkan terima kasih atas pemberitaan di Facebook Akun di Kuwait, Fokus Kuwait, dan FKMI Kuwait pada tanggal 9 Februari 2014 dengan judul Kebiadaban oknum Polisi Kuwait pada PRT Asal Sumbawa yang disampaikan oleh Nisma Abdullah (SBMI Cabang Sumbawa), sehingga KBRI dapat menyampaikan penjelasan perihal tersebut kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dibawah ini kami sampaikan tanggapan / penjelasan KBRI kuwait sebagai berikut :

1. Pada tanggal 4 November 2013, Tim Pelayanan Warga (TPW) KBRI Kuwait menerima laporan dari R.S Farwaniya Kuwait bahwa seorang WNI tanpa identitas sedang menjalani perawatan karena sakit dan mengalami kelumpuhan di kedua kakinya sejak 29 September 2013.

2. Menindak lanjuti laporan tersebut Tim TPW KBRI Kuwait segera menjenguk ybs di Rumah Sakit. TKI mengaku bernama Sarah (dua minggu kemudian setelah dilakukan sidik jari maka diketahui nama sebenarnya adalah Nuraeni bt Husein Saio (NHS). Dari hasil investigasi awal pihak TPW tidak mendapatkan informasi dari NHS bahwa yang bersangkutan mengalami penganiayaan dari siapapun.Tim TPW KBRI Kuwait melihat kondisi NHS masih tampak lemah dan meminta pihak rumah sakit untuk tetap merawat hingga mampu untuk diterbangkan ke Indonesia, NHS dapat memberikan penjelasan bahwa sakit yang dialaminya berawal dari rasa nyeri pada kedua kakinya dan lambat laun menjadi semakin parah hingga lumpuh. NHS juga menceritakan bahwa dirinya diantar ke R.S Farwaniya oleh polisi dengan ambulan setelah salah satu tetangganya mengetahui ada seorang yang mengalami sakit parah dengan segera menelpon pihak kepolisian setempat. Pada saat investigasi lanjutan pihak kepolisian tidak menemukan lagi tetangga NHS yang melapor atau orang tersebut juga menghilang kemungkinan tidak ingin terlibat dalam masalah ini.

3. NHS juga menyampaikan kepada Tim TPW KBRI Kuwait bahwa selama bekerja telah menerima gajinya secara utuh setiap bulannya dan tidak ada penganiayaan yang dilakukan majikan selama NHS bekerja dirumahnya. NHS menceritakan telah dirayu oleh laki-laki berkebangsaan Pakistan yang menjanjikan kepada NHS pekerjaan yang layak dengan upah gaji yang sangat besar lalu NHS pergi meninggalkan majikan tanpa ijin (kabur), NHS mengakui kesalahannya yang telah meninggalkan majikannya dan bekerja secara ilegal di daerah Jleeb Alsyoukh. Tim KBRI Kuwait menilai bahwa majikan NHS cukup kooperatif. Hal ini dapat dilihat ketika dia mau datang memenuhi panggilan KBRI serta ke rumah sakit Farwaniya untuk mengurus dokumen kepulangan ybs ke Indonesia agar dapat pulang langsung dari rumah sakit ke Airport (tidak melalui pusat penampungan deportasi).

4. Setelah menjalani perawatan selama 4 bulan di Rumah Sakit Farwaniya, Dokter mengatakan bahwa kondisi Sdri. NHS sudah banyak mengalami kemajuan, saat itu dapat duduk dengan sempurna, sehingga NHS dapat dipulangkan ke Indonesia. Namun kepulangan NHS perlu didampingi oleh seseorang selama penerbangan sampai ke kampung halamannya. Pihak rumah sakit juga menyatakan bahwa upaya maksimal sudah dilakukan pihaknya dan selanjutnya meminta kepada KBRI untuk segera memulangkan ybs ke Indonesia.

5. Berdasarkan hasil sidik jari pertama yang dilakukan oleh kepolisian Sabah Nasser (2 minggu setelah kunjungan Tim Citizen Service) berhasil diketahui majikan pertama NHS yang memegang paspor TKI tersebut, selama 1 bulan pihak kepolisian terus mencari majikan NHS sebagai salah satu proses pemulangan (deportasi) yang pada akhirnya dapat menghubungi mantan majikan NHS untuk meminta paspor ybs dan membiayai biaya rumah sakit dan kepulangan NHS. Mantan majikan tsb menjelaskan bahwa NHS telah bekerja padanya selama 5 tahun tanpa ada masalah. Diketahui juga bahwa majikan yang sah telah memperpanjang paspor NHS pada tanggal 14 Juli 2008 di KBRI Kuwait sehingga dapat disimpulkan

NHS tidak ada masalah karena pihak konsuler KBRI Kuwait wajib mewawancarai setiap WNI/TKI yang akan memperpanjang paspor, apakah gaji lancar, apakah mendapat tindak kekerasan, pelecehan seksual dll. Dari laporan kepolisian sejak 2 tahun yang lalu NHS kabur tanpa diketahui sebabnya. Sejak saat itupun majikan melaporkan NHS kepada pihak yang berwajib sehingga NHS berstatus illegal dan terdaftar kasus melarikan diri (runaway case). Mantan majikan NHS yang sah tidak bersedia menanggung biaya kepulangan ataupun biaya rumah sakit selama ybs dirawat yang besarnya sejumlah KD. 3000 (tiga ribu Kuwait Dinar) atau setara dengan Rp.127.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah) dan juga biaya overstay sebanyak KD. 600,- . atau setara dengan Rp. 24.000.000. Mengingat status NHS ilegal, maka sesuai ketentuan Pemerintah Kuwait, majikan tidak mempunyai kewajiban atau tanggung jawab terhadap diri tenaga kerjanya termasuk dalam hal pembiayaan tiket pesawat untuk kepulangan Sdri. NHS dan pembiayaan rumah sakit.Untuk menanggulangi biaya rumah sakit tersebut TPW KBRI Kuwait melakukan pendekatan dengan Sosial Workers dan CID (Criminal Investigation Deportation) untuk mengupayakan pembebasan biaya rumah sakit NHS. Alhamdullilah upaya ini berhasil, pihak rumah sakit dapat menyetujui pembebasan biaya rumah sakit ybs selama 4 bulan.

