sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN




Jember - Pengadilan Singapura memperberat hukuman bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Jember, Jawa Timur, Vitria Depsi Wahyuni (19). Hukuman yang semula sepuluh tahun bertambah menjadi 20 tahun penjara.

"Pada 7 Maret 2012, Vitria divonis sepuluh tahun penjara dan akan bebas pada 2016 setelah dikurangi masa tahanan," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim, Moch Cholily kepada ANTARA di Jember, Jawa Timur, Selasa (21/8).

Dengan diperberatnya hukuman, TKI yang dituding membunuh majikannya itu tak akan bebas pada 2016. SBMI Jatim akan membahas hasil putusan banding itu usai Lebaran untuk merumuskan kemungkinan yang bisa dilakukan demi meringankan hukuman Vitria.
Apakah Anda selalu mendapatkan hasil yang maksimal dari semua usaha Anda? Jika tidak, mungkin kini waktunya untuk bertanya dan mengevaluasi diri terhadap pertanyaan-pertanyaan ini.
- Apakah Anda berfokus pada hal yang benar?
- Adakah energi dan fokus Anda tebagi-bagi? Tahukah Anda kelebihan Anda?
Dari berbagai pengalaman yang ada, terbukti bahwa fokus terhadap berbagai hal yang terlalu banyak sekaligus akan mengurangi kemungkinan Anda untuk meminimalkan kemungkinan Anda untuk meraih hasil terbaik Anda. Yang terpenting adalah untuk memastikan bahwa fokus Anda pada hal-hal terbaik yang Anda lakukan, ini akan memastikan ketika Anda melakukan pekerjaan terbaik dan mendapatkan hasil terbaik Anda.
Positif Mindset
Bagi seseorang untuk benar-benar bahagia dan menjalani kehidupan yang bermakna, orang itu harus mengakui kekuatan pribadi mereka dan menggunakan kekuatan untuk kebaikan yang lebih besar.
Prinsip Pareto
Prinsip pareto menunjukkan bagaimana sesuatu yang kita fokuskan dapat membantu kita menjadi lebih sukses. Aturan 80/20 secara luas diakui sebagai suatu prinsip yang berlaku dalam banyak kehidupan. Kita menggunakannya untuk mengidentifikasi orang-orang penting disekeliling kita. Dengan 20% orang yang paling penting bagi diri kita yang kita miliki, diketahui bahwa 20% tersebut memberikan kita 80% dari apa yang sudah kita capai dan bahwa 20% dari diri "kawan" kita akan memberikan 80% dari apa yang anda dapatkan hingga hari ini. Dengan begitu, kita harus memusatkan perhatian kita pada yang 20% yang ada. Dengan cara ini hasilnya akan dicapai lebih cepat dan efektif.
Jika kita memfokuskan sebagian besar energi dan perhatian kita pada hal-hal yang penting dulu, hal ini juga akan membuat kita lebih mudah dalam meraih kesuksesan kita. Jika kita menerapkan prinsip ini untuk seluruh hidup kita dengan fokus hanya pada kelebihan dan melakukan yang terbaik maka kita akan mendapatkan yang kita inginkan lebih cepat.
Kebahagiaan adalah produktivitas baru
Anda harus memiliki tujuan, namun kebahagiaan Anda tidak harus dikaitkan dengan tujuan ini. Anda dapat bahagia saat ini, sulit untuk mendapatkan kesuksesan tertinggi bila Anda tidak mencintai apa yang Anda lakukan. Lakukanlah hal-hal yang membuat Anda bahagia dan Anda akan menciptakan arus untuk menghantarkan Anda kepada pencapain-pencapaian sukses. Jadi luangkanlah waktu sejenak untuk menemukan kelebihan Anda, dan fokus terhadap itu semua.

Seorang laki-laki tua yang memiliki sikap berbeda dalam memandang kehidupan jika dibandingkan dengan orang-orang lain di desanya.

Rupanya laki-laki tua ini hanya mempunyai seekor kuda, dan pada suatu hari kudanya kabur. Para tetangganya datang dan menaruh belas kasihan kepadanya, mengatakan kepadanya betapa mereka ikut sedih karena kemalangan yang menimpanya.

Jawabannya membuat mereka heran.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.

Beberapa hari kemudian kudanya pulang, dan ikut bersamanya dua ekor kuda liar. Sekarang si laki-laki tua punya tiga ekor kuda. Kali ini, tetangga-tetangganya mengucapkan selamat atas kemujurannya.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemujuran?" dia menjawab.

Pada hari berikutnya, sementara sedang berusaha menjinakkan salah seekor kuda liar, anak laki-lakinya jatuh dan kakinya patah.

Sekali lagi, para tetangga datang, kali ini untuk menghibur si laki-laki tua karena kecelakaan yang menimpa anaknya.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.

Kali ini, semua tetangganya menarik kesimpulan bahwa pikiran si tua kacau dan tidak ingin lagi berurusan dengannya.

Walaupun demikian, keesokan harinya penguasa perang datang ke desa dan mengambil semua laki-laki yang sehat untuk dibawa ke medan pertempuran. Tetapi anak si laki-laki tua tidak ikut diambil, sebab tubuhnya tidak sehat!

Kita semua akan menghayati kehidupan yang lebih tenang kalau kita tidak terlalu tergesa-gesa memberikan penilaian kepada peristiwa yang tejadi. Bahkan apa yang paling kita benci, dan yang masih menimbulkan reaksi negatif kalau terpikirkan oleh kita, mungkin memainkan peranan positif dalam hidup kita.
Merdeka Berproduksi

Tugas pemerintahan ke depan adalah mengevaluasi berbagai perjanjian internasional dalam bidang investasi dan perdagangan dalam rangka mewujudkan kembali Indonesia berdaulat dalam berproduksi

Ada yang hilang dalam era globalisasi ekonomi dewasa ini, yaitu kemerdekaan berproduksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Yang boleh dan tidak diproduksi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia dalam bidang ekonomi dipaksa mengacu pada aturanaturan yang ditetapkan secara global. Segala urusan yang berkaitan dengan produksi dan perdagangan hasil produksi telah diatur rezim internasional.

Aturan global secara umum berisikan standar produksi, prosedur perdagangan, dan sanksi atas pelanggaran aturan. Perjanjian dan aturan internasional ekonomi sebagian besar telah diratifi kasi dan diharmonisasi ke dalam peraturan perundang-udangan Indonesia. Berbagai aturan global tersebut telah membawa dampak melemahnya kemampuan rakyat Indonesia dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan secara mandiri.

Dewasa ini, hampir semua produk pertanian dan bahan pangan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia bersumber dari impor, seperti beras, jagung, kedelai, gandum, gula, garam, susu, dan daging. Angkanya terus meningkat signifi kan setiap tahun. Negara ini juga menjadi sasaran utama ekspor produk manufaktur, seperti baja, mesin, otomotif, dan elektronik.

Demikian pula produk berteknologi tinggi seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, dan persenjataan. Semua impor. Dalam usia yang semakin dewasa, Indonesia belum juga berhasil meraih kemajuan dalam bidang produksi barang dan jasa seperti bangsa lain yang usianya relatif sama.

Kedaulatan dan kemandirian dalam ekonomi tidak dapat diraih karena tekanan faktor eksternal kuat. Sementara secara internal Indonesia kehilangan kemampuan memperkuat daya produksi dalam menghasilkan kebutuhan dirinya secara maksimal.

