sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

Tindakan pria Singapura ini terhadap seorang tenaga kerja perempuan asal Indonesia betul-betul biadab. Sesudah memperkosa, dia menyilet wajah korban, menjerat lehernya, lantas melempar dia dari jendela lantai dua apartemen. Akibat perbuatannya, dia terancam hukuman penjara seumur hidup.

Harian the Strait Times mengungkap kronologi kejadian sadis itu sesuai fakta persidangan di Pengadilan Tinggi Singapura, Selasa (21/2). Insiden nahas itu terjadi September 2009 lalu, namun baru disidangkan sekarang. 

Pelaku berusia 44 tahun dan pernah bekerja sebagai petugas keamanan. Korban yang tidak disebut identitasnya berusia 26 tahun saat peristiwa itu terjadi.

Ketika kejadian, perempuan itu sedang menggapai kotak listrik di luar apartemen majikannya. Mendadak, dia dibekap dari belakang oleh pelaku dan dibawa ke dalam apartemennya yang bersebelahan. 

Dalam sidang, pelaku mengaku di apartemennya dia melampiaskan nafsu bejat pada TKI itu, lantas melempar dia dari jendela di lantai dua. Polisi menemukan korban dalam keadaan luka serius. Jika terbukti bersalah, dia bakal dihukum penjara seumur hidup dan cambuk 24 kali.

Jumlah TKI di Singapura lebih dari 200.000 jiwa. Kasus serupa kerap diberitakan di media massa Indonesia. 

Masih belum diketahui mengapa kasus ini baru maju ke persidangan dua tahun setelah kejadian. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura hingga kini belum bisa dihubungi untuk dimintai keterangan.
SBMI Karawang Mengadu ke PDI Perjuangan Untuk Kasus Masliha
Arab Saudi Biadab
KORANMIGRAN, Karawang - Posko Perjuangan TKI (Pospertki) PDI Perjuangan kembali menerima pengaduan dari TKI. MaslihaBinti Jamjuri, TKW asal Karawang, yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di Quwaiyah kota Riyadh, Arab Saudi, dikabarkan selama bekerja belum pernah menerima gaji darimajikannya. Menurut Siti Fatonah, kasus Masliha ini diketahui dari aduan keluarganya kepada DPCSerikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Karawang.

“Pada hari Jumat (3/2). Ketua DPC SBMI Karawang, Bobi Anwar Maarif, melayangkan surat kepadaPosko Perjuangan TKI (Pospertki) PDI Perjuangan di Arab Saudi. Isi dari surat yang disampaikan di antaranya data sekaligus kronologis kasus yang dialami Masliha Binti Jamjuri hasil laporan pengaduan pihak keluarga,” ujar Siti Fatonah, Bendahara Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Al Akhbar, Riyadh, Kamis (9/2).

SBMI sebagai mitra perjuangan Pospertki melaporkan selama bekerja Masliha kesulitan berkomunikasi dengan keluarganya sebab dilarang oleh pihak majikannya. Dan yang lebih naasnya, menurut keluarga Masliha, semenjak bekerja hingga saat ini gajinya belum diberikan. Selain itu, masa kontrak TKW asal Karawang itu juga sudah habis namun pihak majikan tak kunjung memberikan izin pulang ke Indonesia.

Sementara itu, pihak keluarga Masliha sendiri sudah melakukan langkah-langkah mencari bantuan agar permasalahan yang menimpa Masliha Binti Jamjuri dapat diselesaikan. Mereka mengadu ke PT. Sapta Rezeki, Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi, dan BNP2TKI.

“Kalau melihat dari kronologis pengaduan, pihak keluarga kesulitan untuk mengadukan permasalah Masliha ke PT Sapta Rejeki karena tidak jelasnya alamat kantornya, yang sudah berpindah. Dan yang disayangkan pihak Kemenakertrans hanya memberikan arahan tanpa bertindak setelah menerima pengaduan dari keluarga Masliha,” kata Siti.

Siti Fatonah mengatakan, Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan telah melaporkan kasus Masliha ke DPP & DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Kemenlu, Kemenakertrans, BNP2TKI, dan KBRI di Riyadh.