6. Berdasarkan paspor yang kami terima dari majikan maka didapat data lengkap TKI sebagai berikut:

Nama Lengkap : Nuraeni bt Husen Said (NHS)
No. Paspor : AL 592758
Tempat Tanggal Lahir : Sumbawa, 19 Agustus 1979
PJTKI : Alfindo Mas Buana
PJTKA di Kuwait : Alqallaf Manpower
Nama Majikan : Syaeman Salem Mohammad
Alamat majikan : Kaifan
Nomor Telpon : +965 99016876
 
7. Terkait dengan biaya pemulangan ke kampung halaman, KBRI Kuwait telah membiayai kepulangan NHS dan pendamping dari staf KBRI Kuwait sampai Bandara Soekarno-Hatta. Sedangkan kepulangan dari Bandara Soekarno-Hatta ke Sumbawa, atas permintaan KBRI Kuwait, BNP2TKI telah mengurus pemulangannya ke Sumbawa.

8. KBRI Kuwait juga telah meminta bantuan BNP2TKI untuk memfasilitasi pemeriksaan medis NHS setibanya di Jakarta, namun ketika tiba di Jakarta, NHS menolak untuk diperiksa di rumah sakit dan memaksa untuk segera dipulangkan ke Sumbawa. Akhirnya NHS dipulangkan ke Sumbawa dengan menandatangani Surat Pernyataan tidak bersedia dilakukan pemeriksaan.

9. Sdri. Nuraeni dipulangkan ke Indonesia didampingi oleh Sdri. Alister Budiyanti (Staf KBRI) pada hari Rabu, 29 Januari 2014 dengan penerbangan KU 415 dan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada hari Kamis tanggal 30 Januari 2014 pukul 15:15. Di Bandara Soekarno Hatta telah menanti staf dari Dit. PWNI / BHI KEMLU dan staf dari BNP2TKI yang menerima NHS untuk pemulangan selanjutnya ke Sumbawa.

10. Menanggapi pernyataan Sdri. Nisma bahwa keluarga sejak lama telah mencari Sdri. Nuraeni, kami beritahukan bahwa KBRI telah melacak dokumen pengaduan yang diterima dari berbagai instansi terkait di Indonesia, namun tidak didapat pengaduan yang berasal dari keluarga NHS yang disampaikan kepada KBRI Kuwait.

11. Sedangkan pernyataan mengenai luka disekujur tubuh dan berlubang bagian punggung di belakang dan luka-luka lainnya yang sangat parah dapat kami sampaikan bahwa dokter yang merawat NHS di R.S Farwaniya selama 4 bulan tidak pernah memberitahukan mengenai kondisi tubuh yang luka parah dan punggung berlubang tersebut. Jika pun demikian dengan perawatan intensif selama 4 bulan dapat dipastikan bahwa luka-luka tersebut tentu sudah sembuh dan mengering. Selain itu dengan komdisi luka disekujur tubuh pasti tim dokter R.S Farwaniya tidak akan mengijinkan NHS dipulangkan.

Demikian penjelasan ini kami sampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih

Sumber: https://www.facebook.com/groups/FokusKuwait/DiUnduh tanggal 14 Februari 2014

Perbudakan
Nuraini terbaring lumpuh
10 Tahun `Hilang` di Kuwait, TKW Sumbawa Pulang Kondisi Lumpuh
Liputan6.com, Mataram : Kisah pilu kembali datang dari para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kini dialami oleh seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Dusun Pungkit, Desa Pungkit Kecamatan Moyo, Kabupaten Sumbawa Besar, Nuraini binti Husein Said. Perempuan berusia 32 tahun itu tiba di kampung halaman dengan kondisi mengenaskan: Nuraini lumpuh.

Nuraini tiba di kampung halaman pada Sabtu 1 Februari 2014. Saat tiba, kedua lututnya menekuk tidak bisa direnggangkan. Sementara bagian punggungnya terdapat luka. Dugaan sementara Nuraini disiksa oleh majikannya.

Nuraini yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga sejak Desember 2003. Dia berangkat ke Kuwait melalui selanjutnya KLIK DISINI
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dikira meninggal, TKW pulang lumpuh & tak digaji selama 10 tahun
Merdeka.com - Nuraini binti Said (32) seorang TKW asal Desa Pungkit, Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang selama ini bekerja di Kuwait, pulang dalam keadaan lumpuh. Tak hanya itu, gajinya selama 10 tahun juga tak dibayar majikannya. Selanjutnya baca dengan KLIK DISINI
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Derita TKW: Pulang Lumpuh Gaji Tak Dibayar 10 Tahun
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Nuraini binti Said (32), seorang TKW asal Desa Pungkit, Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang selama ini bekerja di Kuwait, pulang dalam keadaan lumpuh dan gajinya tak dibayar majikannya selama 10 tahun.