Perjanjian

Salah satu penyebab kuatnya tekanan eksternal terhadap ekonomi nasional ialah ditandatanganinya berbagai perjanjian perdagangan bebas dan investasi tanpa mempertimbangkan secara baik kepentingan dan kemampuan nasional. Indonesia telah meratifikasi perjanjian perdagangan bebas World Trade Organization (WTO) melalui UU No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

Pengesahan tersebut merupakan komitmen meliberalisasi perdagangan. Selain itu, Indonesia telah menandatangani berbagai Free Trade Agreement (FTA) sebagai komitmen yang lebih tinggi dibandingkan WTO untuk liberalisasi. Ratifi kasi FTA salah satunya dilakukan melalui UU No 38 Tahun 2008 tentang ASEAN Charter sebagai komitmen bergabung secara penuh dalam perdagangan bebas ASEAN.

Melalui perjanjian perdagangan bebas, disepakati liberalisasi perdagangan barang melalui penghapusan hambatan tarif (tarrif barrier) dan nontarif (non tarrif barrier), seperti prosedur yang berbelit-belit, standar produk, sanitary, dan fitosanitary. Perjanjian perdagangan memberi peluang dan kemudahan masuknya barang-barang impor ke ekonomi Indonesia.

Perjanjian perdagangan juga dibuat untuk jasa-jasa dan intellectual property right/hak kekayaan intelektual (HAKI). Perjanjian menyebabkan produksi barang pada tingkat nasional dan seluruh produksi masyarakat harus dipastikan tidak melanggar paten, HAKI, yang telah ditetapkan secara internasional.

Selain itu, Indonesia menandatangani perjanjian internasional dalam bidang investasi melalui Billateral Investment Treaty (BIT), yang berisikan aturan perlindungan investasi luar negeri pra-investasi (pre-establishment), pembebasan dari persyaratan joint venture (joint venture requirement), larangan nasionalisasi, subrogasi, dan perlindungan pasca-investasi (post establishment).

Hingga kini, Indonesia telah mendatangani 67 BIT dengan berbagai negara. Dengan demikian, perjanjian ini bersifat mengikat (legally binding) dan bila dilanggar dapat digugat di arbitrase internasional.

Atas dasar BIT, perusahaan asing dapat masuk secara utuh ke semua sektor, mulai dari pertanian, industri, jasa, hingga keuangan dengan dilindungi hukum internasional. Dengan demikian, petani, nelayan, UKM, dan industri nasional harus bersaing secara bebas dengan perusahaan multinasional dalam mempertahankan eksistensinya.

Kemerdekaan Berproduksi

Masih segar dalam ingatan kasus mobil SMK yang tidak lolos uji emisi. Ini terhambat diproduksi secara massal karena belum lolos uji emisi, standar yang ditetapkan secara internasional. Itu telah diatur dalam berbagai perundangan nasional, adopsi standar rezim internasional. Di masa yang akan datang, uji kendaraan bermotor akan semakin berat.

Indonesia telah menandatangani framework agreement for the integration of priority sector, di mana otomotif merupakan salah satu di antara 11 sektor yang disepakati Oktober 2003 dan diharapkan mulai dijalankan pada 2010. Nantinya, produk otomotif akan berada di bawah ASEAN consultative committee standard and quality.

Sebelumnya, Indonesia melalui Menteri Perhubungan telah meratifikasi agreement on the recognition of commercial vehicle inspection certifi cated for goods vehicles and public services vehicles issues bay ASEAN Member Countries 10 September 1998 di Singapura.

Peristiwa lainnya, kriminalisasi terhadap petani jagung di Kabupaten Kediri, Jawa Timur (16 Januari 2010), karena memproduksi bibit jagung dengan kualitas sangat baik, menyamai produksi bibit yang dihasilkan oleh perusahaan perusahaan asing yang beroperasi di daerah setempat.

Para petani dikriminalisasi dengan dasar pelanggaran paten yang dimiliki perusahaan. Mereka dituduh memalsukan bibit jagung yang diproduksi perusahaan asing yang menguasai pasar bibit di daerah tersebut. HAKI dan paten merupakan rezim yang diatur dalam regulasi WTO dan FTA.

Ke depan, semakin banyaknya penandatanganan perjanjian internasional seperti penyelamatan iklim United Nations FrameworkConvention on Climate Change (UNFCCC), standar dalam produksi tembakau seperti UN Framework Convention on Tobacco Control (UNFCTC), dan perjanjian internasional lainnya, yang mencoba menerapkan standar yang sama terkait suatu produk yang menjadi komoditas global.

Standardisasi produk global secara langsung akan mematikan kreativitas nasional untuk memulai dan mengembangkan produksinya. Peristiwa tersebut menjadi pelajaran penting bahwa perjanjian internasional dapat berdampak buruk pada hak usaha nasional dalam mempertahankan kelangsungan produksi.

Aturan internasional yang telah ditandatangani pemerintah di satu sisi dapat menjadi penghalang kreativitas nasional untuk berkembang. Di sisi lain, upaya mengembangkan kapasitas usaha nasional tidak memperoleh dukungan yang memadai dari pemerintah. Hak untuk bekerja dan beproduksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri adalah esensi dari kemerdekaan ekonomi.

Hilangnya hak berproduksi akan mengakibatkan kebergantungan pada pihak lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, berarti lenyapnya kemerdekaan ekonomi. Meraih kemerdekaan berproduksi merupakan syarat bagi kemerdekaan ekonomi yang akan membawa Indonesia pada kemerdekaan politik yang sesungguhnya dalam era liberalisasi perdangan.

Membiarkan kebergantungan pada hasil produksi negara lain atau perusahaan multinasional sama dengan menekan atau menghancurkan usaha ekonomi rakyat dan industri nasional. Tugas pemerintahan ke depan adalah mengevalusasi berbagai perjanjian internasional dalam bidang investasi dan perdagangan dalam rangka mewujudkan kembali Indonesia berdaulat dalam berproduksi.

oleh : Salamuddin Daeng

Penulis dari Indonesia for Global Justice (IGJ).
Stop Perbudakan Modern!
KORANMIGRAN, JAKARTA - Migrasi buruh Indonesia dewasa ini merupakan salah satu dampak dari dinamika pertumbuhan ekonomi yang menjadi tumpuan dari strategi penghisapan kapitalis di Indonesia. 

Industrialisasi dan revolusi hijau merupakan dua proyek besar pembangunan yang mendorong terjadinya kesenjangan ekonomi dan ketidakmerataan pendapatan.

Pedesaan menjadi area kronis yang harus menanggung beban dan dampak dari dua proyek besar tersebut. Industrialisasi menggerogoti lahan-lahan pertanian produktif, sementara revolusi hijau meminggirkan petani gurem (yang merupakan mayoritas warga yang tidak memiliki hak atas tanah) untuk lebih berperan dalam pertanian. Hanya petani berdasi yang bermodal besarlah yang dapat turut serta dalam proyek tersebut. Akibatnya terjadi proletarisasi pedesaan.

Penyempitan lahan kerja di pedesaan, langkanya peluang kerja di perkotaan dan rendahnya tingkat upah riil mendorong terjadinya arus migrasi tenaga kerja ke luar negeri. 

Pada saat ini berdasarkan data dari berbagai sumber, jumlah buruh migran Indonesia (BMI) yang "dikirim paksa" ke luar negeri sudah mencapai angka 7 juta orang. Sebagian besar bekerja di sektor domestik/pekerja rumah tangga dan sisanya bekerja di sektor perkebunan, konstruksi, manufaktur, kesehatan dan pelaut. Semuanya dalam kategori buruh rendahan. 