Terkait laporan ke BNP2TKI, Siti Fatonah menyayangkan lambannya respon lembaga tersebut. “Seharusnya BNP2TKI bertindak untuk memanggil pihak PPTKIS PT Sapta Rejeki, karena pihak keluarga Masliha sudah berusaha kesana kemari mencari bantuan sejak Juli 2009.”

Meski demikian, Siti memberikan apresiasi kepada KBRI karena langsung merespon masalah ini. “Tapi kami apresiasi dan menyambut positif langkah Kemlu Bidang Perlindungan WNI & BHI serta KBRI di Riyadh yang langsung merespon dan akan menindaklanjuti. Kami pun sudah mendapat informasi dari staff KBRI di Riyadh langkah apa saja yang akan mereka lakukan,” ujar Siti.

Masih menurut Siti, Pospertki dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Karawang bertekad membantu kasus Masliha Binti Jamjuri serta keluarganya hingga selesai. “Insya Allah mbak Rieke Diah Pitaloka maupun Eva K Sundari juga akan ikut berperan,””ujar Siti.
Penafsiran atas dugaan inkonstitusionalitas Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 ayat 2 huruf (n) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter oleh Mahkamah Konsitusi merupakan sebuah momentum sinkronisasi peraturan perundang-undangan, khususnya pada level UU, atas seluruh perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara negara kita dengan negara lain dan/atau kawasan tertentu lainnya. Sebagai lembaga pemutus terakhir dan bersifat final, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan sinkronisasi tersebut mengingat suara penolakan tidak hanya disuarakan oleh pihak-pihak di luar Pemerintah, namun juga dilontarkan oleh Pemerintah sendiri melalui komentar terpisah dari menteri-menteri sektoral.


Dalam sudut pandang ketatanegaraan, langkah ini merupakan langkah yang sangat ideal mengingat permasalahan yang timbul diakibatkan FTA bersifat sangat destruktif dan lintas sektoral. Dengan melakukan revisi terhadap peraturan induk (umbrella act) dari implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas, maka akan tercapai dua maksud sekaligus, pertama, melakukan sinkronisasi pengaturan dalam konteks perdagangan antar negara dan/atau kawasan, dan kedua, mencari jalan tengah atas proses ratifikasi yang telah dilakukan oleh DPR, sehingga tidak bertentangan dengan norma-norma hukum internasional.

Proses adopsi dan implan atas kaidah dan norma perjanjian internasional yang merugikan kita seringkali dilakukan dengan menyusupkan prinsip, kaidah dan/atau norma tersebut dalam peraturan nasional kita. Selain dengan cara tersebut, cara yang paling umum adalah melakukan ratifikasi seutuhnya atas perjanjian internasional tersebut menjadi peraturan nasional kita. Dalam konteks ASEAN Charter¸apa yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan proses penerimaan seluruhnya atas kaidah dan norma yang tertuang dalam ASEAN Charter.

Materi Pasal 1 ayat 5 dan Pasal 2 ayat 2 huruf (n) UU Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter kemudian melahirkan (dan kemungkinan dilahirkannya) peraturan perundangan turunan yang berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan jelas akan merugikan rakyat, kepentingan nasional, perekonomian nasional, dan aspek perekonomian nasional lainnya. Oleh karena, pencantuman inkonstitusionalitas pasal-pasal tersebut dengan Pasal 33 ayat 1, 2, dan UUD 1945 dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sungguh sangat beralasan, dikarenakan konstitusi kita tidak pernah mengenal driven market, perdagangan bebas dan sistem perekonomian yang merugikan rakyat. Justru Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 dengan jelas dan tegas mengamanahkan bahwa “perekonomian disusun …”, dengan kata lain negara harus turut serta secara aktif dalam penyusunan perekonomian sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat dan mencapai kepentingan bernegara seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, bukan kepentingan orang, kelompok tertentu, negara tertentu dan kekuatan ekonomi tertentu.

Ahmad Suryono, SH., MH.
Anggota Tim Kuasa Hukum Uji Materi UU 38/2008


BMI Pulang, Koma
KORANMIGRAN, Karawang - BMI asal Karawang, yang berangkat ke Kuwait pada bulan September 2009 dan kembali ke Indonesia pada 2 februari 2012 dengan kondisi koma, sekarang korban di rawat di RS Polri Sukanto – Kramat Jati – Jakarta.