"Kepulangan Nuraini pada Minggu (2/2) malam membuat kami terperanjat. Harapan kami menerima berita gembira, namun justru yang kami hadapi malah berita duka karena gaji Nuraini tidak

"Kepulangan Nuraini pada Minggu (2/2) malam membuat kami terperanjat. Harapan kami menerima berita gembira, namun justru yang kami hadapi malah berita duka karena gaji Nuraini tidak dibayar Selanjutnya KLIK DISINI
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pulang Cacat, 10 tahun Tak Digaji Majikan
Sumbawa, PSnews – Nuraini (31) mantan tenaga kerja wanita (TKW) asal RT 03 RW 02 Dusun Pungkit B Desa Pungkit Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, NTB, pulang dengan kondisi cacat. Selain cacat, selama 10 tahun bekerja ia tidak mendapatkan gaji sepeserpun dari majikan di tanah Arab.

TKW yang diberangkatkan oleh PT Alfindo Mas Buana pada 2003 tersebut bekerja di dua majikan. Majikan pertama bernama Nasee Fatd Al-Dhosiri Al-Dahar di Kuwait dan majikan kedua yang berprofesi sebagai polisi di Kuwait bernama Sanian Sulaiman San San. Ia diberangkatkan ke Kuwait pada 24 Desember 2003 dan bekerja di majikan pertama... selanjutnya KLIK DISINI
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TKW Meninggal, Keluarga Dikabari Setelah 2 Tahun
indosiar.com, Poliwali - Nasib malang kembali menimpa seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Poliwali, Mandar, Sulawesi Barat. Nuraini, wanita yang telah bertahun-tahun bekerja di Kuwait tewas di rumah majikannya 2 tahun lalu. Ironisnya, kabar kematian korban baru diketahui pihak keluarga 2 tahun setelah ia meninggal dunia.

Suasana duka masih menyelimuti keluarga Nuraini di Kota Poliwali, Sulawesi Barat. Sejak berita kematian Nuraini yang diperoleh dari seorang rekannya via surat, pihak keluarga hanya... selanjutnya KLIK DISINI
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Disnakertrans Sumbawa Upayakan Bantuan Biaya Pengobatan
Sumbawa Besar, Gaung NTB – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumbawa, kini tengah mengupayakan untuk memberikan bantuan biaya pengobatan bagi Nuraini Binti Said, TKW asal Desa Pungkit Kecamatan Moyo Utara.
 

Ini dilakukan menurut Kadisnakertrans setempat, Tri Karyati, SSos, sebagai bentuk keperihatinan pihaknya atas nasib yang menimpa Nuraini, yang kini tengah dirawat di Ruang Zal Bedah RSU Sumbawa.

Namun, Yeyet—sapaan akrabnya, berharap pihak keluarga untuk bersabar dulu, mengingat ada beberapa prosedur pencairan dana yang mesti ditempuh oleh Disnakertrans. “Kami sudah bertemu langsung dengan Nuraini dan keluarganya di rumah sakit,” ujarnya.

Untuk bantuan biaya pengobatan... berita lengkapnya KLIK DISINI
Perbudakan
Nuraini
KORANMIGRAN, KUWAIT - Nuraini, BMI asal Sumbawa yang bekerja di Kuwait sempat dinyatakan hilang kontak tetapi 8 tahun kemudian pulang dalam keadaan lumpuh dan gajinya tidak pernah dibayar. Nurani disiksa majikannya selama 8 bulan dan dipulangkan dari Kuwait masih dalam keadaan sakit parah. Selanjutnya KORANMIGRAN memaparkan kronologis kasus yang dihadapi Nuraini. 


Agustus 2003, Nuraini direkrut oleh sponsor (A. Rahman) dari PPTKIS PT. ALFINDO MAS BUANA yang datang menawarkan pekerjaan sebagai PRT di Timur Tengah. Selanjutnya Nuraini diberangkatkan ke Jakarta pada pertengahan Oktober 2003 dari Sumbawa bersama rombongan dengan bus malam.

Nuraini mengeluarkan biaya untuk keberangkatan sebesar Rp.2.000.000 dengan gaji yang ditawarkan sebesar Rp.900.000 tapi ternyata tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Nuraini di majikan yang pertama hanya bekerja selama 5 tahun dan sempat mengirim gaji pertamanya. Nuraini juga sempat berkomunikasi dengan orangtuanya lewat telepon tapi kemudian Nuraini tidak ada kabar lagi.

Tanggal 14 Juli 2008 pihak KBRI Kuwait menerbitkan paspor Nuraini hingga masa berlaku sampai dengan 14 Juli 2011 dengan No. Pasvor AL 592758 dan Data Kelahiran Nuraini berbeda dengan paspor awal dengan nomor. AG 443943

Tahun 2008 Nuraini berpindah ke majikan yang ke 2 yang bernama Salim Saliman. Di majikan yang ke-2 ini Nuraini sudah tidak bisa menghubungi keluarganya karena dilarang majikannya. Nuraini bekerja di majikan kedua ini satu tahun (2008-2009).

Saat bekerja di majikan yang ke-2 ini Nuraini setiap bulannya diminta oleh majikannya untuk menandatangani slip gaji saja tanpa ada uangnya. Karena tidak menerima uang gaji, Nuraini mencoba menanyakan gajinya yang tidak pernah dia terima langsung. Majikan Nuraini kemudian malah memindahkan Nuraini ke majikan yang ketiga yang masih mempunyai hubungan keluarga.