Berdasar basis sosialnya, sebagian besar BMI berasal dari pedesaan ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi ini semakin menjauhkan BMI dari akses informasi dan memperbesar kerentanan mereka terhadap eksploitasi. BMI mengalami diskriminasi dimanapun bekerja.

Di dalam negeri BMI diperlakukan sebagai komoditi dan warga negara kelas dua. BMI mendapatkan perlakuan yang diskriminatif mulai dari saat perekrutan, di penampungan, pemberangkatan maupun saat kepulangan. Terminal IV Bandara Soekarno Hatta merupakan wujud nyata bentuk diskriminasi terhadap BMI dengan memisahkannya dengan penumpang umum dan tidak diberikannya akses kepada siapapun untuk memantau kinerja Intansi terkait.

Minimnya instrumen perlindungan juga mejadi pemicu maraknya permasalahan yang menimpa BMI. Tak terhitung berapa telah menjadi korban traffiking, mati, diperkosa, cacat, dianiaya, disiksa, disekap, gaji tidak dibayar, PHK dan lain sebaginya.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) adalah sebagai antitesis dari kondisi buruk yang dialami oleh buruh. Sebagaimana watak gerakan buruh maka buruh yang dipaksa bermigrasi ini haruslah membangun organisasi massanya. SBMI yang dirintis sejak tahun 2000 kemudian membentuk FOBMI (Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia) yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2003. Dan untuk memperjelas diri sebagai Serikat Buruh, pada Kongres II FOBMI tanggal 29 Juni 2005 diubah menjadi Serikat Buruh Migran Indonesia.

KILO 189 : Kerja Layak Untuk PRTKORANMIGRAN, JAKARTA - Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti pekerja lainnya, berhak atas pekerjaan yang layak. Pada tanggal 16 Juni 2011, Konferensi Perburuhan Internasional, ILO mengadopsi Konvensi tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga, yang juga disebut sebagai Konvensi Pekerja Rumah Tangga, 2011 (No 189).

Konvensi ILO adalah sebuah perjanjian yang diadopsi oleh Konferensi Perburuhan Internasional, yang dihadiri oleh delegasi pemerintah, pekerja dan pengusaha dari 183 Negara anggota ILO.

Konvensi nomor 189 menawarkan perlindungan tertentu kepada pekerja rumah tangga. Konvensi ini menetapkan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar pekerja rumah tangga, dan mendesak negara untuk mengambil serangkaian tindakan dengan maksud untuk mendorong terciptanya pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga.

Ketika suatu negara meratifikasi Konvensi, pemerintahnya secara resmi membuat komitmen untuk melaksanakan semua kewajibannya dalam Konvensi, dan melaporkan secara berkala kepada ILO tentang kebijakan yang diambil berkaitan dengan konvensi tersebut.

Rekomendasi Pekerja Rumah Tangga Nomor 201, juga diadopsi oleh Konferensi Perburuhan Internasional tahun 2011, ini melengkapi Konvensi nomor 189. Tidak seperti Konvensi, Rekomendasi nomor 201 tidak terbuka untuk diratifikasi. Rekomendasi tersebut menyediakan bimbingan praktis tentang hukum dan langkah-langkah lainnya untuk melaksanakan prinsip dan hak yang dinyatakan dalam Konvensi.

Konvensi dapat diimplementasikan dengan memperluas atau mengadaptasi hukum yang ada dan peraturan atau tindakan lain, atau dengan membuat peraturan baru dan langkah-langkah spesifik untuk pekerja rumah tangga. Beberapa langkah yang diperlukan berdasarkan Konvensi dapat dilakukan secara progresif.

Konvensi No 189 mendefinisikan pekerjaan rumah tangga sebagai “pekerjaan yang dilakukan dalam atau untuk rumah tangga atau beberapa rumah tangga”. Pekerjaan ini dapat mencakup tugas-tugas seperti membersihkan rumah, memasak, mencuci dan menyetrika pakaian, mengurus anak-anak, atau anggota keluarga lanjut usia atau sakit, berkebun, menjaga rumah, sopir, bahkan merawat hewan peliharaan rumah tangga.

Di bawah Konvensi ini, pekerja rumah tangga adalah “setiap orang yang terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dalam suatu hubungan pekerjaan”. Seorang pekerja rumah tangga dapat bekerja secara penuh waktu atau paruh waktu; mungkin dipekerjakan oleh satu rumah tangga atau dengan beberapa majikan; mungkin berada di rumah tangga majikan (live-in) atau mungkin tinggal di tempat sendiri tinggal (live-out). Seorang pekerja rumah tangga mungkin bekerja di negara tempat asal bekerja atau di negara lain.

Semua PRT yang dilindungi oleh Konvensi nomor 189, meskipun negara tersebut memutuskan untuk mengecualikan beberapa kategori, dibawah kondisi yang sangat ketat.

Majikan pekerja rumah tangga adalah anggota rumah tangga yang baginya PRT melakukan pekerjaan, atau agen atau perusahaan yang mempekerjakan pekerja rumah tangga untuk urusan rumah tangga.

Konvensi nomor 189 menegaskan hak-hak dasar pekerja rumah tangga. Konvensi ini menerapkan standar kerja minimum untuk pekerja rumah tangga.

Dalam Konvensi ini pekerja rumah tangga dapat:

  • Mengatur & memobilisasi dukungan untuk ratifikasi dan implementasi Konvensi oleh Pemerintah mereka;
  • Menggunakan ketentuan-ketentuan Konvensi dan Rekomendasi untuk mempengaruhi perubahan hukum dan meningkatkan kerja dan kehidupan kondisi pekerja rumah tangga, terlepas dari apakah negara dimana mereka bekerja meratifikasi Konvensi nomor 189 atau tidak.
  • Promosi dan perlindungan hak asasi manusia dari semua pekerja rumah tangga (Mukadimah, Pasal 3).
  • Penghormatan dan perlindungan atas prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja: (a) kebebasan berserikat dan pengakuan hak untuk berunding bersama; (b) penghapusan segala bentuk kerja paksa, (c) penghapusan pekerja anak, dan (d) penghapusan diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan (Pasal 3, 4, 11).
  • Perlindungan efektif terhadap semua bentuk kekerasan, pelecehan dan kekerasan (Pasal 5).
  • Adil dalam hal pekerjaan dan kondisi hidup layak (Pasal 6).
  • Pekerja rumah tangga harus diberi informasi tentang syarat dan kondisi kerja dengan cara yang mudah dimengerti, sebaiknya dibuat dalam kontrak tertulis (Pasal 7).
  • Ketentuan jam kerja bertujuan untuk memastikan perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja pada umumnya dengan menghormati jam kerja normal, kompensasi lembur, istirahat harian dan mingguan, dan cuti tahunan (Pasal 10).
  • Waktu istirahat mingguan minimal 24 jam berturut-turut (Pasal 10).
  • Peraturan jam siaga (Periode dimana pekerja rumah tangga tidak bebas untuk menggunakan waktu sesuka mereka dan diperlukan untuk tetap berada di rumah tangga untuk siap sedia atas keperluan mendadak). (Pasal 10).
  • Upah minimum jika upah minimum ada untuk pekerja lain (Pasal 11).
  • Pembayaran upah harus dibayar secara tunai, langsung ke pekerja, dan pada interval yang tetap, tidak lebih dari satu bulan. Pembayaran dengan cek atau transfer bank - kalau diizinkan oleh hukum atau kesepakatan bersama, atau dengan persetujuan pekerja (Pasal 12)
  • Biaya yang dikenakan oleh lembaga tenaga kerja swasta (agen) harus tidak dipotong dari remunerasi (Pasal 15).
  • Hak keamanan dan lingkungan pekerjaan yang sehat (Pasal 13).
  • Aturan diletakkan di tempat kerja untuk memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja (Pasal 13).
  • Perlindungan jaminan sosial, termasuk manfaat bersalin (Pasal 14).
  • Kondisi yang tak kalah menguntungkan dari yang berlaku untuk pekerja umumnya (Pasal 14).
  • Hak-hak Dasar PRT
  • Informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja
  • Jam kerja
  • Remunerasi/Pengupahan
  • Kesehatan dan keselamatan kerja
  • Jaminan sosial
Tuti Tursilawati, Tenaga Kerja Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat, terancam hukuman pancung karena membunuh majikan yang memperkosanya. 