Korban yang bernama Sumiyati binti Dadang, Krajan II Rt.01/02 Desa Tegalsawah Kecamatan Karawang Timur Kabupaten Karawang, menurut penjelasan Ibu Kepala Desa Tegal Sawah yang disapa di facebook Srikandi Karawang Timur (Mediawati) yang sekarang masih mengurusi korban di Jakarta, menurut ibu lurah “hasil diagnosa dari kuwait korban menderita TBC, tapi di leher banyak luka seperti sundutan rokok, kepala banyak luka2, bibir bagian bawah menipis seperti bekas guntingan karena disudut bibir ada bibir yg tersisa dan tenggorokannya tidak jelas bekas apa,..sangat mengkhawatirkan”.


Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh warga Negara Timur Tengah sering terjadi namun kenapa Pemerintahan Indonesia khususnya KBRI yang berada di negara tersebut sepertinya tinggal diam seperti tidak mau mengurusi hal penyiksaan/penganiayaan para TKI Indonesia.


Saya sebagai warga negara Indonesia ikut prihatin atas kejadian ini, dan bagi anda (pembaca) yang mempunyai saudara yang menjadi TKI di timur tengah ataupun dimana berada disarankan jangan sampai putus komunikasi.


Untuk anda yang menjadi TKI dimanapun berada disarankan untuk melaporkan ke KBRI di negara tempat anda bekerja apabila terjadi permasalahan dengan majikan anda dan jangan lupa memberi kabar keluarga anda di Indonesia, saran ini untuk menghindari hal – hal yang tidak kita inginkan terjadi.
Walaupun judulnya bergaya barat tetapi isinya tetap nasionalisme Indonesia demi menjaga kultur bangsa dan negara serta tanah air tercinta Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang dalam desakan ideologi asing yang berusaha menawarkan ide dan gagasan demi kemajuan bangsa dan mengurangi jumlah pengangguran serta mengentaskan kemiskinan, namun itu pula tidak cukup kuat alasan untuk bisa kita terima karena secara rasional itu akan mengabaikan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dalam pasal 33 UUD 1945. Apa yang akan terjadi jika kita terima penawaran tersebut dapat dilihat dari ketidakberesan disetiap aspek kehidupan sosial, politik dan ekonomi.

Kebebasan setiap individu untuk bisa mendapatkan apa pun yang dicita-citakan olehnya dan menjadi harapan hidup untuk diwujudkan dan itu menjadi sikap yang adil karena berusaha dalam kemandirian untuk keberhasilan dirinya dan bangsanya adalah hal yang wajar. Sesuai judul yang saya pilih untuk menulis maka terlebih dulu kita mengetahui perbedaan antara ‘Capital Intensive‘ dan ‘Labour Intensive‘ karena dua hal tersebut yang akan menjadi fokus dalam tulisan ini.

Di Indonesia terdapat dua aliran pemikiran tentang perkembangan perekonomian, dimana diketahui banyak ahli-ahli ekonomi yang pernah memperoleh pendidikan yang berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri maka dengan mengetahui dimana ekonom tersebut pernah belajar sudah dapat diketahui terdapat dua aliran pemikiran ekonomi di Indonesia terutama tentang perkembangan ekonomi. Saya mengatakan dalam tulisan ini untuk ekonom lokal adalah mereka yang pernah belajar didalam negeri dan ekonom barat adalah mereka yang pernah belajar diluar negeri, ini sekedar untuk membedakan pemahaman antara dua kutub pemikiran yang berkembang di Indonesia.

Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka dapat dikatakan bahwa ekonom barat telah sempurna dalam hitungannya untuk meningkatkan PDB yang juga akan meningkatkan PDB perkapita, tetapi itu saja belum cukup karena masih ada tingkat pengangguran yaitu statistik yang mengukur jumlah orang yang ingin bekerja tetapi tidak memiliki pekerjaan, yang harus diminimalisir dengan konsep ekonomi ala ekonom barat tersebut tetapi dengan tingkat pengangguran yang rendah pun belum dapat menjadi ukuran untuk meningkatkan jumlah output yang diproduksi pada harga yang stabil, maka jumlah pekerja akan dibatasi hanya sampai tingkat dimana jumlah laba yang akan diperoleh akan lebih besar dengan penggunaan jumlah tenaga kerja pada tingkat yang dapat memaksimalkan laba.