Nuraini BT Husen dijual ke majikan yang ke-3 tahun 2009.. Nuraini bekerja di majikan yang ke-3 selama dua tahun (2009-2011). Gaji di majikan ke-3 juga tidak pernah diberikan dan hanya disodorkan slip gaji untuk ditandatangani oleh nuraini. Saat ditanyakan Nuraini kenapa hanya menandatangani slip gaji, majikannya selalu mengelak dengan berbagai alasan bahkan kemudian memukul dan menyiksa Nuraini.

Tahun 2011, Nuraini masih terus mempertanyakan gajinya bahkan meminta ke majikan agar diberi kesempatan untuk menelpon keluarganya. Majikannya tidak mengijinkan Nuraini untuk berkomunikasi dengan orangtua atau siapapun dan gajinya masih tetap tidak pernah dibayarkan.

Pertengahan tahun 2011, Nuraini masih terus mendapatkan perlakuan kekerasan dari majikan yang ketiga ini. Saat bekerja di majikan ketiga inilah Nuraini jatuh dari lantai 2 rumah majikan sehingga menyebabkan kedua kakinya lumpuh total. Bukannya dibawa ke rumah sakit, Nuraini malah makin sering diperlakukan kasar dan mendapat tindak kekerasan yang sangat biadab. Karena terus disiksa dan seluruh badan luka-luka dan memar, Nuraini hanya dapat bergerak dengan menggunakan kursi.

Berdasarkan informasi yang didapat dari paspornya, Nuraini diperkirakan masih terus dipekerjakan majikan yang ke-3. Diketahui paspornya tidak pernah ditolak perpanjangannya dan bekerja pada majikan yang ke-3.

Tanggal 14 Juli 2011, KJRI Kuwait memperpanjangan paspor Nuraini untuk terus bekerja di pada majikannya yang ketiga.

Tanggal 25 September 2013, Nuraini diketahui berada di Rumah Sakit Farwaniya Kuwait hingga tanggal 28 Januari 2014 (berdasarkan Data Rumah Sakit Farwaniya).
Rabu, 29 Januari 2014, Nuraini dipulangkan ke Indonesia dengan didampingi oleh staf KJRI Kuwait yang bernama Alister Budianti dengan nomor penerbangan KU415.

Kamis, 30 Januari 2014 pukul 15.15.WIB, Nuraini tiba di bandara Soekarno Hatta dan langsung diserahkan pemulangan selanjutnya kepada staf dari DIT.PWNI/BHI KEMLU dan BNP2TKI ke kampungnya di Sumbawa.

Saat di bandara Soekarno Hatta Jakarta Nuraini yang terus menangis menahan sakit akibat kondisi luka-luka ditubuhnya bertemu dengan 3 orang temannya yang juga sama-sama berasal dari Sumbawa (Suria asal Desa Penyaring, Sumarni asal Seteluk, dan yang satunya dari Kec.Alas). Temannya merasa sangat prihatin dengan kondisi Nuraini dan bersedia mendampingi Nuraini pulang hingga ke Sumbawa ketika diminta oleh petugas di terminal empat Soekarno Hatta. Bahkan ke-3 temannya menandatangani surat pernyataan kesediaan mendampingi kepulangan Nuraini ke Sumbawa.


Sabtu, 01 Februari 2014, Nuraini dipulangkan ke Sumbawa dengan bus selama 2 hari 2 malam sambil menahan rasa sakit ditubuhnya akibat luka yang sangat parah serta dalam kondisi trauma berat.

Senin, 03 Februari 2014 Nuraini, Nuraini ditemukan oleh 2 orang anggota SBMI Sumbawa (Anissa dan Juaria,Tuti Puspitawati) yang berdomisili di desa yang sama dengan Nuraini.

Selasa, 04 Februari 2014, pengurus SBMI Sumbawa berembuk dengan keluarga Nuraini untuk membicarakan solusi dari masalah yang dihadapi Nurani. Pengurus SBMI merekomendasikan agar keluarga segera membawa Nuraini ke RSUD Sumbawa Besar untuk mendapatkan perawatan intensif mengingat luka dan keadaan Nuraini sangat parah.

Kamis, 06 Februari 2014, pihak keluarga didampingi Pengurus SBMI melaporkan masalah Nuraini ke Disnakertrans Sumbawa. Selanjutnya keluarga dijanjikan akan di urus biaya pengobatan dan gaji Nuraini selama 10 tahun 2 bulan yang tidak pernah didapatkannya.

Jumat, 07 Februari 2014, pengurus SBMI Sumbawa bersama orangtua Nuraini menemui Asisten I bagian pemerintahan di kantor Bupati Sumbawa untuk meminta tanggung jawab pemerintah daerah menanggulangi masalah yang dihadapi Nuraini.

Senin, 10 februari 2014 - pengurus SBMI Sumbawa bersama keluarga kembali datang menemui Asisten I bagian pemerintahan dan Sekretaris daerah (Sekda) Sumbawa mempertanyakan biaya pengobatan Nuraini untuk dirujuk ke RSU Mataram. Kondisi Nuraini saat itu malah semakin parah.


Bukannya segera ditangani, pejabat yang ditemui keluarga malah berkilah bahwa anggaran untuk biaya pengobatan Nuraini tidak ada. Pejabat yang ditemui hanya membantu seadanya secara pribadi untuk biaya rujukan ke RSU Provinsi NTB di Mataram.