Pemerintah Indonesia masih terus berupaya membebaskan Tuti yang kini meringkuk di penjara Kota Thaif, Arab Saudi. Namun, upaya itu tak berjalan mulus.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengakui, pemerintah belum bisa berbuat banyak untuk mencegah eksekusi hukuman mati terhadap Tuti. “Kami minta untuk dicari jalan keluar, apakah berupa penundaan hukuman atau pengampunan,” kata Muhaimin usai menggelar pertemuan dengan Menteri Perburuhan Kerajaan Arab Saudi, Adel Muhammad Faqeh, di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa 8 November 2011.

Pangeran terkaya dan paling berpengaruh di Arab berjanji membantu proses pembebasan Tuti

Pangeran Al Walid bin Talal Al Saud, salah satu orang paling berpengaruh, juga kaya raya di Arab Saudi berjanji akan membantu membebaskan Tuti Tursilawati, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang terancam algojo pancung gara-gara membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utaibi.
Janji itu terucap saat bos Kingdom Holding Co itu menerima kunjungan mantan Presiden RI, BJ Habibie, dan Satgas Penanganan TKI di kantornya di Kingdom Emperium, Riyadh, Minggu malam, 26 Desember 2011.


Ini tentu saja menjadi angin sejuk pembawa harapan baru atas upaya pembebasan Tuti. Namun, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Nisma Abdullah, mengaku pesimistis janji itu terealisasi.


BMI Penempatan Arab saudi
KORANMIGRAN, Jakarta- Pemerintah didesak segara merombak total manajemen Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi. KBRI dinilai gagal total memperjuangkan nasib para tenaga kerja Indonesia yang sedang berperkara di sana dan tinggal menunggu eksekusi.

Hal itu menyusul karena hingga kini diplomasi yang dilakukan pemerintah dengan Kerajaan Arab Saudi terkait hukuman mati terhadap tenaga kerja wanita (TKW) Tuti Tursilawati belum juga menemui titik terang.Malahan, nasib Tuti semakin diujung tanduk.

“Jadi atau tidaknya Tuti dihukum mati, pemerintah harus berani merombak total SDM yang ditugaskan di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Riyadh, Arab Saudi. Berulangkali KBRI Riyadh gagal menangani kasus TKW di Arab Saudi apalagi mencegah berulangnya kasus sejenis,” tulis Ketua DPP PKS Bidang Perempuan, Anis Byarwati dalam siaran persnya yang diterima INILAH.COM, Jumat (11/11/2011).

MenurutAnis, jika pada akhirnya Tuti gagal diselamatkan dari hukuman pancung, maka ini akan menambah daftar panjang kegagalan diplomatik pemerintah RI untuk membela warganya di luar negeri. Saat inilah, tak ada lagi alasan untuk mempertahankan formasi sumber daya alam yang bertugas di sana.

"Bagaimana mau menangani warganya dengan baik, jika atase ketenagakerjaan di KBRI Riyadh hanya memiliki satu pegawai home staff dan 14 staf lokal. Sedangkan staf yang secara khusus menangani TKI hanya 4 orang untuk wilayah Saudi Arabia bagian Timur, sedangkan untuk wilayah bagian barat ditangani oleh Konjen Jeddah," sesalnya.

Pembenahan KBRI di Riyadh dan Konjen RI di Jeddah sangat mendesak agar mereka dapat memainkan peranan penting, khususnya penanganan bagi TKW yang sedang bermasalah. Seperti menjadi korban penganiayaan, tidak memiliki tempat tinggal sementara, maupun upaya bantuan hukum bagi TKW bermasalah.

Tercatat sudah ratusan kasus TKW Indonesia yang kabur dari rumah majikannya akibat tidak tahan menahan siksaan lalu lari ke KBRI. Alih-alih mendapat pembelaan, upaya KBRI seringkali malah tak memuaskan.

Selain itu Anis juga menyayangkan hingga kini pemerintah belum juga mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Saudi Arabia mengenai perlindungan TKI di negara tersebut."Padahal dengan Qatar saja bisa, mengapa dengan Arab Saudi tidak dilakukan. Ada masalah apa?," tandas Anis.

Karenanya dia mendesak, pemerintah juga harus memikirkan hal itu dan merealisasikannya.

Tercatat sebanyak 700.000 WNI mengadu nasib di Saudi Arabia melalui jalur legal.Belum lagi dari jalur illegal. Anis memperkirakan, jumlah keseluruhan mencapai lebih dari dua juta orang. Tuti sendiri diputus oleh pengadilan syariah Arab Saudi, Tuti direncanakan akan dieksekusi dalam pekan ini.
Jakarta - Orang tua Tuti Tursilawati, Iti Sarniti, meminta bantuan pemerintah untuk membebaskan anaknya dari ancaman hukuman pancung di Arab Saudi dan memulangkannya ke Indonesia.

Dengan mimik wajah memelas diselingi sesenggukan beberapa kali, Iti mengharapkan anak semata wayangnya tersebut bisa segera dipulangkan. "Saya tidak minta apa-apa, yang penting anak saya bisa pulang. Kami semua sangat sayang sama dia (Tuti),"ucap dia didampingi suaminya, Warjuki, usai menemui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Kamis (13/10/2011)

Sebagai ibu kandung yang merawat Tuti, ia mengungkapkan mengetahui perangai anaknya dan tidak seperti yang dituduhkan pemerintahan Arab Saudi. "Tuti anaknya tidak banyak bicara, sabar dan sangat perhatian terhadap keluarga," terangnya.
Terlantar di Desa Sendiri, Terzholimi di Luar NegeriKORANMIGRAN, JAKARTA - Menyedihkan, kira-kira kata ini cukup tepat untuk mengungkapkan nasib masyarakat pedesaaan di Indonesia. Lahan produksi yang semakin sempit menyebabkan banyak masyarakat pedesaan yang mengadu nasib ke perkotaan – baik itu di dalam maupun luar negeri – hanya untuk menyambung hidupnya. Tanpa dibekali skill yang mumpuni, mereka hanyalah menjadi buruh bangunan, pekerja kasar, maupun pekerja sektor informal lainnya. Belum lagi bagi mereka yang menjadi buruh migran ke luar negeri; penganiayaan, pelecehan dan kekerasan fisik sering menimpa mereka.

