sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

Hasil otopsi ulang jasad Tenaga Kerja Indonesia asal Lombok yang tewas diberondong peluru di Negeri Sembilan, Malaysia, 22 Maret 2012, masih dirahasiakan untuk kepentingan penyelidikan.

“Hasilnya nanti, masih dalam proses penyelidikan, belum sekarang. Nanti ada waktunya,” kata Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigjen Pol Arif Wachyunadi, saat meninjau pelaksanaan otopsi di perkuburan keluarga di Dusun Pancor Kopong Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Kamis.

Jasad tiga TKI yang diotopsi masing-masing Herman (34) dan Abdul Kadir Jaelani (25), serta Mad Noor (28). Ketiganya dikubur di pekuburan keluarga yang terletak di belakang rumah mereka.

Herman dan Jaelani merupakan paman dan keponakan. Keduanya merupakan warga Dusun Pancor Kopong Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.

Sedangkan Mad Noor juga dikuburkan di pekuburan keluarga, namun lokasinya di Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, sekitar dua kilometer dari kuburan Herman dan Jaelani.

Malaysia Diduga Jual Organ : SBMI Tuntut Tujuh Tuntutan
Tujuh Tuntutan SBMI
KORANMIGRAN, JAKARTA - Meninggalnya tiga TKI yang diduga ditembak oleh aparat Kepolisian Diraja Malaysia pada 25 Maret lalu, menambah kenangan pahit para buruh migran.
"Tentu saja peristiwa ini bukan yang pertama kali. Berulang-ulang, buruh migran Indonesia menjadi korban saat mencari kehidupan dengan bekerja menjadi TKI," ujar Ketua umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SMBI) Nisma Abdullah, dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (25/4/2012).

Nisma menambahkan, apa yang dilakukan aparat kepolisian Malaysia terhadap tiga TKI asal NTB, jelas merupakan penistaan harkat martabat kemanusiaan rakyat Indonesia, dan penghinaan terhadap bangsa.

Untuk itu, SBMI menuntut dan mendesak pemerintah menanggapi kasus tersebut. Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia melakukan protes keras terhadap Pemerintah Malaysia secara terbuka menyikapi kejadian penembakan tiga buruh migran.

Kedua, pemerintah segera mendesak Malaysia untuk menindak tegas aparat polisi pelaku penembakan tiga buruh migran, dan mengusut tuntas jika terdapat bukti penjualan organ tubuh dalam kasus tersebut.

Ketiga, pemerintah harus mengevaluasi dan meninjau ulang hubungan bilateral dan diplomatik dengan Pemerintah Malaysia.

Keempat, segera cabut UU 39 Tahun 2004 dan menggantinya dengan UU baru. Kelima, meratifikasi konvensi PBB Tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan keluarganya.

Keenam, wujudkan pidato presiden di sidang konferensi ILO 2011, bahwa PRT wajib diberikan perlindungan dengan segera meratifikasi konvensi ILO 189 tentang Domestic Workers.

Terakhir, bangun industrialisasi nasional yang kuat dan kerakyatan, demi tercapainya pembukaan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri, sebagai syarat tidak perlunya lagi pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Meninggalnya tiga TKI yang diduga ditembak oleh aparat Kepolisian Diraja Malaysia pada 25 Maret lalu, menambah kenangan pahit para buruh migran.
"Tentu saja peristiwa ini bukan yang pertama kali. Berulang-ulang, buruh migran Indonesia menjadi korban saat mencari kehidupan dengan bekerja menjadi TKI," ujar Ketua umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SMBI) Nisma Abdullah, dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (25/4/2012).
Nisma menambahkan, apa yang dilakukan aparat kepolisian Malaysia terhadap tiga TKI asal NTB, jelas merupakan penistaan harkat martabat kemanusiaan rakyat Indonesia, dan penghinaan terhadap bangsa.
Untuk itu, SBMI menuntut dan mendesak pemerintah menanggapi kasus tersebut. Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia melakukan protes keras terhadap Pemerintah Malaysia secara terbuka menyikapi kejadian penembakan tiga buruh migran.
Kedua, pemerintah segera mendesak Malaysia untuk menindak tegas aparat polisi pelaku penembakan tiga buruh migran, dan mengusut tuntas jika terdapat bukti penjualan organ tubuh dalam kasus tersebut.
Ketiga, pemerintah harus mengevaluasi dan meninjau ulang hubungan bilateral dan diplomatik dengan Pemerintah Malaysia.
Keempat, segera cabut UU 39 Tahun 2004 dan menggantinya dengan UU baru. Kelima, meratifikasi konvensi PBB Tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan keluarganya.
Keenam, wujudkan pidato presiden di sidang konferensi ILO 2011, bahwa PRT wajib diberikan perlindungan dengan segera meratifikasi konvensi ILO 189 tentang Domestic Workers.
Terakhir, bangun industrialisasi nasional yang kuat dan kerakyatan, demi tercapainya pembukaan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri, sebagai syarat tidak perlunya lagi pengiriman buruh migran Indonesia ke luar negeri.
SBMI Kutuk Penembakan Buruh Migran

KORANMIGRAN, JAKARTA - Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia, Nisma Abdullah, mengutuk keras kasus penembakan terhadap tiga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Diraja Malaysia. Mereka juga mengecam perbuatan yang tidak manusiawi, penyalahgunaan organ tubuh tiga jenazah asal NTB itu.