Rabu, 12 Februari 2014, staf BNP2TKI bidang Penempatan dan Pemulangan TKI/TKW
(Budiman Pasaribu) datang ke kediaman Nuraini di Sumbawa untuk mengklarifikasi penanganan kasus yang dihadapi Nuraini. Staf dari BNP2TKI itu malah memberikan jawaban yang terkesan lepas tanggung jawab.

"Nuraini sudah beberapa kali berpindah majikan dan kabur dari majikan dan itu artinya Nuraini Ilegal maka semua hak termasuk asuransi sudah tidak ada lagi dan tanggung jawab kami BNP2TKI dalam hal ini sudah tidak ada lagi karena itu sudah sesuai dengan protap dan mekanisme yang ada di kami", kata Budiman Pasaribu.

Diketahui Nuraini dalam keadaan sakit di bandara Soekarno Hatta Jakarta (terminal empat bagian pemulangan) diminta menandatangani pernyataan menolak dirawat di RSU Polri
di jalan Keramat Jati. Inilah yang dijadikan alasan oleh BNP2TKI untuk menghindari tanggungjawab terhadap pengobatan selanjutnya dan melimpahkannya menjadi tanggung jawab keluarga.

Saat kunjungannya ke Sumbawa, pejabat dari BNP2TKI itu hanya menyerahkan bantuan sekedarnya berupa uang sebesar Rp.2.500.000 kepada orang tua Nuraini. Budiman Pasaribu saat kunjungannya mengakui dan meminta maaf kepada Nuraini dan keluarga karena tidak didampingi saat pulang ke kampungnya.
Identitas Korban
Nama : Nuraini BT Husen
Tempat/Tanggal Lahir : Sumbawa/07 Desember 1982
No. paspor I : AG 443943
No. Paspor II : AL 592758
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMP
Alamat : RT/RW.03/02 Dusun Pungkit B Desa Pungkit Kec.Moyo Utara Kab.Sumbawa NTB


Identitas PPTKISNama PJTKI : PT.AL-PINDO MAS BUANA
Nama Kacab. Sumbawa : Bambang (Sumbawa)
Alamat PJTKI : Sumbawa
 

Identitas  Majikan
Nama Majikan I : Naseer Fath AL-Dhosiri AL-Dahar
Alamat Majikan : Kuwait, Blok No.6 ST No.3 Jaddah 6 Hour. No.2S
Nama Majikan II : Salim Saliman
Nama Majikan III : Sanin Saliman Salam





Identitas Lainnya
Negara Tujuan Bekerja : Kuwait
Jenis Pekerjaan : PRT
Tanggal Berangkat : 24 Desember 2003

Tanggal Pulang : 30 Januari 2014
Kasus Hukum : Perbudakan, Trafficking, Penyiksaan dan Pelanggaran HAM lainnya, Gaji dan hak-haknya sebagai PRT tidak dibayar selama 10 tahun 2 bulan.
Perbudakan
Wawancara dengan nuraini

KORANMIGRAN, JAKARTA – Sembari memandangi langit Jakarta yang kotor, perempuan itu duduk termenung di kursi rodanya, di pelataran Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Namanya Nuraini, 32 tahun. Namun, dari wajahnya, nampak umur yang jauh lebih tua, (mungkin) karena beban hidup yang berat dan kepedihan yang dalam.