Achmad Ya’kub, Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) mengungkapkan bahwa mandeknya pembangunan pertanian pedesaan menghasilkan kemiskinan masyarakat desa yang mendalam. Bagi yang tidak memiliki alat produksi di desanya, mereka cenderung akan mencari penghidupan di kota.

Dia mengemukakan bahwa pemerintah harus segera membangun pedesaan dan pertanian, segala daya upaya diprioritaskan pada pembangunan desa, karena apabila permasalahan di sektor pertanian dan pedesaan diselesaikan berarti Indonesia telah berhasil menyelesaikan setengah permasalahannya.

“Ini semua bisa ditempuh dengan memastikan masyarakat desa memiliki akses terhadap alat produksinya dan juga permodalan, dan ini bisa dicapai apabila reforma agraria benar-benar dijalankan di negeri ini. Pemerintah juga dapat membangun industri pedesaan berbasis agraria yang dikelola penuh oleh masyarakat desa, yang bisa menyerap tenaga kerja dan nilai tambah bagi masyarakat desa sendiri,” ungkap Ya’kub dalam aksi solidaritas Aliansi Tolak Hukuman Mati Buruh Migran Indonesia (Selamatkan Tuti Tursilawati dan 302 Buruh Migran Lainnya dari Hukuman Mati) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, tadi siang (10/11).

Sementara itu, Nisma Abdullah, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyebutkan bahwa Tuti Tursilawati (27 tahun) yang merupakan buruh migran asal Cikeusik, Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat akan dijatuhi hukuman mati oleh pemerintahan Arab Saudi setelah Idul Adha tahun ini karena tuduhan membunuh majikannya. Padahal menurut Nisma, tindakan Tuti dilakukan karena si majikan berusaha memperkosanya.

“Untuk membela dirinya, Tuti memukul majikannya dengan tongkat kemudian melarikan diri,” tutur Nisma.

Nisma menjelaskan bahwa, selain Tuti masih terdapat 302 Warga Negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri. Dia memaparkan setidaknya terdapat 233 orang di Malaysia, 29 orang di Cina, 44 orang di Arab Saudi, 10 orang di Singapura, seorang di Suriah, seorang di Uni Emirat Arab, dan seorang di Mesir. Sementara itu terdapat tiga orang WNI yang telah dieksekusi: dua orang di Arab Saudi atas nama Yanti Irianti Bt Jono Sukardi (12 Januari 2008) dan Ruyati Bt Satubi (18 Juni 2011), dan seorang di Mesir atas nama Tengku Darman Agustri (16 Mei 2009).

“Atas nama Aliansi Tolak Hukuman Mati Buruh Migran Indonesia kami meminta Presiden Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono bertanggung jawab atas nasib warga negaranya yang berada di luar negeri,” tambah Nisma.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menegaskan bahwa Tenaga Kerja Indonesia yang berangkat ke luar negeri bukanlah untuk membunuh. Kalaupun terjadi kasus tersebut adalah semata-mata untuk pertahanan atau pembelaaan.

"Tidak ada TKW (Tenaga Kerja Wanita) pergi untuk membunuh, yang ada sikap untuk melakukan pertahanan," ujar Wakil Pimpinan Kolektif DPN SBMI, Ramses Aruan, usai menemui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di kantornya, Kamis (13/10/2011).
Mantan Presiden, Habibie dan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri bertemu dengan Pangeran Al Walid Bin Talal Al Saud, Minggu sore.di Kingdom Emperium, Riyadh, tempat pangeran Walid berkantor.
Habibie akan melobi pembebasan Tuti Tursilawati dari ancaman hukuman pancung, kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Moh. Jumhur. Hidayat di Jakarta, yang berkomunikasi dengan juru bicara Satuan Tugas (Satgas) WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Humphrey R Djemat

“Pertemuan khusus Pak Habibie dengan Pangeran Al Walid Bin Talal Al Saud untuk membicarakan upaya pembebasan Tuti Tursilawati, TKI asal Desa Cikeusik RT 01 RW 01 Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang kini menghadapi ancaman hukuman mati di Arab Saudi,” jelas Jumhur.

Istiqhosa, Aksi Mohon Mukjizat Tuhan
 

KORANMIGRAN, JAKARTA - Tangis histeris keluarga Tuti Tursilawati, TKI yang menunggu dieksekusi mati setelah Idul Adha akhirnya pecah di sela-sela aksi penolakan terhadap hukuman pancung tersebut. Bibi Tuti, Icih menjerit sejadi-jadinya, teringat kenangan bersama Tuti saat masih di Tanah Air.

Ibunda Tuti, Iti Sarniti sampai memeluk dan meminta Icih untuk istighfar dan menenangkan diri. Adegan haru itu berlangsung sekitar 15 menit, sampai akhirnya kerabat tersebut dapat menguasai emosi lagi.

"Istighfar, istighfar. Banyak berdoa. Tuti pasti selamat pulang ke rumah," ucap Iti di pelataran Taman Ismail Marzuki, Jl Cikini Raya, Jumat (4/11/2011).

Kesedihan ibunda Tuti juga nampak dari air mukanya, meski berusaha tetap tegar. Berkali-kali dia mengusap wajah dengan sapu tangan sembari mata berkaca-kaca. Dia membayangkan anak yang dicintainya sedang menunggu maut di Arab Saudi.
"Saya terakhir mengontak dia 2 minggu lalu. Nanya kabar dia. Saya sangat sedih. Dia anak perempuan saya yang saya cintai. Pergi ke Arab sejak 2009, dengan sehat. Sekarang mendengar dia mau dipancung, sedih. Setiap malam, saya dan keluarga berdoa, beristighosah supaya ada mukjizat Tutti bisa lewat dari hukuman dan kembali selamat," ucap Iti.

Tuti Tursilawati (27 tahun) merupakan TKI asal Cikeusik, Sukahaji, Kabupaten Majalengka Jawa Barat yang diberangkatkan ke Saudi Arabia oleh PT Arunda Bayu pada 5 September 2009 dan bekerja pada Suud Malhaq Alutaibi, di kota Thaif.

Menurut Serikat Buruh Migrant Indonesia (SBMI) yang mendampingi keluarga, majikan Tuti sering berbuat asusila. Hingga pada tanggal 11 Mei 2010, Tuti yang membela diri tetapi menyebabkan majikannya tewas. Setelah kejadian, Tuti melarikan diri dan ditangkap aparat kepolisian setempat ditahan di penjara Kota Thaif hingga kini. Pengadilan setempat menjatuhkan hukuman pancung yang sedang ditunggu Tuti.
Amnesty International Urgent Action Indonesia Worker At Risk Of Execution
KORANMIGRAN, JAKARTA - An Indonesian domestic worker may be at imminent risk of execution in Saudi Arabia. She may have exhausted all her appeals and could be executed as early as November.

Tuti Tursilawati, aged 27, was sentenced to death for the murder of her employer. She reportedly arrived in Saudi Arabia on 5 September 2009 to work for a ma...n in the city of Ta'if, in the western province of Mecca. According to reports , her employer abused her sexually during the time she was working for him: on 11 May 2010, he attempted to rape her; she hit him with a stick to defend herself, and he died as a result. She fled and was allegedly raped by nine men. She was subsequently arrested by the police in Ta’if. No investigation was reported to have taken place into the alleged rape.