Jika terus demikian adanya maka tingkat pengangguran akan tetap pada tingkat dimana modal yang digunakan oleh perusahaan dapat memberikan insentif tambahan dari melakukan ekspor ke luar negeri, tetapi ini juga mempertimbangkan perbedaan kurs mata uang terhadap mata uang negara lain, yang dapat menimbulkan persoalan apabila modal tersebut berasal dari pinjaman luar negeri dimana fluktuasi kurs dapat mempengaruhi tingkat pengembalian pinjaman kepada debitor apabila tidak dilakukan ‘hedging’. Para ekonom barat juga terkendala dengan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga dalam menerapkan perkembangan ekonomi di Indonesia, dimana tingkat inflasi yang tinggi dianggap sebagai ‘bencana keuangan’ karena jika tidak dikendalikan akan berakibat pada krisis ekonomi, dan tingkat suku bunga adalah ukuran yang digunakan untuk mengimbangi perubahan naik turunnya tingkat inflasi.

Para ekonom barat berpegang pada prinsip ‘Capital Intensive‘ yang merupakan anjuran dari ekonom barat melalui penerapan ‘economic of scale‘ atau suatu batas minimum bagi industri untuk bisa beroperasi secara ekonomis dan menguntungkan pada suatu perekonomian. Meraka lebih menekankan penggunaan modal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan sendi-sendi pada aspek lainnya, dalam istilah kajian ekonomi dikatakan dengan ‘Capital Intensive‘ yang dapat dipahami dengan keluar masuknya arus modal dari luar negeri melalui pasar modal yang dapat digunakan oleh perusahaan besar dalam memperoleh tambahan dana untuk melakukan ekspansi usahanya.

Seperti yang sudah dituliskan diawal bahwa saya akan mengatakan ekonomi lokal sebagai para ekonom yang belajar di dalam negeri, mereka ini adalah generasi penerus bangsa yang berpikiran nasionalis dan memiliki pemikiran ekonomi kerakyatan khas Indonesia, meskipun mereka belajar pula teori ilmu ekonomi klasik, neo-klasik, dan modern tetapi pemikiran perkembangan ekonominya berbeda dengan para ekonom barat. Para ekonom lokal menggunakan istilah ‘Labour Intensive‘ untuk mendorong roda perekonomian nasional dengan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dan juga mesin-mesin karena menurut mereka ini akan meringankan beban penderitaan rakyat akibat tingkat pengangguran yang tinggi yang akhirnya akan berdampak pada ketegangan sosial dan akhirnya hanya akan memperlambat perkembangan ekonomi.

Dari kedua perbedaan pemikiran tersebut dapat dipisahkan menjadi ‘Capital Intensive‘ dan ‘Labour Intensive‘, dimana kedua istilah tersebut sebagai ukuran perkembangan ekonomi menurut dua pemikiran ekonom di Indonesia. Dan yang paling penting dalam penjabaran tentang mereka adalah mereka sebagai para ekonom yang memiliki pemikiran yang cerdas dan kreatif meskipun memiliki pemikiran perkembangan ekonomi yang berbeda.

Perbedaan tersebut dapat diuraikan dengan bahwa para ekonom barat itu adalah mereka yang menghitung pertumbuhan ekonomi dalam PDB dan PNB serta jumlah tingkat produksi yang tinggi, kemudian dengan melakukan otomatisasi, robotisasi, dan komputerisasi yang berdampak pada tingkat pengangguran yang tidak berkurang. Sementara itu para ekonom lokal adalah mereka yang menggunakan sumber daya manusia secara lebih besar dengan memperhatikan pada sumber daya yang dapat digunakan dengan maksimal untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyrakat Indonesia. Para ekonom lokal lebih menekankan tujuan pembangunan yang adil dan merata demi pembangunan ekonomi secara maksimal dalam penggunaan sumber daya yang berasal dari tenaga kerja Indonesia demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.


Tulisan ini dimuat juga pada situs pmii.or.id

Sumber : endar-prasetio