10 tahun ia menjadi TKI di negeri penghasil minyak dunia, Kuwait. Namun, hanya 1 bulan dibayar. Dan delapan bulan disiksa oleh majikannya yang ketiga.
Nuraini datang ke Jakarta bersama kedua orang tuanya dari Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat.
Ramches, aktivis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), mendampingi mereka selama di Jakarta. Ia, mencarikan bantuan untuk kursi roda, tempat tinggal, advokasi hukum serta kampanye untuk kasus Nuraini.
Ramches memperkenalkan aku pada Nuraini. Lalu, kami masuk ke lantai dasar Gedung YLBHI. Aku menyulut rokokku, sembari bertanya: “Mbak, boleh wawancara?”
Boleh″sahutnya.
Mbak, bagaimana ceritanya selama jadi TKI di Kuwait?
Dia mulai menuturkan.
Saya pergi ke Kuwait untuk jadi TKI, Pak. Saya mau bantu orang tua saya. Umur saya 22 tahun waktu itu. Saya berangkat lewat PT. Al-Pindo Mas Buana. 24 Desember 2003, tepatnya, saya berangkat ke Kuwait. Mereka menjanjikan 35 Dinar (berkisar Rp. 1,5 Juta) untuk gaji tiap bulannya. PT. Al-pindo Mas Buana, menempatkan saya di kota Sahra, Kuwait. Majikan pertama saya bernama Naser. Satu tahun saya kerja sama Tuan Naser ini. Tapi hanya bulan pertama saya diberikan gaji. Setelah itu tak pernah lagi.
Apa kerja tuan Naser? Ada anak dan istri?″, potongku.
Enggak ada anak dan istri. Dan dia sepertinya tidak ada kerjaan.
Lalu setelah Tuan Naser ini kemana?
Terus, saya dipekerjakan di rumah Tuan Sanian Sulaiman. Dia punya istri dan 2 orang anak. Tapi saya hanya satu bulan kerja dirumahnya. Dan itu pun tidak dibayar. Lalu saya pindah ke Majikan ketiga. Majikan ketiga ini saudara dari Tuan Sanian Sulaiman. Sulaiman Sanian, namanya. Ia seorang polisi. Istrinya bernama Fatimah. Mereka punya 3 orang anak.
9 tahun saya kerja sama keluarga Sulaiman Sanian sebagai pembantu rumah tangga atau mengurus anak-anaknya. Saya dapat ruangan untuk tidur, tetapi sempit dan sekaligus untuk gudang rumah mereka. Kalau makan bareng-bareng. Tapi saya tidak pernah dibelikan baju dan sabun mandi. Uang untuk beli peralatan mandi saya minta sama teman-teman pembantu lainnya. Sebelum saya, mereka pernah punya pembantu, juga orang Indonesia, dari Jawa. Tetapi kabur, entah kenapa. Anak perempuannya yang cerita sama saya.”
Sembari mendengarkan, aku melihat pada kedua kakinya. Banyak bekas luka. Jari manis kaki kirinya tak normal, bengkok. Kedua kaki itu kurus, seperti lumpuh. Dan kulitnya gelap, tak segar.
ini kenapa? Bagaimana ceritanya kok sampai seperti ini?
Air matanya mulai menetes. Ujung kain jilbabnya ia gunakan untuk menyeka air matanya. Bapak dan Ibunya lekas berkata.
Yang kuat, tidak usah menangis. Yang kuat.
Saya di siksa, Pak. 8 bulan di siksa. Pelakunya majikan perempuan. Ibu Fatma. Kaki saya di ikat pakai tali nilon. Saya tak punya daya untuk melepasnya. Saya disekap di kamar “gudang” tempat saya tidur. Saya sudah teriak-teriak tapi tidak ada yang menolong. Di rumah hanya saya dan Ibu Fatma. Majikan laki-laki pergi ke kampungnya. Ketiga anaknya pergi ke tempat nenek mereka. Paha kanan kiri saya di tusuk pakai besi. Setiap kali saya teriak mulut saya dipukul sampai 2 gigi saya rusak. Atau kadang saya dicambuk. Makan 2-3 hari sekali. Cuma makan mie. Itu pun Bu Fatma melempar makanan pada saya sembari teriak. Hei Anjing, makan nich!”. Saya gak bisa kemana-mana. Makan di situ. Tidur di situ. Beol dan kencing pun di tempat itu. 8 bulan Pak! Akhirnya kaki saya nempel ke paha. Enggak bisa gerak. Kaku.
Awal mulanya Ibu Fatma jadi kejam begitu, kenapa?
Gara-gara saya minta gaji saya. 9 tahun saya hanya disuruh menandatangi kuitansi pembayaran gaji, tapi saya gak pernah nerima gaji saya. Mereka bilang sudah dikirim. Tapi enggak jelas dikirim kemana.
Terus bagaimana bisa lepas dari penyiksaan dan penyekapan Ibu Fatma?
Suatu malam, di bulan kedelapan. Ibu Fatma masuk kamar. Dia bilang, “jangan berisik! Kamu tidur saja” sembari menutupi kaki saya yang diikat itu dengan selimut. Gak lama, dua orang datang ke kamar. Dua orang pakai seragam polisi. Satu lagi baju biasa. Saya gak kenal siapa mereka. Tapi mereka sebut nama saya. Saya disuruh bangun. Saya bilang gak bisa kaki saya diikat. Saya gak punya tenaga untuk bangun. Lalu selimut saya mereka buka. Mereka lihat kaki saya diikat. Dan saya diangkat keluar dan dibawa ke rumah sakit pakai ambulans. Saya gak lihat Ibu Fatma lagi di rumah itu sebelum berangkat ke RS. Lalu saya dibawa ke RS Perwania. Empat bulan saya di Rumah Sakit itu. Gak dikasih obat. Hanya makan dan infus saja. Bulan ke empat saya disuruh pulang. Tapi kaki saya sudah lumpuh. Saya gak bisa jalan. Dan kedua kaki saya masih nempel ke paha. Direktur rumah sakit Perwania berkata, “RS ini bukan rumahmu. Kamu harus pergi!
Saat itu bulan Februari 2014. Datang dua orang menjemput saya di RS. 1 orang Jawa dan Filipina. Saya di bawa keluar rumah sakit. Ke airport. Saya dibawa ke Bandara Soekarno Hatta. Tapi 2 orang itu kembali lagi ke Kuwait. Saya di titipkan ke Petugas BNP2TKI. Lalu dibawa ke RS Polri. Cuma 1 hari di situ karena saya ingin pulang ke Sumbawa, ketemu Bapak dan Ibu. Saya boleh keluar tapi petugas meminta agar saya menandatangani surat agar tidak melakukan penuntutan. Tiga orang teman saya sesama TKI dari Arab menjemput saya dan membawa saya pulang ke Sumbawa Besar.
 Saya diam. Diam karena pikiran dan hati saya sebagai pewawancara dilanda kegusaran yang dalam. Nuraini pun diam. Sesekali dia mengusap air matanya dengan ujung jilbab tuanya itu. Badannya kurus kering. Kadang ia garuk kedua kakinya itu dengan sepotong kecil kayu bambu. Gatal katanya.
Bapaknya memecah kebisuan.
Sekarang sudah bisa renggang kakinya, Pak. Dulu kaki sama paha, nempel. Sudah bisa renggang, tapi kaku. Kakinya kami terapi pakai air hangat dan urut pakai minyak kampung
Sekarang harapan bapak buat Nuraini apa, pak?
Saya mau nuntut keadilan dan hak-haknya, Nuraini. Anak saya diperlakukan seperti ini, kan, Biadab!
Ya, BENAR, harus dituntut!″ ujarku.
Mbak Nur, umur kan baru 32 tahun. Apa cita-cita kedepan?
Nuraini tak menjawab. Senyap. Hanya seberkas senyuman. Senyum kegetiran.
Nuraini adalah potret buram kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan; melindungi tenaga kerja dan sekaligus penyumbang devisanya; serta memanusiakan warganya menjadi manusia bermartabat. Sekian.
*** 
Artikel ini kami terbitkan ulang dari Solidaritas.net untuk kampanye
Perbudakan
Perbudakan