Tuti Tursilawati was sentenced to qisas (retribution in kind) in around June 2011. She was reported not to have had a lawyer during the first two months of her trial but only an interpreter. It is unclear as to what her status is and whether she has exhausted all remedies to challenge her sentence. The dead man's family have reportedly appealed to the court authorities for the implementation of the death penalty after the end of the hajj (pilgrimage to Mecca) period, which is expected to end around 4-9 November. Under Saudi Arabian law, those found guilty of murder are often sentenced to qisas . In these cases, the relatives of the victim have the power to seek execution, request diya (financial compensation) or grant a pardon.

An Indonesian domestic worker was executed on 18 June 2011 without her family being informed beforehand. Since the end of the holy month of Ramadan, executions have resumed in Saudi Arabia at an alarming rate, with 19 people executed so far in October alone, 10 of whom were foreign nationals.

Please write immediately in Arabic, English or your own language:

Urging the King of Saudi Arabia to halt the execution of Tuti Turilawati; 

Calling on the King to commute the sentences of all those under sentence of death as a matter of urgency, with a view to abolishing the death penalty; n Reminding the authorities that they should act in accordance with international standards for fair trial, including the UN Safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty, which state that capital punishment may only be imposed after a fair trial in which the defendant is provided with "adequate legal assistance at all stages of the proceedings".

PLEASE SEND APPEALS BEFORE 1 DECEMBER 2011 TO:

King 
His Majesty King Abdullah bin Abdul Aziz Al Saud 
The Custodian of the two Holy Mosques 
Office of His Majesty the King 
Royal Court, Riyadh 
Kingdom of Saudi Arabia 
Fax: (via Ministry of the Interior) 
+966 1 403 3125 (please keep trying) Salutation: Your Majesty
Second Deputy Prime Minister and Minister of the Interior
His Royal Highness Prince Naif bin Abdul Aziz Al Saud, 
Ministry of the Interior, P.O. Box 2933, Airport Road 
Riyadh 11134, Kingdom of Saudi Arabia 
Fax: +966 1 403 3125 (please keep trying) Salutation: Your Royal Highness

And copies to :

President, Human Rights Commission 
Bandar Mohammed ‘Abdullah al-Aiban 
Human Rights Commission 
P.O. Box 58889, King Fahad Road, Building No. 373, Riyadh 11515 
Kingdom of Saudi Arabia Email: hrc@haq-ksa.org

Also send copies to diplomatic representatives accredited to your country.

Additional Information
In Saudi Arabia vulnerable individuals have faced discrimination in the criminal justice system. Foreign nationals have had the death penalty applied to them disproportionately. Many of those executed in recent years have been foreign nationals, mostly migrant workers from poor and developing countries. Despite a decrease in executions in the last few years, there has been a marked increase in executions this year, with 19 people executed so far in October alone. From January 2011, at least 67 people have been executed, more than double the number of people executed in the whole of 2010. Of those executed, 22 were foreign nationals and four were women. Amnesty International is seriously concerned about over 100 prisoners who are currently known to be under sentence of death in Saudi Arabia.

At least 158 people, including 76 foreign nationals, were executed by the Saudi Arabian authorities in 2007. In 2008 some 102 people, including almost 40 foreign nationals, were executed. In 2009, at least 69 people are known to have been executed, including 19 foreign nationals, and in 2010 at least 27 people were executed, six of them foreign nationals.


















I.      IDENTITAS KORBAN
    Nama                           :  TUTI TURSILAWATI BT WARJUKI
    Tempat/Tanggal Lahir :  Majalengka, 06 Juni 1984
    No. paspor                  :  AN 169210
    Status                         :  Janda anak 1 (Satu) bernama Aldo
    Pendidikan                  :  SMP
    Alamat                        :  Ds. Cikeusik RT.01 RW.01 Kec. Sukahaji Kab. Majalengka Jawa Barat

    Nama PJTKI                :  PT. ARUNDA BAYU
    Nama Direktur            :
     No. Tlp/HP/FAX         :  (021) 8007122, (021) 8577132/(021) 8007112, (021) 7429361, (021) 8096706
    Alamat PJTKI              : Jln. Raya Condet No. 27 Rt/Rw. 01/08 Batu Ampar, Kramat Jati, Jaktim

    Nama Agen                 :  ADIL FOR RECRUITMENT
    Nama Direktur             :      
    No. Tlp/HP/FAX           :  7368466
    Alamat Agen               :  Arab Saudi/ PO BOX. 4383

    Nama Majikan              :  NAIF AL-OTEIBI
    No. Tlp/HP/FAX            :  0505715955
    Alamat Majikan             :  AL-Thaif

    Negara Tujuan Bekerja :  Arab Saudi
    Jenis Pekerjaan           :  PRT
    Berangkat                   :  05 September 2009
    Pulang                         :
    Kasus Hukum               : Ancaman hukum Pancung / Qishas

    SBMI Demo Satgas Hukuman Mati Yang Kerjanya Cuma Habisi Anggaran Saja
    Ancaman Hukuman Mati
    KORANMIGRAN, JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan WNI/TKI, Rabu (21/9) kembali berangkat ke Arab Saudi untuk mengupayakan pembebasan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati serta memberikan perlindungan hukum yaitu dengan menunjuk pengacara Arab Saudi secara tetap (retainer).

    Juru bicara Satgas Perlindungan WNI/TKI, Humphrey Djemat dalam siaran persnya yang diterima Kamis (22/9) menyebutkan, dirinya kembali berangkat ke Arab Saudi.

    Ia mengemukakan, saat ini di Arab Saudi berdasarkan hasil kunjungan Satgas pada Juli 2011 terdapat 42 TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi dan yang telah divonis hukuman mati ada 23 TKI sedangkan yang masih dalam proses sebanyak 19 TKI.

    Dari 23 orang tersebut, enam orang berpeluang untuk bebas dari hukuman mati karena mendapatkan pemaafan (tanazul/tanpa pembayaran), sedangkan empat orang diantaranya disertai dengan pembayaran diyat.

    Ia menjelaskan, sehubungan dengan pemberitaan mengenai TKI Emi binti Katma Mumu (26) Warga Kampung Munjul, Kecamatan Gegerbitung, termasuk TKW yang sudah dimaafkan.

    "Jadi dalam hal ini pihak Satgas tinggal melakukan proses administrasi pemulangan Emi binti Katma Mumu tersebut," katanya.

    Saat ini tim Satgas sedang berupaya agar ada pemaafan yang lebih banyak lagi sehingga bisa memastikan tidak ada warga Negara Indonesia/TKI yang dieksekusi hukuman mati.

    Dalam upaya tersebut Satgas telah menemui berbagai pihak di Arab Saudi seperti Lembaga Pemaafan dan Perdamaian antara kedua pihak (Lajnah Al Afwu Wa Islah Dathil Bain) di Mekkah dan Jeddah yang mempunyai peranan untuk mengupayakan pemaafan.

    "Juga telah melakukan kunjungan ke Menteri Kehakiman Arab Saudi Dr. Muhammad bin Abdul Karim Al Issa, selain itu juga melakukan kunjungan ke Wakil Menteri Dalam Negeri, Dr. Achmad bin Muhammad Al Saalim. Kunjungan kesemua pihak tersebut bertujuan agar TKI kita mendapatkan keringanan hukuman," tambahnya.