Menurut Nisma, sebenarnya tindakan yang diakukan polisi Diraja Malaysia bukan yang pertama kali, misalnya kasus penembakan buruh migran asal Sampang Madura beberapa waktu lalu.

"Kami menyatakan mengutuk keras perbutan biadab Diaraja Malaysia. Sebenarnya bangsa ini sudah terhina, karena polisi sudah melecehkan buruh di Malaysia. Kemudian di dalam anggota tubuh pun sudah tidak ada organ," ujar Nisma dalam jumpa persnya di kantor YLBHI Jakarta, Rabu (25/4).

Kasus ini menurut Nisma juga dinilai sangat menyakitkan bagi rakyat Indonesia, khususnya kaum buruh. Karena itu pihaknya menuntut kepada pemerintah Indonesia agar segera mendesak pemerintah Malaysia yang dinilai sudah menistakan dan menghina bangsa ini.

"Berulangkali Malaysia sudah sangat membuat rakyat Indonesia marah. Kami menuntut pemerintah mengambil tindakan dan mengevaluasi kembali hubungan dengan Malaysia," tandasnya.

Lebih lanjut soal rencana pencabutan moratorium buruh migran di Malaysia, Nisma menolak keras. Ia mengharamkan rencana pencabutan tersebut karena kasus ini dianggap sudah melukai buruh migran dan rakyat Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi), Sultoni, juga menyampaikan sikap yang sama. Sultoni menilai perbuatan polisi Diraja Malaysia dianggap sebagai perbuatan bar-bar.

"Kami dalam kontek sebagai kaum buruh terkait penembakan tiga TKI di Malaysia, kami menuntut tindakan bar-bar yang tidak dilakukan proses secara adil itu, anti kemanusiaan," ujarnya.

Ia juga melihat peristiwa ini peristiwa yang terus berulang ulang dan akan terus berulang, karena pemerintah dinilai tidak memiliki posisi tawar dengan Diraja Malaysia. Hal itu sampai terlihat hingga saat ini pemerintah belum mengambil posisi tindakan, dan berani menyatakan sikap tegas terhadap pemerintah Malaysia.

"Pemerintah harus berani mendesak pemerintah Malasya untuk menyeliki ini yang disinyalir ada proses yang tak manusiawi, adanya penyalahgunaan organ tubuh," desaknya.

SBMI - NTT, Nasib Nas menimpah pahlawan desiva asal Kota Kupang, Agustina B C. da Silva (35) yang meninggal di Makau, China, Kamis (5/4). Pihak keluarga meminta kepada pemerintah dan perusahaan yang merekrut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tersebut mengantar jenasahnya ke Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Menurut Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Perwakilan NTT, Maria Hingi, kepada SP di Kupang, Kamis (5/4) mengatakan, Agustina B. C. da Silva yang beralamat di Jalan Ranamese, 3 Blok V , No . 69 Perumnas Kota Kupang telah meniggal dunia di Makau sebagai pahlawan devisa. 

Perusahaan yang mengrekrut adalah PT. Mitra Sinergi Sukses Kupang dan PT, Pusat Surabaya di Surabaya, yang memberangkatkan korban pada tanggal 22 Nopember 2009 lalu, harus bertanggung jawab memulangkan jenasah Agustina, sebab dokumen korban jelas serta asuransi korbanpun harus diurus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

“Kami dari serikat buruh migran Indonesia meminta kepada pemerintah pusat dan provinsi serta perusahaan melakukan menfasilitasi untuk pemulangan jenasah Agustina da Silva ke Kupang,” jelas Maria Hingi. 

Menurut laporan dari pengurus SBMI yang berada di Makau mengirimkan kronologis kematian Agustina da Silva dan diserahkan kepada SP di Kupang menyebutkan pada tanggal, 30 Maret 2012 Agustina BC da Silva sedang menyuap Jompo di mana tempat dia bekerja, tiba – tiba Agustina merasa pusing, lalu dia menyampaikan hal tersebut pada majikan dan majikan menyuruh Agustina B C da Silva untuk istrahat, tetapi sebelum Agustina BC da Silva masuk ke kamar untuk istirahat, 

Agustina BC da Silva ke kamar mandi untuk buang air kecil,dan Agustina BC da Silva Jatuh di kamar mandi, kepala Agustina da Silva terbentur di lantai dan terjadi perdarahan. 

Setelah itu majikannya membawa Agustina da Silva ke rumah sakit untuk di rawat, tetapi keadaan Agustina da Silva bukan semakin membaik malah kondisinya semakin memburuk kritis dan akhirnya meninggal dunia pada Kamis (5/4). 

Pihak perusahaan yang dihubungi keluarga melalui telepon, saudara Ainul, mengatakan bahwa untuk urusan kematian itu bukan urusan kami. Mendengar jawab yang kurang baik itu akhirnya keluarga melaporkan ke ketua serikat buruh migrant Indonesia perwakilan NTT di Kupang untuk mengambil langkah-langkah dan berkoordinasi dengan pihak pemerintah untuk memulangkan janasah korban dari Makau ke Kupang.