Migran Day 2014

Pernyataan Sikap
Hari Migran Sedunia 2014:
Buruh Migran Indonesia Bersama Gerakan Rakyat Lainnya Bangkit Bersatu Melawan Penindasan

PUSAT PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA - PPRI (SGBN, FPBI, KSN, SBTPI, SBMI, GSPB, Frontjak, FBLP, RTP, GKRI, SPRI, AMP-HK, Aliansi Mahasiswa Indonesia (LMND, Semar UI, Formasi IISIP, GUNADARMA, UHAMKA, UIN, UP, UNAS, PARAMADINA, UBK, TRISAKTI, APP, UNISMA, UNTIRTA, KP FMK, PEMBEBASAN, FORMAD, FMN, SMI, KANITA IISIP), SGMK, KPOP, HMI STEI Rawamangun, KPRI, Rekan Indonesia, PRP, PPI, PPR, Politik Rakyat, KPO-PRP) KSBSI, AMP-HK

Menjadi Buruh Migran masih menjadi pilihan yang menyakitkan buat buruh Indonesia. Bekerja ke luar negeri merupakan keterpaksaan akibat sempitnya lapangan pekerjaan di tanah air apalagi upah di Indonesia masih sangat tidak layak. Inilah yang terjadi dibalik politik borjuis di Indonesia. Ilusi bekerja di luar negeri dengan janji gaji yang besar terus dilanjutkan rezim Jokowi dan yang pasti BMI masih harus berjuang hidup dan mati, berhadap-hadapan langsung dengan resiko hidup atau mati karena tidak adanya jaminan perlindungan dari negara. Penghisapan, kekerasan dan diskriminasi bahkan perbudakan karena tidak digaji dan dibatasi kebebasannya adalah resiko yang dihadapi BMI saat bekerja di semua Negara penempatan. BMI harus melindungi diri sendiri dan terus teriak dimana negara?

Buruh Migran yang direkrut dari pedesaan yang dimiskinkan secara masif itu adalah sasaran pemiskinan sistem kapitalis yang terus terjadi di seluruh tanah air Indonesia. Sedang para calo atau sponsor atau tekong atau agency bedebah itu menjadi lintah darat yang terus menghisap rakus darah Buruh Migrant Indonesia. Menindas BMI untuk tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pembiayaan yang mencekik leher BMI baik lewat scenario biaya pengurusan dokumen, biaya check kesehatan, biaya antar jemput, penukaran uang, kredit dan komisi dari setiap penjualan BMI.

Menempatkan BMI sebagai komoditi/barang dagangan yang bisa diperjual-belikan terus dilakukan rezim penguasa dengan memperlakukan BMI sebagai sapi perahan. Dengan dalih belum mampu melakukan penempatan dan jaminan perlindungan kemudian menyerahkan sepenuhnya kebijakan negara ini kepada swasta lewat PPTKIS dan perusahaan asuransi. Yang pasti rezim penguasa di negara ini mendapatkan pajak/levy dan penghasilan negara atas pengiriman uang buruh migran di luar negeri (Remetence) yang dikirim melalui bank dan badan hukum lainya yang tidak kurang dari 100 Trliyun Rupiah tiap tahunnya, serta pungutan liar yang tidak terhitung jumlahnya. Keuntungan dan pendapatan negara yang didapat dari ekspor buruh migrant tidak sebanding dengan perlindungan yang didapatkan BMI dan anggota keluarganya. Bahkan negeri ini dan semua negara tujuan penempatan tidak melindungi PRT dengan UU  serta belum meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang perlindungan PRT. Prilaku aparat pemerintah dan swasta tragisnya terus menjadikan buruh migran sebagai golongan yang tidak perlu dilindungi.

Rezim Jokowi-JK sama saja dengan rezim pendukung neo liberal sebelumnya,  tidak mensyaratkan pentingnya pendidikan bagi Buruh Migran Indonesia, hanya demi privatisasi lalu memposisikan BMI wajib mengikuti uji kompetensi kerja yang sebenarnya tidak teruji dan hanya menambah pundi-pundi keuntungan mereka. Masa pra penempatan digunakan untuk mengibuli BMI dengan pelatihan yang sekonyong-konyong dapat menjadikan BMI ahli agar BMI laris manis untuk diperjualbelikan. Kongkalikong agency dan majikan di luar negeri adalah konsfirasi jahat yang terus menekan BMI di luar negeri. Masa penampungan dijadikan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagai modus untuk melipatgandakan biaya penempatan sehingga pemotongan upah semakin besar didapat. Lewat penampungan inilah mental BMI lalu dihancurkan dan dirubah menjadi budak yang baik, penurut dan menjadi bisu, siap dijadikan sapi perahan dan ilusi Pahlawan Devisa.