    Tim Satgas mengharapkan dalam waktu dekat ini telah ada kabar positif dari hasikunjungan tersebut dan juga balasan terhadap surat Presiden RI kepada Raja Arab Saudi untuk memberikan pengampunan kepada para WNI/TKI yang terancam hukum mati.(Ant)
    SURAT TERBUKA
    Untuk DIREKTUR SOEGENG SARJADI SCHOOL OF GOVERNMENT
    Tentang 

    PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PEMBERIAN PENGHARGAAN TATA KELOLA
    PEMERINTAHAN YANG BAIK ATAU AWARD ON GOOD GOVERNANCE 
    Dari SOEGENG SARJADI SCHOOL OF GOVERNMENT (SSSG) Pada 

    BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI) 

    Kepada
    Yth. Direktur Eksekutif
    Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG)
    Di Jakarta

    Dengan hormat,

    Sebagaimana diketahui, pada peringatan dua tahun peringatan Sekolah Kepemerintahan Soegeng Sarjadi (Soegeng Sarjadi School of Government) dan peringatan hari Konstitusi UUD 1945 ke-66 tanggal 18 Agustus 2011 Soegeng Sarjadi School of Government telah memberikan penghargaan tata kelola pemerintahan yang baik atau award on good governance pada lembaga BNP2TKI. Penghargaan yang diberikan pada BNP2TKI adalah penghargaan untuk kategori “memberikan respon publik yang cepat dan tercapainya akuntabilitas” (public responsiveness and accountability).

    Kami sangat menyesalkan dan prihatin atas pemberian penghargaan kepada BNP2TKI. Kami menilai, Soegeng Sarjadi School of Government kurang cermat dalam memberikan penilaian terhadap kinerja BNP2TKI. Selain itu kami juga menilai keputusan Soegeng Sarjadi School of Government untuk memberikan award pada BNP2TKI mengabaikan lebih banyak didasarkan pada pertimbangan aspek legal formal, dan mengabaikan akurasi data terkait kenyataan di lapangan berikut azas manfaat yang diterima para TKI sebagai pihak yang paling berkepentingan terhadap kinerja BNP2TKI dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi TKI.

    Penghargaan itu sendiri melukai keadilan bagi para TKI yang menjadi korban akibat lemahnya kinerja BNP2TKI dalam perlindungan TKI. Terlebih penghargaan itu diberikan di saat para TKI tengah mempersoalkan kebijakan BNP2TKI yang tidak transparan dan merugikan demikian banyak TKI.

    Berikut adalah argumen keprihatinan dan penyesalan kami atas diberikannya penghargaan tata kelola pemerintahan yang baik pada BNP2TKI: 
    BNP2TKI gagal dalam meningkatkan kinerja di dalam pengelolaan penempatan TKI ke luar negeri melalui mekanisme G to G, khususnya penempatan TKI ke Korea. Sampai sekarang BNP2TKI tidak juga membenahi sistem perekrutan TKI ke Korea yang tidak transparan dan eksploitatif terhadap TKI, meskipun sudah banyak kritik terhadap kinerja BNP2TKI. Sudah banyak pengaduan yang dilakukan TKI terkait percaloan dalam perekrutan TKI ke Korea, adanya jual beli jawaban test bahasa Korea, kecurangan sistematis dalam pelaksanaan test bahasa yang terus dibiarkan, dan tidak transparannya komponen biaya yang harus ditanggung TKI, di mana TKI dikenai biaya tinggi (sampai Rp 40 juta) tanpa tahu komponen biaya apa saja yang dibebankan pada mereka. Padahal biaya penempatan TKI lewat mekanisme G to G bisa ditekan kalau saja BNP2TKI transparan dalam mengelola penempatan TKI ke Korea. Tidak transparannya proses penempatan TKI dan lemahnya kinerja BNP2TKI dalam perlindungan TKI telah berdampak pada rendahnya kualitas/kemampuan TKI yang dikirim ke Korea dan tingginya beban biaya yang harus ditanggung TKI. Tidak sedikit TKI yang diberangkatkan ke Korea tanpa kemampuan berbahasa yang memadai sebagaimana dipersyaratkan oleh pihak Korea. Adanya BNP2TKI pada kenyataannya belum dirasakan membawa perubahan signifikan bagi perlindungan TKI. 

    Terkait pelayanan pemulangan TKI di terminal Selapajang, belum ada perubahan signifikan yang dibuat BNP2TKI dalam hal perlindungan bagi TKI yang pulang dari luar negeri melalui mekanisme terminal pendataan. TKI tetap membayar biaya transportasi jauh lebih mahal dari biaya transportasi bila tidak melalui terminal pendataan. Dalam perjalanan kembali ke daerah asal, TKI tetap dimintai uang pungutan oleh pihak travel, sementara pengaduan yang dibuat TKI pada BNP2TKI justru membuat TKI tersebut diteror oleh pihak-pihak yang tidak dikenal. TKI juga dipaksa membayar kurs lebih rendah dari yang berlaku di pasar ketika menukar valuta asing di terminal pendataan. TKI tetap dipungut biaya oleh portir, dan koper TKI bisa dengan mudah dibongkar dan dijarah isinya oleh pihak kargo yang melayani pengiriman barang-barang TKI. Hak TKI untuk bebas bergerak dan bebas dari diskriminasi tetap saja diabaikan. Pada akhirnya terminal pendataan di bawah pengelolaan BNP2TKI tetap menjadi terminal “teror dan eksploitasi” bagi para TKI sebagaimana yang selama ini terjadi dengan terminal. Sudah banyak pengaduan yang diberikan para TKI terkait lemahnya kinerja pelayanan di terminal pendataan, tetapi sampai sekarang belum ada respon perubahan dari BNP2TKI. Ada indikasi bahwa telah terjadi KKN dalam pengelolaan terminal pendataan, termasuk dalam pengurusan asuransi bagi TKI berkasus oleh lembaga yang ditunjuk BNP2TKI. Terkait integritas lembaga pelayanan publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2010 memberi nilai rendah terhadap layanan pemulangan TKI di Terminal Selapajang oleh BNP2TKI. 

    Terkait kebijakan tentang kartu identitas TKI (KTKLN), BNP2TKI telah menyelewengkan kebijakan KTKLN. Ide dari kebijakan KTKLN yang dibuat Kemenakertrans itu sendiri pada dasarnya baik, yaitu memadukan seluruh proses pendataan terkait penempatan TKI dalam satu kartu identitas yang bisa diakses oleh pihak-pihak yang terkait perlindungan TKI, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun yang terjadi, pelaksanaan kebijakan terkait KTKLN telah diselewengkan oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI. KTKLN yang pembuatannya dibiayai oleh APBN dan seharusnya diberikan secara cuma-cuma pada TKI yang telah memenuhi persyaratan untuk berangkat ke luar negeri, ternyata dijadikan sebagai alat untuk memeras TKI oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI. Yang terjadi di lapangan, TKI harus membayar sampai jutaan rupiah untuk mendapatkan KTKLN. Lemahnya sosialisasi terkait kebijakan KTKLN telah merugikan demikian banyak TKI. Penyelewengan pelaksanaan KTKLN oleh pihak-pihak di dalam BNP2TKI telah menambah deret panjang proses eksploitasi terhadap TKI. Padahal TKI sendiri belum merasakan manfaat dari adanya KTKLN. 

    Terkait dengan sistem online, sistem online yang dibangun BNP2TKI semestinya bisa meningkatkan akuntabilitas layanan BNP2TKI dalam perlindungan TKI. Tetapi ironisnya, sistem online itu justru memunculkan ‘bisnis’ baru di kalangan BNP2TKI. Salah satu sistem online yang dijalankan BNP2TKI adalah sistem online untuk pengawasan pelatihan TKI yang dilaksanakan balai latihan kerja PJTKI (BLK LN PJTKI). Untuk mendapatkan fasilitas “diawasi” itu, PJTKI wajib membayar. Apa yang terjadi apabila anda diawasi tetapi anda harus membayar ke pihak yang mengawasi anda. Yang terjadi pada akhirnya siapapun yang membayar bisa mengatur apa-apa saja yang perlu diawasi karena dalam hal ini uang sangat berperan. 

