sponsor

Select Menu

Data

OPINI

HUKUM

PENDIDIKAN

Migran Day 2009: SBMI Bersama Tuntut Ratifikasi Konvensi PBB
Migran Day 2009

KORANMIGRAN, JAKARTA - SBMI bersama sejumlah Aktifis Buruh Migrant Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Ratifikasi Konvensi Migrant 1990 (ARAK 90) menggelar Aksi di Bundaran HI. ARAK 90 terdiri dari Gabungan beberapa elemen Organisasi antara lain: Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia(ATKI), Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, SBMC, SBMK, AGRA, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI), LPB, PMKRI, CGM-UBK, INDIES, Solidaritas Perempuan, Praxis, HRWG, LBH Jakarta, LBH Aspek Indonesia, LBH Apik, PBM, IWORK, Migrant Care, Institut Ecosoc Rights, Union Migran Indonesia-Aspek Indonesia.

Salah satu peserta aksi Hadi dari SBMI menyatakan bahwa aksi itu adalah untuk menekan Pemerintah SBY supaya segera meratifikasi Konvensi PBB tahun 1999 karena itu merupakan bagian ikhtiyar yang bisa dilakukan. akan tetapi mereka justru menunda-nunda bahkan tidak mengindahkan tuntutan dan penderitaan para buruh migran. Buruh harus bersatu melawan penindasan, teriaknya menimpali kawan-kawan peserta aksi yang lain.

Selanjutnya, SBMI dalam aksi ini menekakankan bahwa Pemerintah tidak pernah serius membuat kebijakan untuk memberikan Perlindungan kepada Buruh Migran Indonesia (BMI). permasalah Buruh Migrant tidak bisa diselesaikan secara Parsial. Namun musti integral, karena persoalan ini tidak hanya ada diluar Negri akan tetapi di dalam Negri, dan Indonesia merupakan Pengekpor terbesar buruh migran. ini Juga karena lemahnya pendidikan yang di dapat oleh BMI.

Seharusnya Pemerintah mulai dari SBY sampai tingkat bawah mempunyai program yang sama dan integral untuk menuntaskan persoalan Buruh Migran Indonesia.

Aksi kemudian dilanjutkan di depan Istana dan menyuguhkan pagelaran teatrikal yang menggambarkan penderitaan yang dialami oleh Buruh Migran Indonesia ketika mereka melaksanakan tanggungjawabnya, bekerja di luar Negeri. Setelah berbagai element menyuarakan orasi politiknya masing-masing, aksi itupun diakhiri dengan damai, dan di tutup pada pukul 12.30 WIB.
ASEAN Harus Lindungi Buruh Migran
ASEAN Vs Buruh Migran
Pernyataan masyarakat sipil Indonesia
Menyikapi Asean Committee on Migrant Workers meeting di Malaysia 

Permasalahan di Indonesia, UU No 39/2004 sebagai peraturan tertinggi dalam menangani masalah buruh migran tidak memasukkan definisi mengenai buruh migran yang tidak berdokumen. UU ini juga tidak berperspektif perlindungan. Padahal, undocumented and documented terkait dengan perkembangan krisis global yang kian akut memicu beberapa negara penerima seperti pemerintah Hongkong untuk melakukan kebijakan yang mendorong buruh migran untuk tidak mempunyai dokumen misalnya two-weeks rule. Selain itu, terjadinya krisis ekonomi mendorong negara penerima meningkatkan kebutuhan BMI yang tidak berdokumen (agar tidak punya hak untuk melakukan apapun dan untuk mendapatkan tenaga buruh murah).

Di negara pengirim seperti Indonesia, memilih menjadi buruh migran tidak berdokumen karena keterpaksaan agar tidak di bebani pungutan biaya yang mahal dari proses pemberangkatan ketika menjadi buruh migran.

Definisi buruh migran menurut konvensi internasional mengenai perlindungan hak semua buruh migran dan keluarganya thn 1990 mengatakan bahwa istilah buruh migran adalah seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu negara dimana dia bukan menjadi warganegara.

Sayangnya, definisi dan perspektif buruh migran ini tidak dimiliki oleh negara penerima di Asean. Oleh sebab itu, sehubungan dengan akan dilaksanakannya pertemuan Komite Buruh Migran Asean pada tanggal 7-8 Desember 2009 di Malaysia, maka dengan ini kami dari Masyarakat Sipil Indonesia mendesak pemerintah negara pengirim yaitu pemerintah Indonesia (yang diwakili oleh Menteri Tenaga Kerja, Menteri Luar Negeri) dan pemerintah Filipina, serta negara penerima yaitu pemerintah Malaysia dan Thailand untuk memperhatikan tuntutan-tuntutan dari serikat/asosiasi buruh migran, serikat buruh, dan masyarakat sipil Indonesia untuk perlindungan dan promosi hak-hak buruh migran sebagai berikut:

1. Mengakui bahwa domestik Worker adalah pekerja. Karena dalam konvensi internasional mengenai perlindungan hak semua buruh migran dan anggota keluarganya mendefinisikan bahwa buruh migran adalah orang yang terikat, atau telah terikat.

2. Mendesak pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk menggunakan standard pengertian konvensi internasional thn 1990 dalam framework instrument perlindungan buruh migran di Asean. Hal ini kami sebutkan secara khusus karena pemerintah Malaysia tidak mengakui domestik worker sebagai pekerja, hal ini bertentangan dengan pengertian pekerja dalam konvensi tersebut.

3. Mengakui hak-hak buruh migran seperti standard kontrak kerja yang didalamnya termasuk gaji, potongan illegal (overcharging), jam kerja, pelayanan bantuan hukum, dll tanpa diskriminasi pada seluruh buruh migran.

4. Mendesak untuk meratifikasi Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990. Hal ini sesuai dengan general recommendation Cedaw no 26.

5. Mendesak tim drafting ACMW untuk memasukkan ketentuan yang disebutkan dalam artikel 25 mengenai persamaan hak warganegara dengan buruh migran yang bekerja di negara tersebut (asas national treatment).

6. Mendesak negara Penyusun ACMW untuk mempertimbangkan framework instrument perlindungan dan promosi hak-hak buruh migran dari masyarakat sipil Asean secara menyeluruh dan mengikat secara hukum.

SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia)
ATKI (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia)
UNIMIG/SPMI (Serikat Pekerja Migran Indonesia)
ASPEK Indonesia
INDIES
Solidaritas Perempuan
HRWG (Human Rights Working groups)
Institute for Ecosoc Rights