Kontrak kerja yang dipaksakan kepada BMI tanpa ada pilihan, bahkan BMI dibuat jadi "bodoh" dalam memahami kontrak kerja. Kontrak penempatan dan kontrak kerja adalah sel penjara dan pemaksaan pedagang borjuis dan kaki tangan kapitalis lainnya dalam hubungan kerja budak yang pasti sangat tidak adil, HAPUS PERBUDAKAN!

Sudah habis kesabaran kami BMI atas ilusi rezim atas perlindungan, padahal BMI sedang menjalankan misi Negara, berjuang sebagai penyumbang devisa dan penghasil remitence terbesar negeri ini. Kami tidak mau lagi menjadi korban dan mengemis untuk minta dilindungi tapi akan menuntutnya. Ketiadaan lapangan pekerjaan di dalam negeri adalah situasi yang dibiarkan agar kebijakan pragmatis rezim di negeri ini dapat terus dilanjutkan bahkan dengan target 1 sampai 2 juta pertahun penempatan BMI ke luar negeri demi uang segar devisa setelah migas. Tidak adanya jaminan perlindungan kepada BMI adalah bukti bahwa rezim borjuis tidak akan peduli dengan  derita sedih BMI dalam sejarah bangsa Indonesia. PPTKIS terus bebas lepas melakukan kejahatan terhadap BMI sebagai objek dari kebijakan Negara untuk menegirim sebanyak mungkin rakyatnya ke lauar negeri. Sudah jelas bagi kami bahwa Depnakertrans, BNP2TKI dan Kemenlu akan tetap terus berpihak pada PPTKIS karena begitulah kebijakan privatisatinya. Mereka terus secara masif memaksa BMI bekerja di luar negeri agar mendapat fulus atas pajak/levy yang disetor BMI.

Skenario menempatkan PPTKIS sebagai pelaksana penempatan yang berorientasi pada “Pasar” menjadikan BMI sebagai objek sapi perahan. Dari sinilah dimulai kejahatan dan perampasan hak-hak Buruh Migran Indonesia dan terus dijadikan stok penyediaan buruh murah. PPTKIS terus dibiarkan melakukan penipuan, pemalsuan dokumen, perekrutan anak di bawah umur, pemaksaan kontrak kerja, dll. Kemudian selama bekerja di luar negeri, penderitaan yang dialami BMI terus berlanjut baik itu kekerasan seksual dan prilaku tidak manusiawi lainnya, kekesan fisik dan pysikis, tidak digaji dan atau digaji di bawah upah standar, bekerja tanpa perpanjangan kontrak kerja dan seterusnya. Setelah kepulangan dari berjuang di luar negeri penderitaan BMI tidaklah berhenti. Memperumit buruh migran dalam menuntut haknya saat mengklaim asuransi dengan persyaratan yang ribet adalah upaya untuk menghilangkan hak BMI mendapatkan ganti rugi atas hubungan kerja yang tidak adil.

Negara Gagal Melindungi BMI dan anggota keluarganya
Undang–undang No. 39 Tahun 2004 menempatkan pelaksana regulasi penempatan diberikan kepada DEPNAKERTRANS seperti pemberi izin terhadap PPTKIS baru dan pengawasannya, Penetapan biaya proses penempatan (agency fee) dibuat seakan-akan meringankan BMI dan keluarganya, faktanya hal inilah yang membuat BMI terjebak dalam jeratan hutang.

Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang digadang-gadang sebagai lembaga negara untuk perlindungan BMI tidak dapat diharapkan lagi. Terbukti belum adanya peningkatan pelayanan dan perlindungan, malah lembaga ini lebih didorong untuk meningkatkan pengiriman buruh murah ke negara-negara kapitalis lainnya. Yang lebih naif, tumpang tindih kepentingan antara Depnakertrans dan BNP2TKI terus terjadi bahkan pergantian orang/lembaga kerap tidak merubah arah kebijakan penempatan dan kesejahteraan BMI. Yang pasti kedua institusi ini terus berlomba /berkompotisi untuk memperbudak BMI dan cenderung berpihak pada PPTKIS. Alih-alih berkomitment membela rakyatnya, kejahatan terhadap buruh migran terus berlanjut tanpa dapat dikendalikan dan kejahatan terus terjadi berulang-ulang. Tak terhentikan!

Oleh karena itu dan dengan kesadaran menolak untuk dihisap dan ditindas maka kami buruh migran Indonesia (BMI) bersama organisasi-organisasi rakyat lainnya yang tergabung di dalam Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia beserta organisasi lainnya akan terus melakukan perlawanan. Selanjutnya dalam peringatan Migran Day Sedunia pada tanggal 18 Desember 2014 ini, kami menuntut:

  1. Cabut UU No.39/2004, segera bentuk UU yang berpihak pada BMI dan keluarganya
  2. Bubarkan BNP2TKI
  3. Hapus pelibatan swasta (PPTKIS) dalam penempatan BMI
  4. Perbanyak Atase Tenaga Kerja di semua negara penempatan, cabut KTKLN, hapus asuransi, tolak BPJS
  5. Tolak MOU - harus Perjanjian dalam proses penempatan
  6. Ratifikasi konvensi ILO No.189, tentang Perlindungan PRT
  7. Wujudkan UU PRT sekarang juga
  8. Berikan upah layak sesuai negara penempatan
  9. Bangun industrialisasi nasional yang kuat dan kerakyatan, demi tercapainya pembukaan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri, sebagai syarat tidak perlunya lagi pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri
  10. Bebaskan BMI dari ancaman hukuman mati.

Jakarta, 18 Desember 2014