    Sistem online telah melegalkan pungutan liar. Pungli terbaru terkait sistem online yang dijalankan BNP2TKI menimpa klinik laboratorium TKI. Medical centre yang selama ini memroses cek medis TKI dikenai pungutan tambahan sebesar Rp 25.000 oleh pihak BNP2TKI. BNP2TKI menutup sistem online hasil cek medis TKI yang dikelola GAMCA (GCC APPROVED MEDICAL CENTER ASSOCIATION), asosiasi klinik yang disahkan oleh negara di Timur Tengah dan meminta semua laboratorium klinik tersebut untuk melaporkan hasil cek medis TKI lewat sistem online HIPTEK (Himpunan Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia), asosiasi klinik yang telah mendapatkan sertifikasi untuk memeriksa kesehatan TKI dengan penempatan di beberapa negara Asia. Hanya saja sistem online HIPTEK tidak gratis sebagaimana sistem online GAMCA. Satu online hasil cek medis TKI hanya bisa masuk sampai ke BNP2TKI apabila membayar Rp 25.000. Ironis bahwa sistem online yang dijadikan dasar bagi Soegeng Sarjadi School of Government untuk menilai BNP2TKI sebagai lembaga yang mencapai akuntabilitas, pada kenyataannya sistem tersebut justru dijadikan alat untuk melakukan pungutan liar. Pada akhirnya sistem online menambah beban TKI karena pungutan liar yang dibayar PJTKI dan lembaga pemeriksa kesehatan TKI itu akan dibebankan pada TKI. Sistem online yang dijalankan BNP2TKI pada kenyataannya tidak identik dengan peningkatan akuntabilitas tetapi justru memperlemah akuntabilitas. Beban biaya yang ditanggung TKI meningkat tanpa disertai jaminan peningkatan layanan dalam hal pendidikan dan akurasi pemeriksaan medis. 

    Call centre sebagai layanan pengaduan yang dikampanyekan BNP2TKI, dalam pelaksanaannya hanya untuk politik pencitraan. Adanya call centre ini semakin menambah deret panjang kekecewaan para TKI terhadap kinerja BNP2TKI sebab selain tidak banyak berfungsi (karena sulit diakses TKI), dengan call centre BNP2TKI dinilai hendak membersihkan diri dari rendahnya kinerja dalam merespon kasus-kasus yang diadukan oleh TKI. Begitu banyak kasus TKI yang dilaporkan secara tertulis pada BNP2TKI dengan disertai bukti lengkap saja sampai sekarang tidak mendapat respon dari BNP2TKI, apalagi laporan yang hanya melalui telepon. Bahkan pihak di dalam BNP2TKI sendiri mengakui kalau sistem call centre ini lebih untuk meningkatkan citra. Dengan call centre BNP2TKI hanya akan menampung masalah tetapi miskin komitmen untuk menyelesaikannya. Sistem semacam ini hanya akan menambah frustasi di kalangan TKI yang berkasus dan semakin meningkatkan ketidakpercayaan publik pada lembaga pemerintah. 

    BNP2TKI telah membuat kebijakan yang bukan wewenangnya, salah satunya adalah melarang TKI mandiri untuk bekerja pada pengguna perorangan. BNP2TKI adalah lembaga pelaksana kebijakan dan bukan lembaga pembuat kebijakan. Dibuatnya kebijakan yang melarang TKI mandiri untuk bekerja pada pengguna perorangan telah merugikan para TKI yang tanpa bantuan PJTKI dan tanpa bantuan negara telah mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Kebijakan ini juga didasarkan pada anggapan keliru BNP2TKI bahwa bekerja ke luar negeri melalui PJTKI lebih terjamin perlindungannya daripada menjadi TKI mandiri. Padahal data menunjukkan, 60 persen lebih korban perdagangan orang dikirim oleh PJTKI resmi. Kalau sama-sama tidak terjamin perlindungannya, menjadi TKI mandiri merupakan pilihan lebih baik karena biayanya lebih murah. 

    Hasil pemeriksaan Semester II tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan masih lemahnya kinerja lembaga pelayanan publik di bidang perlindungan TKI, termasuk di dalamnya adalah kinerja BNP2TKI. BPK menilai, rekrutmen TKI belum didukung proses yang valid dan transparan sehingga tidak ada jaminan kepastian, keadilan dan perlindungan TKI. Evaluasi yang berkelanjutan terhadap data dan informasi masalah TKI tidak ditangani secara tuntas dan komprehensif dan data penempatan TKI tidak akurat sehingga tidak membantu upaya perlindungan TKI di luar negeri 

    Berdasarkan catatan-catatan di atas, kami sekali lagi menyesalkan keputusan Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) untuk memberikan penghargaan pada BNP2TKI sebagai lembaga yang memberikan respon publik yang cepat dan yang mencapai akuntabilitas. Kami juga menyesalkan atas proses pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada informasi akurat tentang BNP2TKI. Pemberian penghargaan yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang cermat dan data akurat terkait kenyataan sesungguhnya yang terjadi di lapangan dapat menyesatkan publik, memperlemah advokasi perlindunganTKI, merugikan TKI yang terus dieksploitasi, dan memperkuat politik pencitraan pemerintahan SBY.

    Untuk itu, kami mendesak pihak Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) untuk meninjau kembali pemberian penghargaan pada BNP2TKI dan ke depan dapat lebih cermat lagi dalam mengambil keputusan terkait pemberian penghargaan pada lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam pelayanan publik.


    Jakarta, 20 September 2011

    Kami yang Prihatin

    Masyarakat sipil yang terlibat dalam advokasi perlindungan TKI: 
    Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) 
    HRWG 
    Migrant Care 
    Jala PRT 
    Institute for Ecosoc Rights 
    Jaringan Advokasi Revisi Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (JARI – PPTKLN), yang beranggotakan: 
    Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) 
    Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) 
    ASPEK Indonesia 
    Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) 
    Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (FSPSI Reformasi) 
    Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) 
    Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 92 (SBSI 92) 
    Koalisi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong (KOTKIHO) 
    Biro Buruh Migran KASBI 
    Peduli Buruh Migran 
    Trade Union Rights Centre (TURC) 
    Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) 
    Solidaritas Perempuan (SP) 
    LBH APIK Jakarta 
    Federasi APIK 
    Koalisi Perempuan untuk Keadilan Buruh Migran (KPKB) 
    Migrant Care 
    Jaringan Advokasi Nasional untuk Perlindungan PRT (JALA PRT) 
    Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta 
    Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia (APPHGI) 
    Komnas Perempuan 
    Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) 
    Relawan Kemanusiaan Buruh Migran Indonesia (REKAN BUMI) 
    Lembaga Penelitian SMERU 
    Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (FORMADDA NTT) 
    Human Rights Working Group (HRWG) 
    K2NKSBSI 
    Institute for Ecosoc Rights 

    Kontak Person: 
    Jamal (SBMI): 082124896004 
    Akbar (HRWG): 0812 86356456 
    Anis (Migrant Care): 081574722874 
    Fida (JARI – PPTKLN): 081317270250 
    Palupi (Institute Ecosoc): 081319173650